1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gencatan Senjata di Sri Lanka Resmi Berakhir

15 Januari 2008

Dikuatirkan, fase paling berdarah dari konflik puluhan tahun segera dimulai.

https://p.dw.com/p/CpyD
Tentara berjaga di KolomboFoto: AP Photo/Gemunu Amarasinghe

Tekanan internasional terus bertambah menjelang berakhirnya kesepakatan gencatan senjata di Sri Lanka.

Pihak luar negeri masih merupakan faktor penting bagi pemberontak dan terutama bagi pemerintah di Kolombo. Tanpa dana bantuan, negara di pulau kecil di Asia Selatan itu, hampir tak mungkin bertahan.

Selasa (15/01), Jepang sebagai pemberi bantuan terbesar mengumumkan evaluasi terhadap bantuan miliaran Dollar. Mengakhiri kunjungan dua harinya di Kolombo, utusan Jepang Yasushi Akashi tidak menyembunyikan ketidakpuasannya.

Ia berkata, "Pemerintah Jepang menyatakan sangat prihatin terahdap keputusan pemerintah Sri Lanka untuk mengakhiri gencatan senjata. Keputusan ini bisa memicu peningkatan kekerasan dan bertambahnya korban sipil."

Gencatan senjata berumur 6 tahun itu, sudah ribuan kali dilanggar, baik oleh pihak pemerintah maupun pemberontak, terutama 2 tahun terakhir. Dengan pembatalan secara resmi, pemerintah membuka jalan untuk serangan militer besar-besaran terhadap kelompok separatis Macan Tamil Eelam, LTTE.

Sejak dua pekan lalu bisa disaksikan apa makna pembatalan tersebut. Militer menyerang lokasi pemberontak dari segala arah dan menewaskan lebih dari 200 pejuang Macan Tamil.

Pemberontak yang disusupi militer bereaksi dengan serangan bom, juga di wilayah selatan. Militer dan politisi kerap menjadi sasaran, namun rakyat sipil tak urung jadi korban.

Meski begitu, baik pemerintah maupun LTTE tetap menegaskan bahwa mereka menginginkan solusi politik. Walau pada waktu bersamaan militer mengintensifkan serangan militernya dengan tujuan memberantas LTT tahun ini juga.

Dalam kunjungannya pada saat-saat terakhir gencatan senjata di Sri Lanka, utusan pemerintah Jepang Yasushi Akashi menegaskan sebuah isyarat.

Ia mengatakan, "Saya memutuskan segera mengunjungi Sri Lanka karena saya ingin mendesak agar masalah ini diselesaikan lewat perundingan. Diakhirinya gencatan senjata dapat menjadi pemicu bagi penyelesaian konflik secara militer dengan dampak buruk bagi kemanusiaan."

Sejak akhir pekan, banyak surat kabar Sri Lanka berspekulasi bahwa Jepang akan menghentikan bantuan. Pemerintah Sri lanka menerangkan sebaliknya, Jepang akan melanjutkan pengucuran dana bantuan.

Utusan khusus pemerintah Jepang Akashi tidak memberi jawaban tegas. Namun ada peringatan halus yang diformulasikan dengan sangat diplomatis.

"Pengamatan secara cermat terhadap situasi saat ini merupakan dasar keputusan kami kelak. Kami juga memperhatikan perkembangan di masa depan", kata Akashi.

Sejak 25 tahun lalu, pemberontak LTTE memperjuangkan negara sendiri untuk minoritas Tamil di utara dan timur Sri lanka.

Kesepakatan gencatan senjata yang dicapai dengan susah payah tahun 2002 menumbuhkan harapan akan terwujudnya solusi damai. Namun pengambilalihan kekuasaan dari tangan mayoritas Singhala oleh Presiden Rajapakse dua tahun silam, memperburuk situasi secara dramatis. Kedua pihak menolak untuk sepaham dan memilih jalan kekerasan.

Perundingan dihentikan. Dua pekan lalu pemerintah mengumumkan diakhirinya secara resmi perjanjian gencatan senjata.

Hari Rabu (16/01) para pemantau gencatan senjata dari Skandinavia harus angkat kaki. Dan seperti ditakutkan kebanyakan pengamat di Sri Lanka, fase paling berdarah dari konflik puluhan tahun, akan dimulai.