1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Olahraga

Hanya Asian Games Yang Bisa Membenahi Jakarta

3 September 2018

Asian Games berakhir. Apa yang berubah di Jakarta setelah berlangsungnya Asian Games? Simak opini Andibachtiar Yusuf berikut ini.

https://p.dw.com/p/33Nv1
Indonesien - Erföffnung der Asienspiele 2018 in Jakarta
Foto: Reuters/D. Whiteside

"Terima kasih Asian Games,” ujar seorang kawan sinis di akun media sosialnya. Ia warga Jakarta tulen yang lahir dan besar di kawasan Jakarta Pusat, sangat pusat malah karena posisinya tak jauh dari Istana Negara.

Seperti saya, lama sekali ia merasa Jakarta sangat awut-awutan dan berantakan. Kurang lebih 20 tahun terakhir kami mengalami situasi macet yang tiap tahun bukannya makin baik tetapi malah makin buruk.

Penulis: Andibachtiar Yusuf
Penulis: Andibachtiar Yusuf Foto: Andibachtiar Yusuf

Kedatangan para migran dari luar kota bukan saja membuat lapangan pekerjaan jadi areal perebutan, jalanan pun menjadi semakin ramai. Apalagi pemerintah provinsi seolah tak juga menemukan cara yang cocok untuk bisa mengurai masalah kemacetan ini.

Transportasi umum semakin boleh berhenti seenak udelnya, ruas jalan bukannya makin besar tetapi malah semakin sempit. Jalan Sudirman yang dahulu kala sungguh besar itu sempat hanya bersisa 2 jalur akibat ruwetnya situasi pembangunan di sana.

Maka bersyukurlah kawan saya dan juga saya pada Asian Games. Kami mengira bahwa azab jalanan ini akan berlaku lama, karena fasilitas transportasi umum di Jakarta di satu sisi membaik, tetapi di sisi lain malah berkurang. MetroMini, mikrolet atau ragam bus kota lainnya semakin berkurang. Jalur Trans Jakarta dan commuterline belum benar-benar mampu melingkupi seluruh wilayah di Jakarta.

Akibatnya layanan taksi motor alias ojek yang kini dimodernkan lewat jasa pesan online menjadi alternative terbaik—hal yang oleh sebagian orang dianggap sebagai pemecahan masalah kemacetan di ibukota—padahal sebuah ibukota negara selalu butuh fasilitas umum yang sesuai.

Asian Games mengubah segalanya

Kemacetan tak karuan itu seperti menemukan solusinya. Jakarta kini mulai tak macet lagi terutama di jalan-jalan utama, orang-orang yang mengaku warga Jakarta padahal tinggal di Bintaro atau Serpong—keduanya terletak di provinsi Banten—bersorak sorai karena jalur jalanan mereka menjadi lebih lenggang. Padahal di kawasan non ganjil genap situasinya sama saja, bahkan senantiasa jadi lebih parah.

Perjalanan dari Kemayoran menuju Senayan yang normalnya di hari kerja bisa mencapai sekitar 1-2 jam, kini sedang disiapkan dan dipastikan bisa ditempuh hanya selama 24 menit.  Pada saat Asian Games  berlangsung, para atlet manca negara yang diinapkan di kawasan Kemayoran tak mengalami segala siksaan yang selama ini sudah biasa dialami oleh warga Jakarta atau para komuter dari kota-kota satelit di Bodetabek.

Pesta olahraga terbesar di Asia ini memang memberi Jakarta banyak perubahan. Bukan cuma soal kemampuan bersoleknya yang ciamik, tetapi juga soal kemampuan menyulap semua areal macet itu menjadi lenggang.

Apapun caranya, pembenarannya jelas… karena ini adalah hajatan terbesar di Asia, yang bahkan Singapura sekalipun belum pernah menjadi tuan rumah.

Jalan Sudirman yang di masa kanak-kanak pernah saya lihat berjalur sangat besar dan lebar itu, kini tampak malah semakin lebar. Setidaknya 4 jalur kendaraan pribadi disediakan.

Jika pemerintah kota tidak membuat taman rumput sebagai bagian dari estetika keindahan, saya rasa jalanan tersebut akan bisa memuat lima jalur kendaraan dan menjadi 6 jalur jika jalur Trans Jakarta ikut diperhitungkan.

Investasi besar

Pesta olahraga memang adalah soal investasi, sebagian besar jangka panjang dan saebagian lainnya adalah jangka pendek. Afrika Selatan pun bebenah tak terkira saat mereka akan menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010, Brasil pun demikian demi Piala Dunia 2014 dan Olimpiade 2016.

Di kemudian hari segala infrastruktur yang dibangun atau diperbarui mereka gunakan sendiri dan sebagian diantaranya menjadi sarana komersial.

Stadion-stadion di Afrika Selatan atau di Ukraina (Euro 2012) misalnya, kini berfungsi juga sebagai mal yang lengkap dengan fasilitas ice skating misalnya. Tranportasi antar kota di Brasil menjadi sangat baik dan hajat hidup orang cenderung berubah.

Jakarta bisa jadi sedang menuju arah sana, walau rumput di sisi trotoar jalan utama di ibukota itu sudah mulai botak-botak dan kita tak pernah tahu apakah sarana di kawasan olahraga GBK itu akan punya fungsi komersial seperti di Stadion Luzhniki selepas Piala Dunia 2018 kemarin.

Juga saya yakin banyak sekali orang—termasuk saya—yang ragu bahwa trotoar jalanan kita akan tetap lapang tanpa gangguan pedagang kaki lima yang selalu saja punya izin dagang di tempat yang jelas terlarang macam trotoar, atau apakah jalur MRT dan LRT kita sungguhan sudah siap dipakai sampai bertahun  ke depan.

Tanpa Asian Games mungkin Jakarta masih tetap terjebak jadi kota yang semrawut. Semoga keteraturan ini bisa berjalan lama.

@andibachtiar, pembuat film

Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia adalah sepenuhnya opini penulis dan menjadi tanggung jawab penulis.

*Bagaimana komentar Anda atas opini di atas? Anda bisa sampaikan dalam kolom komentar di bawah ini.