1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hamas Lancarkan Tekanan terhadap Abbas

7 Oktober 2008

Presiden Palestina Mahmud Abbas harus segera mengadakan pemilihan umum. Jika tidak, sebelum masa jabatannya berakhir tanggal 8 Januari mendatang, ia akan digantikan anggota Hamas.

https://p.dw.com/p/FVkh
Presiden Palestina Mahmud AbbasFoto: AP

Menurut undang-undang, pemilu harus diadakan tiga bulan sebelum pemerintah berakhir masa jabatannya. Jadi kali ini, pemilu harus diadakan selambatnya 8 Oktober. Tampaknya Mahmud Abbas tidak akan mengikuti undang-undang tersebut. Karena ia tidak mengakui Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza sebagai kekuatan politik yang sah. Padahal Hamas memenangkan pemilu yang diadakan awal 2006 lalu secara legal.

Upaya Abbas

Abbas, yang sudah menjadi pengganti Yasser Arafat sejak 2005 awalnya berusaha untuk memerintah bersama Hamas, dengan parlemen yang mayoritas anggotanya dari gerakan Hamas. Upayanya gagal sepenuhnya Juni 2007. Saat itu Hamas dengan cara kekerasan mengambil alih kekuasaan di Jalur Gaza dan menyebabkan pembagian kekuasaan Palestina secara de facto antara Hamas di Jalur Gaza dan Fatah di Tepi Barat Yordan.

Upaya yang diadakan negara lain, terutama Mesir dan Arab Saudi, untuk mendamaikan kedua kubu, sampai sekarang gagal. Tetapi pemerintah di Kairo tidak sepenuhnya menyerah dan berusaha mengadakan putaran berikutnya pembicaraan politis antara Hamas dan Fatah yang bermusuhan. Ini menjadi dasar untuk dugaan, bahwa dengan tuntutannya untuk mengadakan pemilu, Hamas bermaksud mempengaruhi pembicaraan di Kairo.

Hamas in Gaza City
Petinggi Hamas duduk di samping foto anggota-anggota yang ditahan di IsraelFoto: AP

Perundingan Perdamaian

Dalam persaingan ini, yang ibaratnya seperti persaingan antar saudara, yang penting tentunya bukan hanya kekuasaan, melainkan juga strategi politik terhadap Israel. Mahmud Abbas dan Perdana Menteri Salam Fayyad, yang diangkatnya mengikuti haluan yang mengutamakan perundingan perdamaian. Tujuannya untuk menggerakkan Israel agar mengembalikan daerah yang diduduki sejak tahun 1967.

Sebaliknya, Hamas menolak sepenuhnya perundingan perdamaian dengan Israel, karena gerakan radikal itu tidak mengakui eksistensi negara Israel. Akibat sikapnya ini, Hamas dan wilayah Jalur Gaza terisolasi dari dunia internasional dan mendapat tekanan besar dari Israel. Namun demikian sikap Abbas yang lebih suka berdamai sampai saat ini juga tidak menghasilkan apa-apa. Hampir setahun lalu, Abbas dan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert menyepakati, untuk merumuskan peraturan perdamaian dalam waktu satu tahun. Sampai sekarang tidak satupun terlaksana.

Hamas Tetap Disukai

Waffenruhe zwischen Israel und Hamas vereinbart
Hamas sempat menyepakati gencatan senjata dengan Israel bulan Juni laluFoto: picture-alliance/ dpa

Bahkan sebaliknya, Olmert terpaksa menyatakan pengunduran dirinya dan sebelum penggantinya Tsipi Livni membentuk pemerintahan yang baru, tidak akan ada kemajuan berikutnya. Pernyataan Olmert, bahwa Israel akan melepaskan hampir semua daerah yang didudukinya, memang disambut baik oleh warga Palestina. Tetapi mereka juga menyadari, bahwa Olmert tidak akan dapat menentukan hal itu lagi.

Dalam tuntutannya agar presiden baru dipilih, Hamas juga menyiapkan alternatif lain. Yaitu jika kepentingan nasional memaksa, pemilu dapat diundur. Tetapi saat ini tampaknya Hamas ingin menggunakan kegagalan Abbas untuk kepentingannya sendiri. Sebagian besar anggota Hamas memang sudah lama berada dalam tahanan. Tetapi popularitas mereka tetap tidak berkurang. Turunnya Abbas dari tampuk pimpinan juga dapat menjadi langkah awal untuk pengambil alihan kekuasaan di Tepi Barat Yordan. (ml)