1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Green Kurban, Rayakan Iduladha Lebih Ramah Lingkungan

Fika Ramadhani
18 Juni 2024

Masyarakat di Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, merayakan Iduladha dengan konsep Green Kurban, yakni kurban tanpa kantong plastik. Hampir seluruh bagian hewan kurban dimanfaatkan agar ramah lingkungan.

https://p.dw.com/p/4h790
Green Kurban, pembagian daging kurban tanpa kantong plastik
Di Kampung Joyotakan, Green Kurban dimotori oleh Eco Bhinneka, sebuah komunitas beranggotakan muda-mudi lintas iman yang bertujuan menjembatani nilai-nilai agama dan lingkungan.Foto: Andreas Pamungkas/DW

Seusai melaksanakan salat Id pada Senin (17/06), warga Kampung Joyotakan, Solo, Jawa Tengah, mulai bersiap melaksanakan kurban. Selain mempersiapkan perkakas dan seperangkat alat penyembelihan, muda-mudi di kampung ini juga tampak sibuk menata besek, daun pisang, dan kantung kain.

Nantinya, semua daging kurban yang dibagikan kepada masyarakat akan dibungkus daun pisang, lalu dimasukkan ke dalam besek atau wadah dari anyaman bambu. Besek dipilih untuk mengubah kebiasaan masyarakat memakai pembungkus plastik saat mendistribusikan daging kurban.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Selain bisa dipakai ulang, besek juga lebih ramah lingkungan karena mudah terurai dan tak mengandung bahan kimia berbahaya. Panitia juga telah menyiapkan kantong-kantong dari kain untuk memudahkan masyarakat membawa jatah daging kurban.

Pentingnya jaga lingkungan dalam berkurban

Penyembelihan hewan kurban dalam jumlah besar tak jarang menghasilkan limbah yang merusak lingkungan. Melansir data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, pada 2022 proses penyaluran daging kurban menyumbang sedikitnya 70 ton sampah plastik.

Puluhan ton plastik inilah yang jadi fokus dari program Green Kurban. Konsep ini mengajak masyarakat berkurban dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan.

Di Kampung Joyotakan, Green Kurban dimotori oleh Eco Bhinneka, sebuah komunitas beranggotakan muda-mudi lintas iman yang bertujuan menjembatani nilai-nilai agama dan lingkungan. Eco Bhinneka adalah komunitas binaan Muhammadiyah, salah satu organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia.

"Di momen-momen keagamaan, sering kali kita tidak sadar bahwa ternyata kita membawa dampak buruk untuk lingkungan. Jadi kami ingin mengembalikan bahwa hakikatnya Islam itu rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh alam)," ujar Uswatu Hasanah, Koordinator Eco Bhinneka Solo.

Sejak 2017, Eco Bhinneka mulai mengenalkan Green Kurban ke beberapa daerah di Indonesia. Sedangkan bagi masyarakat Joyotakan, ini jadi kali pertama mereka merayakan Iduladha ramah lingkungan.

Uswah menambahkan, "pelan-pelan kami mengenalkan Green Iduladha ini ke masyarakat, bergantian tiap tahun dan tahun ini di Joyotakan. Permasalahan sampah di sini cukup memprihatinkan."

Kaum perempuan membagikan daging kurban ke dalam besek
Bagi masyarakat Joyotakan, Solo, ini kali pertama mereka merayakan Iduladha ramah lingkungan.Foto: Andreas Pamungkas/DW

Manfaatkan hampir semua bagian hewan kurban

Sebanyak 4 sapi dan 6 kambing akan dipotong di sini. Panitia telah menyiapkan 400 besek lengkap dengan daun pisang dan kantung kain untuk membungkus daging yang akan disalurkan ke warga sekitar.

Selain meminimalisasi penggunaan plastik, Green Kurban juga mendorong pemanfaatan maksimal hewan kurban, mulai dari daging, darah, kulit, hingga jeroan. Semua dimanfaatkan dan diolah secara ramah lingkungan.

Darah hewan kurban dialirkan ke dalam lubang sedalam 5 meter agar tak mencemari tanah di sekitarnya dan jadi sumber penyakit. Nantinya darah ini akan diproses oleh masyarakat setempat untuk dijadikan pupuk kompos atau biogas sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan. Begitu pula dengan tulang-tulang hewan yang juga akan diolah dan dimanfaatkan menjadi pupuk organik.

Jeroan kurban juga tak serta merta dibuang begitu saja. Panitia mengemas jeroan dengan dibungkus daun pisang secara terpisah, karena jeroan mengandung bakteri lebih banyak yang berpotensi mempercepat proses pembusukan daging.

"Kulit hewan juga kan bernilai tinggi, bisa dijual kembali atau diolah oleh masyarakat setempat jadi kerupuk. Begitu pula tulang dan jeroan, selain diolah jadi pupuk masyarakat di sini biasanya bakal menjadikannya sebagai bahan masakan untuk dibuat jadi tengkleng atau sup," jelas Uswah.

Ia juga menambahkan bahwa langkah ini jadi salah satu edukasi penting ke masyarakat untuk meminimalkan sampah sisa kurban.

Daging kurban dibagikan dalam besek dan daun pisang
Green Kurban mendorong pemanfaatan maksimal hewan kurban, mulai dari daging, darah, kulit, hingga jeroan. Semua dimanfaatkan dan diolah secara ramah lingkungan.Foto: Andreas Pamungkas/DW

Green Kurban cegah pemakaian 2 ton plastik sekali pakai

Green Kurban menawarkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan nilai-nilai religius dengan aspek keberlanjutan dan meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Membangun kesadaran masyarakat menjadi salah satu langkah penting.

KLHK mencatat pada 2022, sebanyak 81 kabupaten/kota telah menerapkan Green Kurban, Gerakan ini berhasil mencegah lebih dari 2 ton penggunaan kantong plastik sekali pakai.

Penerapan praktik pertanian berkelanjutan dapat mendorong inovasi dan pertumbuhan industri hijau, hal ini juga dapat meningkatkan kesadaran konsumen terhadap produk-produk ramah lingkungan. Data Kementerian Pertanian menyebut, permintaan produk organik di Indonesia meningkat sebesar 20% per tahun. 

Prinsip peternakan berkelanjutan seperti pengolahan kotoran ternak, hingga pendekatan manajemen pakan juga dapat menekan jejak karbon. Melansir Badan Pusat Statistik (BPS), sektor peternakan lokal menyumbang sekitar 15% dari total emisi gas rumah kaca di Indonesia. Memilih hewan kurban dari peternak lokal juga dapat mengurangi jejak karbon yang dihasilkan dari transportasi hewan jarak jauh. (ae)