1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

HRW Desak Indonesia Bebaskan Tahanan Politik Papua

Ayu Purwaningsih21 Februari 2007

Organisasi pemerhati hak asasi manusia internasional, Human Rights Watch mendesak Pemeritah Indonesia segera membebaskan seluruh tahanan politik Papua dan membatalkan semua dakwaan yang dikenakan terhadap individu-individu yang sedang dalam proses hukum. Desakan itu disampaikan dalam laporan HRW setebal 42 halaman bertajuk “Protes dan Hukuman: Tahanan Politik di Papua,” yang dirilis Rab, pekan ini. Hukuman yang dikenakan terhadap para tahanan politik tersebut menurut HRW melanggar hukum internasional.

https://p.dw.com/p/CP8h

Human Rights Watch menyerukan Pemerintah Indonesia untuk segera melepas 18 tahanan politik Papua di penjara. Dalam laporannya yang baru dirilis, HRW menyebutkan seluruh tahanan tersebut telah dipidana dengan alasan subversif atau penyebaran kebencian terhadap pemerintah, atas aktivitas-aktivitas tanpa kekerasan. Misalnya menghadiri pertemuan damai tentang opsi kemerdekaan untuk Papua. Charmain Mohammed, peneliti HRW menyatakan penahanan tersebut melanggar hak-hak asasi manusia.

Charmain Mohammed :

“Pelanggaran yang mereka lakukan adalah melarang hak orang mengekspresikan pendapat secara bebas. Para tahanan yang ada dalam laporan kami telah dihukum atas aksi damai, seperti misalnya menaikan bendera, menghadiri rapat atau diskusi, Menahan orang yang menyampaikan pendapat atau ikut dalam aksi unjuk rasa damai, itu melanggar hak-hak asasi manusia dalam hal kebebasan berpendapat. Itulah pelanggaran utama yang dilakukan pemerintah Indonesia, seperti yang kami sampaikan dalam laporan kami kali ini.”

Untuk itu Human Rights Watch juga mendesak pemerintah mencabut undang-undang yang tidak jelas dan umum seperti penggunaan pasal penyebaran kebencian dan subversi, untuk memastikan tidak digunakannya lagi tuntutan yang melanggar hukum internasional. Menurut HRW, Kitab Undang-undang Hukum Pidana harus disesuaikan dengan hukum internasional dalam upaya melindungi kebebasan berekspresi, berkumpul dan berorganisasi. Apalagi Indonesia telah meratifikasi Perjanjian Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik serta Perjanjian Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Kembali peneliti HRW, Charmain Mohammed.

Charmain Mohammed:

“Presiden Soesilo Bambang Yudoyono dalam pemerintahannya telah menandatangai dua kovenan utama. Yaitu Perjanjian Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik serta Perjanjian Internasional Tentang Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya. Itu jelas harus dilaksanakan. Namun hasilnya tidak terlihat hasilnya di lapangan.Hal ini terlihat dari hampir semua tahanan politik Papua ini dihukum dibawah pemerintahan SBY atau Megawati.”

Charmain menambahkan, hal ini menunjukan bahwa meski Indonesia telah meratifikasi dua perjanjian tersebut, perbaikan HAM di Indonesia berjalan lambat.

Charmain Mohammed:

“Seharusnya Pemerintah Indonesia malu lewat adanya laporan bahwa faktanya terjadi kekerasan padahal mereka sudah berkomitmen dengan perjanjian internasional tentang kebebasan berpendapat. Ini seharusnya dapat membuat malu pemerintah Indonesia.”

Pada Juni 2000, Linus Hiluka didakwa melakukan tindak subversif terhadap negara dan menyebarkan kebencian melalui keterlibatannya dengan organisasi kemerdekaan, Panel Papua Baliem, sebuah organisasi yang dituduh sebagai organisasi separatis. Tidak satu pun kekerasan dan tindak kriminal yang didakwakan terhadap Hiluka. Namun ia tetap dihukum 20 tahun penjara. Pada 25 Mei 2006, Filep Karma dan Yusak Pakage dinyatakan bersalah atas pemberontakan dan penyebaran kebencian terhadap pemerintah atas penyelenggaraan perayaan damai 1 Desember 2004 untuk memperingati Hari Nasional Papua. Keduanya masing-masing dihukum 15 dan 10 tahun penjara.