1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hasil Perundingan Menlu NATO

20 Agustus 2008

Apakah NATO harus membubarkan dewan bersamanya dengan Rusia karena politik Kaukasus negara itu? Pertanyaan ini menjadi diskusi dalam pertemuan para menteri luar negeri anggota NATO Selasa (19/08).

https://p.dw.com/p/F1DS
Sekjen NATO, Jaap de Hoop Scheffer dalam perundingan di Brussel (19/08)Foto: AP

"Kenyataan bahwa Rusia tetap belum menarik tentaranya dari Georgia malah mempersatukan kita." Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Inggris, David Miliband pada saat sidang istimewa dewan NATO.

Yang paling marah, karena Rusia tidak mematuhi kesepakatan gencatan senjata, adalah delegasi Perancis. Sebab Presiden Perancis, Nicolas Sarkozy lah yang sudah mengupayakan kompromi tersebut dalam fungsinya sebagai ketua Dewan Eropa.

Rusia Harus Akui Kedaulatan Georgia

NATO kembali menuntut Rusia untuk mengakui kedaulatan Georgia. Pasukan Rusia juga harus ditarik dari Ossetia Selatan dan Abkhazia. Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice mengatakan, Rusia tidak boleh membentuk garis pemisahan baru di Eropa, yaitu garis antara negara-negara anggota NATO dan yang ingin menjadi anggota. NATO sudah mencapai banyak keberhasilan di Eropa yang damai dan bersatu, sejak bubarnya Uni Sovyet. Demikian dikatakan Rice.

Janji untuk menerima Georgia dan Ukraina sebagai anggota NATO kembali diberikan para menteri luar negeri. Tetapi jadwal yang sudah ditetapkan tidak diubah. Baru Desember mendatang para menteri luar negeri akan mengambil keputusan, kapan kedua calon bisa dianggap sudah matang untuk menjadi anggota. NATO mendirikan komisi baru dengan Georgia, untuk memperbaiki kondisi negara itu secara diplomatis dan meningkatkan kerjasama.

NATO Tidak Bisa Adakan Aksi Militer

AS dan banyak negara Eropa Timur mendukung tindakan lebih keras terhadap Rusia. Tetapi Menteri Luar Negeri Jerman, Frank Walter Steinmeier memperingatkan, bahwa peran NATO di Kaukasus sebenarnya kecil. Opsi tindakan militer tidak dimiliki NATO. Persekutuan itu hanya dapat melancarkan tekanan diplomatis. Benang merah pembicaraan dengan Rusia tidak boleh terputus. Demikian ditekankan Steinmeier. Dewan NATO-Rusia yang menjadi dewan konsultasi khusus, harus tetap berfungsi.

Namun demikian untuk sementara ini pertemuan tingkat menteri tidak direncanakan. Demikian dikatakan Sekretaris Jenderal NATO, Jaap de Hoop Scheffer. Menurut de Hoop Scheffer, sekarang NATO tidak bisa langsung kembali ke aktivitas sehari-sehari dengan Rusia, seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dewan NATO-Rusia tidak akan dibubarkan. Tetapi selama tentara Rusia masih mengokupasi sebagian Georgia, tidak akan ada perundingan di tingkat apapun.

Tetapi Menteri Luar Negeri Jerman, Frank-Walter Steinmeier, menambahkan, dewan NATO-Rusia harus tetap berfungsi. Ia mengatakan, dewan NATO-Rusia tidak boleh hanya berfungsi jika keadaan sedang tenang saja. Melainkan juga akan diperlukan, jika kita menghadapi kesulitan. Jika Rusia menarik tentaranya, seperti tercantum dalam kesepakatan gencatan senjata, maka harus dipertimbangkan, apakah itu saatnya dewan ini bertugas. Demikian pendapat Steinmeier.

OSCE Kirim Misi Pengamat

Menteri Luar Negeri AS, Condoleezza Rice mengatakan, tujuan utama bukanlah untuk mengisolasi Rusia. Dengan politiknya sendiri, pemerintah Rusia otomatis menyebabkan negaranya terisolasi.

Sementara itu Rusia setuju dengan pengiriman misi pengamat untuk Georgia dan kedua propinsi yang membangkang, Ossetia Selatan dan Akhazia. Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama Eropa - OSCE, yang juga beranggotakan Rusia dan Georgia akan mengirim sekitar 100 pengamat tak bersenjata ke daerah itu. Kejelasan harus segera diperoleh tentang keadaan di daerah pertempuran. Laporan tentang situasi militer selama ini juga tidak bisa dipercaya. Demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Finlandia, Alexander Stubb, yang saat ini menjabat ketua OSCE. (ml)