1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hari Bersejarah bagi Kamboja: Persidangan Tribunal Pertama Digelar

17 Februari 2009

Kekuasaan rezim Khmer Merah sudah tiga puluh tahun berakhir, baru kini persidangan pertama mulai digelar. Duch salah seorang pemimpin Khmer Merah menjadi terdakwa pertama di persidangan.

https://p.dw.com/p/Gvx6
Duch didampingi pengacaranyaFoto: AP

Tiga puluh tahun setelah runtuhnya kekuasaan Khmer Merah di Kamboja dan tiga tahun setelah dibentuknya Tribunal Khmer Merah, hari Selasa ini (17/02), persidangan pertama baru dimulai. Kaing Guek Eav yang terkenal dengan sebutan 'Duch' menjadi yang pertama dari sekian mantan pemimpin Khmer Merah, yang harus menghadapi dakwaaan, bertanggungjawab atas pelanggaran kemanusiaan dan kejahatan perang.

Duch merupakan komandan pusat interogasi penjara penyiksaan Tuol Seng. Terdakwa lainnya yang merupakan pemimpin negara pada saat Rezim Pol Pot berkuasa adalah Khieu Samphan, mantan menteri luar negeri Ieng Sary bersama istrinya yang dulu menjabat menteri sosial Ieng Thirith, serta pemimpin ideologi Nuon Chea.

Di bawah rezim Khmer Merah di Kamboja antara tahun 1975 hingga 1979, diperkirakan sekitar 2 juta orang terbunuh, lewat eksekusi maupun kerja paksa, jumlah tersebut sekitar seperempat penduduk Kamboja kala itu.

Helen Jarvis, juru bicara Dewan Luar Biasa Pengadilan Kamboja, yang secara resmi disebut tribunal, telah bertahun-tahun memainkan peran penting sebagai konsultan pemerintah Kamboja dalam tribunal mengungkapkan: "Ini merupakan momentum bersejarah bagi Kamboja, setelah persiapan tribunal ini bertahun-tahun. Kami memperkirakan ratusan rakyat Kamboja hadir dalam proses persidangan yang baru dibuka ini. Dan banyak juga lainnya yang menyaksikan jalannya sidang lewat televisi."

Tidak ada satupun keluarga di Kamboja, yang baik langsung maupun tidak langsung, yang tidak menanggung derita atas kekejaman Khmer Merah dan kehilangan anggota keluarganya. Pol Pot, pemimpin terdahulu Khmer Merah, meninggal dunia pada tahun 1998. Pemimpin Khmer Merah lainnya yang masih hidup, sudah renta dan sakit-sakitan. Apakah mereka bertobat atas perbuatannya? Banyak yang meragukan.

Babak kelam dalam sejarah Kamboja itu dulu tidak terdapat dalam pelajaran di sekolah. Baru di tahun-tahun belakangan pemerintah Kamboja mengizinkan diterbitkannya buku sejarah, yang diedit dari Pusat Dokumentasi di Phnom Penh, yang didanai oleh lembaga nirlaba Amerika Serikat. Pemimpin pusat dokumentasi Youk Chang mengatakan: "Proses ini merupakan pelajaran penting bagi generasi muda Kamboja, yang tidak mengalami era Khmer Merah. Ini juga membawa pesan yang jelas, bahwa seseorang harus dihukum, bila melalukan pelanggaran, walau sudah lewat 30 tahun sekalipun, mereka pun dapat digiring ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ini sangat penting bagi generasi muda."

Proses pengadilan ini berjalan cukup lama, hingga akhirnya Tribunal Khmer Merah dapat mulai bekerja. Penyebabnya cukup beragam. Diantaranya adalah pada tahun 1980an beberapa anggota tetap Dewan Keamanan PBB tidak memiliki kekertarikan pada proses ini. Cina menolak, karena memiliki hubungan dengan rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot. Sementara Amerika Serikat juga tidak tertarik, sebab tidak mengakui Vietnam sebagai pembebas rakyat Kamboja dan malah melihat Vietnam sebagai masalah. Tentara Vietnam pada tahun 1979 menghentikan kekuasaan rezim Khmer Merah.

Namun ada pula sebab lain, yakni pemerintah Kamboja sendiri menunda-nunda terus pengadilan Tribunal Khmer Merah. Perdana Mentri kamboja Hun Sen, yang dulunya anggota Khmer Merah, setelah didesak pada tahun 1997 akhirnya mengalah kepada PBB. Barulah pada Juni 2003 menyepakati kontrak proses tribunal. Tiga tahun sesudahnya pengadilan tribunal internasional untuk pertama kalinya secara resmi didirikan.(ap)