1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hakim Mahkamah Konstitusi Kunjungi Jerman

15 April 2008

Hakim mahkamah konstitusi I Dewa Gede Palguna berkunjung ke Jerman selama seminggu untuk bertukar pengalaman. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Indonesia memang digagas dari institusi serupa yang ada di Jerman.

https://p.dw.com/p/DiRU

Mahkamah Konstitusi di Indonesia dibentuk tahun 2003. Ketika itu, yang jadi acuan adalah Mahkamah Konstitusi Jerman yang sudah lama terbentuk. Tidak heran, kalau kedua institusi ini punya struktur yang mirip.

Hakim I Dewa Gede Palguna menjelaskan, Mahhkamah Konstitusi Jerman dan Mahkamah Konstitusi Indonesia mempunyai kewenangan untuk melakukan judical review, membubarkan partai politik, impeachmen presiden, juga mempunyai kewenangan untuk menyelesaikan sengketa atau kasus yang berkenan dengan pemilihan umum. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Indonesia sangat dipengaruhi oleh pemikiran dan pembentukan Mahkamah Konstitusi di Jerman.

Memang sejak mundurnya Suharto, ada konsultasi intensif antara para ahli hukum Jerman dan Indonesia yang diprakarsai oleh Yayasan Jerman Hans-Seidel Stiftung. Kepala Biro Christian Seidel Stiftung di Jakarta, Hans Hegemer menjelaskan:

"Dulu kami diundang Presiden Habibie untuk berbagi pengalaman tentang pembentukan Mahkamah Konstitusi. Empat setengah tahun lalu, Konstitusi Indonesia diamandemen, dan salah satu hasil amandemen adalah pembentukan Mahkamah Konstitusi. Strukturnya memang mirip dengan yang ada di Jerman.“

Tapi itu tidak berarti bahwa para ahli Jerman mau mempengaruhi reformasi konstitusi Indonesia. Christian Hegemer menekankan, pihak Jerman hanya aktif kalau diminta bantuan. Dan para ahli Jerman menghormati konstitusi Indonesia.

Hakim Konstitusi Palguna dalam kunjungannya ke Jerman sempat mengunjungi Sekolah Tinggi Teknik dan Ekonomi di Konstanz. Ia membawakan makalah mengenai reformasi konstitusi dan demokratisasi di Indonesia. Kepada para guru besar dan mahasiswa di Konstanz ia menerangkan:

“Ketika ide membentuk Mahkamah Konstitusi disampaikan lima tahun yang lalu, hampir semua orang Indonesia menolak ide itu. Tetapi sekarang, dalam waktu kurang dari lima tahun, yang terjadi di Indonesia adalah, orang memuji Mahkamah Konstitusi, dan orang ingin menambah kewenangan kepada Mahkamah Konstitusi.”

Selanjutnya Hakim Konstitusi Palguna mengatakan, pada awalnya hanya sedikit orang yang tau apa peran sebuah Mahkamah Konstitusi. Namun setelah setahun dibentuk, pandangan masyarakat berubah. Mahkamah Konstitusi misalnya diminta menguji ketetapan undang-undang pemilu yang tidak mengijinkan bekas anggota PKI mencalonkan diri sebagai anggota DPR.

"Di dalam ketentuan undang-undang itu terdapat satu pasal, satu artikel yang mengkatakan: Untuk menjadi anggota parlamen tidak boleh pernah terlibat kegiatan partai terlarang, Partai komunis umpamanya. Karena itu, kami menganggap ini bertentangan dengan Undang Undang Dasar, karena kebebasan untuk menganut keyakinan politik adalah hak setiap warga negara dan itu tidak boleh diambil oleh negara. Selama dia tidak melakukan kegiatan yang sengaja ditujukan untuk membahayakan konstitusi, maka hak itu harus dijamin. Nah, ketika kami memutuskan bahwa larangan ini bertentangan dengan Undang Undang Dasar, maka gegerlah Indonesia.“

Salah satu putusan yang paling penting bagi Palguna adalah, ketika Mahkamah Konstitusi harus menguji undang-undang tentang lembaga itu sendiri. Karena Undang Undang Mahkamah Konstitusi ketika itu hanya memberi kewenangan pada lembaga itu menguji undang-undang yang diputuskan setelah masa orde baru. Para hakim di Mahkamah Konstitusi kemudian menyatakan, pembatasan kewenangan itu bertentangan dengan prinsip konstitusi dan penegakan hukum. Jadi sekarang, Mahkamah Konstitusi berhak menguji semua undang-undang.

Akhir Agustus, masa kerja para hakim konstitusi akan berakhir. Hakim Palguna menyatakan tidak akan mencalonkan diri lagi. Secara prinsip ia menolak masa jabatan kedua bagi para hakim konstitusi, sekalipun itu dibolehkan menurut aturan saat ini.

"Saya lebih setuju dengan sistem seperti berlaku di Jerman: Satu kali dipilih tetapi untuk masa jabatan yang cukup panjang. Dengan demikian ini akan mengurangi terjadinya kontaminasi unsur-unsur politik di dalam pekerjaan mahkamah,“ kata Palguna.

Dari sembilan hakim konstitusi saat ini, enam hakim akan meninggalkan Mahkamah Konstitusi, berarti dua pertiga hakim yang bertugas saat ini akan diganti. Christian Hegemer, kepala biro Hans-Seidel-Stiftung di Jakarta berharap, hakim-hakim konstitusi baru nantinya bisa bekerja seefektif para pendahulunya.