1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Dunia Pemberantasan Ranjau Darat

3 April 2009

Tanggal 4 April adalah hari dunia pemberantasan ranjau darat. Ranjau darat bukan hanya senjata kejam, akan tetapi juga termasuk senjata murah.

https://p.dw.com/p/HPok
Mencari ranjau darat yang masih tertimbun di LaosFoto: picture-alliance/dpa

Lembaga swadaya masyarakat seperti yayasan Jerman "Santa Barbara" cukup berhasil dalam upayanya memberantas bahaya ranjau darat yang belum meledak. Di Angola sejak tahun 1996 yayasan itu telah menjinakkan sekitar 23.000 ranjau dan bahan peledak. Nama Santa Barbara diambil dari nama seorang santa pelindung tradisional pasukan meriam dan kembang api di Jerman.

"Santa Barbara" didirikan tahun 1995 dan diprakarsai seorang warga Jerman, yang telah bertahun-tahun bekerja menjinakkan ranjau di Libya. Sebagian besar dana yayasan itu diperolehnya dari Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain menjinakkan ranjau, yayasan tersebut juga membantu korban yang membutuhkan perawatan kesehatan dan psikologis terkait dengan ini.

Thomas Roth, wakil pimpinan perusahaan "Santa Barbara" menunjuk pada struktur jaringan kerjasama di beberapa negara yang sudah mapan: "Kami juga melakukan kegiatan lain, misalnya bantuan pada korban ranjau. Di Angola juga ada organisasi seperti badan kerjasama teknik Jerman GTZ yang memiliki proyek klinik rehabilitasi dan produksi protesa untuk tubuh."

Namun secara keseluruhan bantuan untuk korban sipil masih sangat kurang.

Awal tahun 90an sedikitnya 50 negara masih memproduksi ranjau darat. Kini secara resmi tinggal 13 negara. Berdasarkan laporan pemantauan ranjau darat 2008 yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa Bangsa, sebanyak 42 juta ranjau berhasil dimusnahkan selama dekade terakhir. Namun walaupun sudah dilarang, ranjau anti personal masih digunakan di berbagai kawasan konflik, terutama di Afrika. Di sedikitnya 18 negara diperkirakan masih terdapat 30 juta ranjau yang belum ditemukan.

Ranjau darat mematikan manusia. Selain itu, juga menghalangi pembangunan sosial dan ekonomi di negara yang menjadi kawasan timbunan ranjau darat. Demikian kecam organisasi sipil lokal terutama di Afrika. Contohnya di Mesir, 22 persen tanah subur tidak dapat dimanfaatkan. Sebagian bahan peledak adalah peninggalan Perang Dunia Kedua.

Menurut organisasi PBB untuk anak UNICEF, setiap warga kelima di Angola tinggal di kawasan yang penuh ranjau darat. Namun, situasinya membaik setelah perang saudara berakhir tahun 2002 berkat program penyuluhan dan upaya organisasi internasional memusnahkan ranjau-ranjau itu.

Wakil pimpinan "Santa Barbara" Roth menuturkan: "Berkat pembangunan sistem jalanan dan perbaikan jembatan kini nampak jelas, bahwa kiriman barang lebih cepat tiba di tempat tujuan. Toko-toko di pinggiran jalan bertambah banyak. Jadi, kelihatan, bahwa pembangunan infrastruktur mengubah kehidupan di Angola menjadi lebih makmur."

Sampai kini belum ada penghapusan peringatan terhadap ancaman ranjau. Setiap tahunnya sekitar 1.400 orang meninggal akibat ranjau yang meledak dan angka korban luka diperkirakan jauh lebih tinggi. Negara penguasa militer seperti Amerika Serikat, Rusia dan Cina hingga kini tidak menandatangi perjanjian penghapusan ranjau darat, Konvensi Ottawa.

Mohamed El-Maziani,/Andriani Nangoy

Yuniman Farid