1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Hadiah Nobel Kesusasteraan, Irak, Kamboja dan Raja Sihanouk

8 Oktober 2004
https://p.dw.com/p/CPQc
Pengarang Perempuan Austria Elfriede Jelinek, Pemenang Hadiah Nobel Kesusasteraan
Pengarang Perempuan Austria Elfriede Jelinek, Pemenang Hadiah Nobel Kesusasteraan

Hadiah Nobel Kesusasteraan tahun ini, dianugerahkan kepada pengarang perempuan Austria Elfriede Jelinek. Keputusan Akademi Kerajaan Swedia tersebut, mendapat sorotan dan komentar dari media Internasional. Dan kami jadikan sebagai tema pertama dalam acara SARI PERS. Tema yang kedua . mengenai laporan bahwa Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal. Dan tema yang ketiga , kemungkinan pengunduran diri Raja Kamboja, Sihanouk. Baiklah kami mulai dengan tema pertama, hadiah Nobel Kesusasteraan bagi pengarang perempuan Austria Elfriede Jelinek. Harian Perancis LIBERATION yang terbit di Paris menyebut terpilihnya Elfriade Jelinek, merupakan sebuah kejutan. Kami kutip:

Dengan diserahkannya hadiah kesusasteraan kepada pengarang perempuan Austria Elfride Jelinek, maka jumlah perempuan yang menerima hadiah Nobel , yang selama ini didominisasi pria , bertambah. Komitee Hadiah Nobel yang biasanya berusaha dengan cermat dan tepat, kali ini keputusan yang diambil juga mengundang mengejutkan. Pemilihannya mempunyai nilai ganda. Jelinek tidak hanya seorang pengarang perempuan, melainkan juga sebagai aktivis gerakan feminis.

Harian Italia CORRIERRA DELLA SERA yang terbit di Roma menulis:

Sebuah hadiah bagi seni provokasi yang kontroversial. Elfriede Jelinek yang dianugerahi Hadiah Nobel Kesusasteraan tahun ini, beberapa tahun lalu " dipersona non gratakan" oleh politisi sayap kanan Austria Jörg Haider. Dengan pemberian hadiah kepadanya membuktikan komite Nobel di Stockhlom kembali menampilkan selera provokasi. Ini juga merupakan tamparan terhadap politik kanan- tengah di Austria, yang memandang Jelinek sebagai seorang yang memburuk-burukkan negaranya sendiri.

Sementara itu Harian Rusia NESAWISSIMAJA GASETA yang terbit di Moskow memuji dianugerahkannya Hadiah Nobel Kesusasteraan tahun ini kepada pengarang perempuan Austria Elfride Jelinek. Kami kutip:

Akhirnya hadiah Nobel Kesusasteraan kembali dianugerahkan kepada seorang yang tidak hanya merupakan pengarang perempuan yang baik, melainkan juga pengarang yang benar-benar mengungkapkan skandal. Bukan menyangkut skandal masalah politik, melainkan menyangkut estetis dan etika. Karya kesusasteraannya menampilkan perjalanan kedunia fantasi dan feminisme.

Mengenai dianugerahkannya Hadiah Nobel Kesusasteraan tahun ini kepada pengarang perempuan Austria Elfriede Jelinek , terakhir kami kutip komentar harian Jerman FRANKFURTER ALLGEMEINE ZETUNG:

Tahun ini memang diharapkan agar hadiah Nobel Kesusasteraan jatuh ketangan seorang pengarang perempuan. Dalam pernyataan pertamanya, Elfriede Jelinek meredam kegembiraan .Kecemasannya bahwa hadiah yang diberikan kepadanya, hanya untuk meningkatkan kuota pengarang perempuan dalam kesusasteraan dunia, tidak beralasan. Komitee Hadiah Nobel di Stockhlom jarang menemukan seorang pengarang yang radikal dan yang tidak menyenangkan, seperti halnya Elfriede Jelinek. Sebagai pemenang hadiah Nobel kesusateraan tahun ini, Elfriede Jelinek tidak perlu berkecil hati, karena seperti pemenang hadiah lainnya, ia dipilih dengan tepat.

Kita masuki sekarang tema kedua. Yakni mengenai laporan yang mengungkapkan bahwa Irak tidak memiliki senjata pemusnah massal. Harian Inggris THE GURDIAN yang terbit di London berkomentar:

Meskipun tidak ditemukannya senjata pemusnah massal, tapi selama berbulan-bulan Perdana Menteri Inggris Tony Blair terus menyampaikan alasan bahwa Irak mengembangkan programnya. Tapi sekarang juga tidak terbukti adanya program tersebut. Dengan demikian pembenaran Inggris dan Amerika Serikat melancarkan invasi militer ke Irak, tidak memiliki alasan. Dan yang benar adalah para pengeritik Blair dan Bush.

Untuk mengakhiri acara SARI PERS kali ini dari SJDW kami kutip komentar harian Italia LA REPUBLICA yang terbit di Roma mengenai kemungkinan pengunduran diri Raja Kamboja Sihanouk. Selanjutnya kami kutip:

Raja Kamboja Norodom Sihanouk yang sakit-sakitan menyampaikan surat kepada parlemen dan meminta pengunduran diri. Tapi apakah seseorang dapat mengundurkan diri dari sebuah jabatan yang merupakan sebuah lambang?. Apa yang terkandung didalamnya, bila seorang monarki seperti Sihanouk yang sejak 72 tahun menjadi lambang negaranya, sekarang menyatakan akan mengundurkan diri. Warga Kamboja yang menyebutnya sebagai " bapak raja" tidak dapat memahaminya. Selama bertahun-tahun Kamboja dikaitkan dengan penderitaan. Tapi dalam kenyataannya, Kamboja masih tetap dapat mempertahankan eksistensinya. Dan itu pasti, merupakan jasa dari Raja Norodom Sihanouk, yang sekarang berusia 82 tahun.

.