1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gambari Cari Dukungan Penyelesaian Myanmar

Zaki Amrullah21 Februari 2008

Utusan khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk masalah Myanmar, Ibrahim Gambari, berada di Jakarta untuk meminta dukungan Indonesia bagi penyelesaian masalah Myanmar.

https://p.dw.com/p/DBBZ
Ibrahim Gambari dan Aung San Suu Kyi
Ibrahim Gambari dan Aung San Suu KyiFoto: AP

Utusan Khusus Perserikatan Bangsa Bangsa untuk masalah Myanmar, Ibrahim Gambari, akan segera mempertanyakan keputusan Pemerintah Junta Militer Myanmar yang melarang tokoh demokrasi Myanmar Aung San Su Kyi tampil dalam pemilihan umum tahun 2010 mendatang. Pernyataan itu disampaikan Gambari usai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Hasan Wirayudha di Jakarta, Gambari mengatakan masalah itu akan ditanyakan dalam kunjungannya ke Myanmar, awal bulan Maret mendatang.

"Itu merupakan salah satu permasalahan yang ingin saya diskusikan dengan pihak berwenang. Mereka telah mengundang saya untuk kembali ke Myanmar, mudah-mudahan di minggu pertama bulan Maret."

Pemerintah militer Myanmar telah mengumumkan rencana untuk melangsungkan pemungutan suara untuk konstitusi baru pada bulan Mei 2008 dan pemilihan umum multi partai tahun 2010. Sejumlah kalangan termasuk ASEAN menyambut baik keputusan itu sebagai tahapan dari peta jalan menuju demokrasi yang lebih konkrit. Tetapi senada dengan Gambari, negara-negara ASEAN juga menyesalkan adanya upaya menjegal Suu Kyi untuk tampil dalam pemilu. Dalam rancangan konstitusi baru itu, Pemerintah Myanmar melarang mereka yang memiliki suami dan anak dari negara asing seperti Suu Kyi tampil dalam pemilu.

Menurut Menteri Luar Negeri Hasan Wirayudha, mereka mengkhawatirkan masalah ini akan menciderai dua pencapaian penting Myanmar, yaitu rencana referendum dan pemilu multi partai.

“Kita angkat masalah ketentuan dalam konstitusi kita katakan pada pemilu sebelumnya dibolehkan dan apa alasan larangan ini. Kita ingin agar tidak hanya secara prosedur dan proses ada batasan yang jelas, tapi kita juga ingin seluruh proses itu kredibel, punya makna punya bobot. Karena itulah kita menekankan perlunya penyempurnan proses dari substansi.”

Utusan Khusus PBB Ibrahim Gambari, memuji langkah ASEAN itu. Ia juga kembali meminta ASEAN berperan mendorong masalah ini.

"Kami ingin melihat Myanmar yang damai, utuh, stabil dan sejahtera yang bergerak di jalur demokrasi yang menjunjung tinggi hak asasi manusia warganya. Hal itu merupakan tujuannya dan pihak berkuasa di Myanmar telah mengumumkan beberapa hal yang penting berkaitan dengan jangka waktu peta jalan yang sudah ditentukan. Yang penting kita berjalan bersama mereka, dengan negara-negara tetangga, ASEAN dan komunitas internasional untuk mendorong kredibilitas dari proses konstitusional ini, untuk menjadikan proses rekonsiliasi nasional menjadi lebih inklusif."

Jika terlaksana, pemilu di Myanmar akan menjadi yang pertama kali, sejak pemungutan suara multi partai tahun 1990 yang ketika itu dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi. Pemerintah milter yang berkuasa sejak tahun1962 menolak hasil pemilu itu dan malah memenjarakan Suu Kyi. Peraih Nobel perdamaian yang bersuamikan seorang akademisi Inggris, mendiang Michael Aris itu, namanya kembali mencuat setelah kekerasan yang dilakukan militer terhadap biksu Myanmar dalam unjuk rasa anti pemerintah September tahun lalu.