1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanIndonesia

Gurih Sedap, Mitos yang Masih Banyak Dipercaya soal Santan

15 September 2023

Di tengah kepopulerannya, banyak mitos dan anggapan tentang santan yang beredar di masyarakat. Apa saja mitos dan fakta soal santan yang banyak dipercayai hingga kini?

https://p.dw.com/p/4WMFf
Ilustrasi makanan bersantan
Ilustrasi makanan bersantanFoto: Arti Ekawati/DW

Buat orang Indonesia, santan bukan bahan masakan asing. Santan bisa dianggap 'sobat karib' bagi beberapa jenis masakan Indonesia, misalnya opor, rendang, atau lontong sayur. Beberapa makanan tersebut dinilai tak enak jika tak bersantan.

Menurut survei dari Kantar yang melibatkan 1.200 responden di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa pada September 2019 hingga September 2020, jumlah konsumsi santan instan meningkat satu persen. Mengutip Coconut Handbook dari Tetra Pak, Indonesia dan Thailand saat ini adalah salah satu eksportir dan penikmat santan terbesar di dunia.

"Kuliner Indonesia juga banyak menggunakan santan, baik makanan maupun minuman, dan kelapa merupakan komoditi utama Indonesia," ucap ahli gizi Shintya Dewi kepada DW Indonesia.

Santan biang kolesterol tinggi?

Kata orang jangan banyak-banyak makan makanan bersantan nanti kolesterol bisa naik. Semua ini adalah mitos. Faktanya santan tidak mengandung kolesterol alias 0 mg. Sebaliknya, santan mengandung fitosterol yaitu produk natural yang ditemukan di tanaman yang justru baik untuk diet sehat dan bisa menurunkan kolesterol.

"Tidak, santan tidak mengandung kolesterol namun mengandung sumber lemak tidak jenuh yang baik untuk kesehatan," kata Shintya.

Shintya mengungkapkan, mitos santan penyebab kolesterol ini muncul usai proses pengolahan santan yang tak dianjurkan.

"Santan tidak akan menyebabkan kolesterol, dengan catatan santan tidak dimasak dengan suhu tinggi berulang kali. Karena lemak tidak jenuh akan berubah menjadi lemak jenuh yang merupakan salah satu penyebab sumbatan di pembuluh darah."

Kandungan gizi dalam santan

Apa saja sebenarnya yang terkandung dalam santan kelapa? Shinta mengungkapkan, dalam 100 gram santan mengandung 230 kalori, lemak sebanyak 23,84 gram yang terbagi atas lemak jenuh 21,14 gram, lemak tak jenuh ganda 0,261 gram, dan lemak tak jenuh tunggal 1,014 gram.

Selain itu, kandungan kolesterol santan adalah 0 mg, protein 2,29 gram, karbohidrat 5,54 gram, serat 2,2 gram, gula 3,34 gram, sodium 15 mg, dan kalium 263 mg.

Lalu, benarkah santan bikin gemuk? Kandungan lemak dalam santan memang ada. Namun, Shinta menjelaskan bahwa makan makanan bersantan tak akan membuat seseorang jadi gemuk. 

"Tidak jika dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi per orang per harinya. Kandungan 1 gram lemak adalah 9 kalori sedangkan karbohidrat dan protein 4 kalori per gram, dan 1 sendok teh lemak mengandung 50 kalori," ujar Shintya.

"Santan merupakan bahan makanan sumber lemak. Anjuran asupan lemak sehari tidak lebih dari 4 sdm makan atau 67 gram per hari."

Penderita asam lambung tinggi perlu hindari santan?

"Makanan yang disarankan untuk penderita asam lambung yaitu makanan yang mudah dicerna, tidak mengandung gas, dan lemak yang tinggi."

Orang yang punya masalah asam lambung boleh makan makanan bersantan asal dibatasi. Berbagai penelitian menyebut bahwa kelapa mengandung asam laurat yang memiliki sifat antimikrobia dan antiinflamasi.

Sebenarnya, santan disebut bisa mengurangi peradangan dalam tubuh dan membantu mencegah gejala refluks asam yang lebih parah dengan menenangkan kerongkongan dan melindungi lapisan perut.

Santan bikin diare?

Banyak orang yang beranggapan dan merasa usai makan atau minum minuman dengan santan akan menyebabkan diare. Kandungan lemak yang tinggi pada santan, daging kelapa, dan minyak kelapa dapat menyebabkan gejala pencernaan seperti diare atau kram perut, terutama pada penderita sindrom iritasi usus besar.

Menurut American College of Gastroenterology, ada dua penyebab utama diare akibat makanan berlemak yaitu gangguan pencernaan lemak karena rendahnya kadar enzim pankreas dan gangguan penyerapan lemak akibat penyakit usus kecil.

Kedua masalah ini menyulitkan tubuh manusia untuk memproses lemak makanan, dan pencernaan kelapa atau bahan yang mengandung kelapa melibatkan pemecahan banyak lemak. Perlu diketahui, bahan tambahan dalam santan kemasan jika didinginkan akan berpengaruh dalam sistem pencernaan.

Bahan tambahan dalam santan yang didinginkan dapat mempengaruhi sistem pencernaan karena bahan pengental dan pembentuk gel yang dapat menyebabkan gas, kembung, dan diare.

Gula alkohol seperti sorbitol, mannitol, laktitol, isomalt, dan maltitol, yang digunakan sebagai pemanis, dapat menyebabkan kembung dan diare. Selain itu, diare atau sakit perut usai makan kelapa atau yang mengandung kelapa bisa menjadi sebuah tanda intoleransi fruktosa.

Sakit perut setelah makan kelapa bisa menjadi tanda intoleransi fruktosa, suatu kondisi di mana tubuh tidak bisa memecah fruktosa (gula alami dalam buah-buahan, beberapa sayuran, dan madu) dengan baik. Gejala intoleransi fruktosa meliputi diare, gas, dan sakit perut.

Menurut Shintya, lemak akan dicerna lebih lama di pencernaan sehingga pada kasus diare orang perlu menghindari bahan makanan yang dicernanya lama. Penggunaan santan encer masih diperbolehkan. 

Jangan panaskan santan berulang kali

Untuk urusan yang satu ini adalah fakta. Santan memang tak boleh dipanaskan berulang kali, sekalipun rasanya pasti jadi makin mantap, gurih, dan medok.

"Karena kandungan lemak tidak jenuhnya akan berubah menjadi lemak jenuh yang berbahaya untuk kesehatan," kata ahli gizi dari RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita ini.

Hanya saja, dia mengungkapkan bahwa ini tak berarti bahwa makanan bersantan tidak boleh dihangatkan sama sekali.

"Tidak dimasak berulang kali dengan suhu tinggi. Jika ingin dihangatkan tidak mencapai suhu didih jadi kisaran suhu 70 derajat saja," katanya.

Santan penyebab tekanan darah tinggi?

"Santan tidak langsung menyebabkan tekanan darah tinggi, namun jika konsumsi berlebihan dan konsumsi santan yang dipanaskan berulang dengan suhu tinggi maka akan meningkatkan lemak jenuh dalam tubuh sehingga LDL (Low Density Lipoprotein) atau dikenal dengan lemak jahat dalam tubuh juga meningkat," ucapnya.

"Dengan peningkatan LDL dalam tubuh berisiko terjadinya penumpukan plak pada pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi menyempit dan menyebabkan tekanan darah juga meningkat. Tekanan darah yang tinggi terus-menerus akan menyebabkan penyakit jantung dan penumpukan plak yang terus-menerus dapat menyebabkan penyakit jantung koroner."

(ae)

C. Andhika S. Detail, humanis, dan tidak ambigu menjadi pedoman saya dalam membuat artikel yang berkualitas.