1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiHong Kong

Hong Kong Disebut Pertahankan Isolasi COVID-19 Hingga 2024

27 Januari 2022

Hong Kong kemungkinan baru dibuka kembali pada awal 2024 karena kebijakan COVID-19 yang ketat, menurut Kamar Dagang Eropa kota itu dalam sebuah laporan. Hal itu disebut dapat memicu eksodus perusahaan dan staf asing.

https://p.dw.com/p/466Jl
Hong Kong
Hong Kong disebut baru akan kembali dibuka akhir tahun 2023 atau awal 2024, maka dikhawatirkan ada eksodus perusahaan asingFoto: leungchopan/Panthermedia/imago images

Hong Kong kemungkinan baru dibuka kembali pada awal 2024 karena kebijakan COVID-19 yang ketat, menurut Kamar Dagang Eropa kota itu dalam sebuah rancangan laporan. Dikatakan juga hal tersebut dapat memicu eksodus perusahaan dan staf asing dan membahayakan perannya sebagai pusat keuangan,

Keefektifan terbatas dari vaksin yang dikembangkan secara lokal memaksa Cina daratan untuk mempertahankan pembatasan ketat pada perjalanan, kata Kamar Dagang Eropa tersebut dalam rancangan, yang ditinjau oleh Reuters tetapi belum dipublikasikan.

Kamar Dagang Eropa menolak mengomentari laporan tersebut.

Skenario yang paling mungkin untuk Hong Kong adalah tidak akan dibuka kembali sampai Cina meluncurkan vaksin mRNA terhadap 1,4 miliar penduduknya. Hal itu bisa memakan waktu hingga akhir 2023 atau awal 2024.

Jika itu masalahnya, majelis mengatakan ada risiko "efek kaskade" dari perusahaan yang meninggalkan pusat keuangan Asia tersebut.

"Kami mengantisipasi eksodus orang asing, mungkin yang terbesar dari yang pernah terjadi di Hong Kong, dan salah satu yang terbesar secara absolut dari kota mana pun di kawasan itu dalam sejarah baru-baru ini," katanya.

Saat Hong Kong berhasil mengendalikan virus sebagian besar tahun 2021, Hong Kong juga telah menjadi salah satu tempat paling terisolasi di dunia karena pembatasan perjalanannya dan penguncian intermiten.

Hong Kong mengalami lonjakan infeksi pada Januari, tetapi pihak berwenang berjuang untuk mengendalikannya.

Mengingat skenario tersebut, perusahaan multinasional akan semakin merelokasi tim yang berfokus pada Cina ke daratan atau menggeser tim regional Asia mereka ke Singapura atau Seoul, kata Kamar Dagang tersebut tersebut.

Hong Kong bisa kehilangan daya tariknya sebagai pusat bisnis internasional serta potensinya untuk berkontribusi pada ekonomi Cina.

Kepergian pihak internasional juga dapat merusak "potensi kota untuk mempertahankan universitas kelas dunia," katanya.

Vaksinasi lebih cepat, karantina lebih singkat

Berbeda dengan Cina daratan, Hong Kong bergantung pada pelancong bisnis dan barang impor.

Perannya sebagai salah satu pusat transhipment dan penghubung utama dunia telah dibatasi secara drastis oleh pembatasan penerbangan yang ketat. Ini berarti sangat sedikit orang yang diizinkan untuk mendarat dan hampir tidak ada orang yang diizinkan untuk transit.

Sebaliknya, pusat keuangan saingan, yakni Singapura, telah melonggarkan pembatasan virus corona termasuk kontrol perbatasan.

Hanya sekitar 70% orang di Hong Kong yang telah divaksinasi ganda dibandingkan dengan 91% populasi Singapura yang memenuhi syarat.

Sebagian besar lansia Hong Kong belum divaksinasi.

Kamar Dagang itu menguraikan skenario lain, termasuk kemungkinan wabah yang tidak terkendali di daratan yang mengarah ke Hong Kong menyegel perbatasannya dengan Cina.

Skenario lainnya adalah wabah yang tidak terkendali di Hong Kong, yang akan membuat pembatasan tambahan menjadi tidak berarti. Hal ini dapat menyebabkan hingga 20.000 kematian di antara orang tua.

Kamar Dagang tersebut membuat rekomendasi kepada pemerintah termasuk mempercepat vaksinasi dan memperpendek karantina dari 21 hari menjadi 7 hingga 14 hari, yang akan menyenangkan komunitas bisnis internasional.

Bisnis asing harus berasumsi bahwa Hong Kong kemungkinan besar akan "semi-tertutup untuk perjalanan internasional dalam 12-36 bulan mendatang". Bakat, dan mempertahankannya, akan menjadi "komoditas berharga", katanya. 

pkp/hp (reuters)