1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gagal Tembus ke DPR, Muncul Desakan Muktamar PPP Dipercepat

19 Juni 2024

Beredar surat dari Dewan Majelis PPP yang meminta kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di bawah Plt Ketum Mardiono segera menggelar Muktamar pada tahun ini.

https://p.dw.com/p/4hDwt
Partai Persatuan Pembangunan
PPP gagal melenggang ke Senayan untuk periode 2024-2029 setelah mengikuti Pemilu tahun ini. Dalam catatan sejarah, ini adalah pertama kalinya PPP gagal meloloskan kadernya ke DPR RIFoto: Jauh Hari Wawan S/detikcom

Dinamika di internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terus terjadi usai Partai Kakbah itu dipastikan gagal lolos ke DPR RI. Terbaru, beredar surat dari Dewan Majelis PPP yang meminta kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) di bawah Plt Ketum Mardiono segera menggelar Muktamar pada tahun ini.

Mengapa desakan Muktamar itu mencuat? Dalam surat diterima detikcom, tertulis keinginan dewan majelis agar segera dilakukan evaluasi menyeluruh usai kekalahan di pemilu.

Diteken Para Ketua Majelis

Adapun surat itu tertanggal sejak 1 Mei 2024. Terdapat empat tanda tangan petinggi dewan majelis dibubuhkan dalam surat, yakni Ketua Majelis Kehormatan Zarkasih Nur, Ketua Majelis Pakar Prijono Tjiptohrijanto, Ketua Majelis Syariah Mustofa Aqil Siroj, dan Ketua Majelis Pertimbangan M Romahurmuziy atau Rommy.

Surat itu berisi sejumlah sikap dewan majelis. Mereka meminta Muktamar digelar pada 2024.

"Bahwa, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh atas penurunan perolehan suara PPP secara nasional. Mengingat: (1) suara PPP di Tingkat nasional (DPR Rl) pada Pemilu 2024 jauh lebih rendah ketimbang perolehan suara PPP di Tingkat daerah (DPRD Provinsi dan Kabupaten Kota); (2) nomenklatur 'Pelaksana Tugas' Ketua umum PPP menyiratkan bahwa jabatan tersebut tidak permanen dan tidak dijabat secara normal sesuai periode," bunyi poin tersebut.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

"Forum yang tepat untuk melakukan evaluasi adalah Muktamar. Karenanya, kami meminta agar Muktamar digelar pada tahun 2024, selambat- lambatnya 3 (tiga) bulan setelah surat ini diterima."

Selain itu, dewan majelis juga meminta DPP segera menggelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) untuk menentukan sikap terhadap pemerintah mendatang.

"Bahwa, kontestasi Pilpres 2024 sudah selesai dengan adanya pengumuman MK tanggal 22 April 2024. Karenanya, PPP harus segera menentukan sikap terhadap pemerintahan mendatang melalui forum Permusyawaratan Partai yang sesuai. Kami mendesak agar segera dilakukan Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) untuk memutuskan hal tersebut dan hal-hal strategis lainnya," bunyi surat itu.

Prijono membenarkan ihwal surat tersebut. Dia menegaskan surat itu masih berlaku selama tidak ada respons resmi dari Mardiono.

"Betul. Dan masih berlaku sepanjang tidak ada jawaban resmi tertulis dari Plt Ketum," kata dia.

Pemilih Difabel: Suara yang Terpinggirkan di Pemilu 2024?

DPP Tegaskan Tetap 2025

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi atau Awiek pun merespons. Awiek mengatakan surat itu belum menjadi pembahasan di DPP.

"Terkait dengan surat ya kita nggak tahu ya. Saya sendiri belum pernah menerima surat itu, mungkin suratnya langsung ke plt ketua umum. Namun demikian surat itu tidak menjadi pembahasan di rapat pengurus harian maupun Rapimnas," kata Awiek kepada wartawan, Selasa (18/6).

Jubir PPP ini menjelaskan penentuan jadwal Muktamar dibicarakan dalam forum Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) yang kemudian direkomendasikan pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas). Menurutnya, para pimpinan di tingkat daerah telah menginginkan Muktamar digelar pada 2025.

"Di Rapimnas itu memang mengarah rekomendasi untuk Mukernas nanti akan menetapkan jadwal Muktamar. Informasi yang beredar, yang disampaikan DPW-DPW berharap Muktamar-nya di 2025. Meskipun Rapimnas sendiri itu tidak punya kewenangan untuk menjadwalkan karena penjadwalannya itu di Mukernas, maka rekomendasi Rapimnas itu menjadi bahan dalam Mukernas nanti," kata dia.

"Meskipun bukan forumnya tetapi rekomendasi di Rapimnas itu sifatnya mengikat. Ketika di Mukernas nanti tinggal dibacakan bahwa Muktamar 2025," imbuhnya.

Sindiran Keras Loyalis Suharso

Politikus PPP Syaifullah Tamliha merespons munculnya surat desakan dari Dewan Majelis PPP. Tamliha menolak sikap yang dilayangkan dewan majelis itu.

"Surat semacam itu jangan 'dibudayakan' dalam tubuh PPP. Mekanisme pergantian Ketum PPP sudah terperinci dalam AD/ART PPP, sehingga PPP tidak terjebak dalam politik oligarki yang hanya kalangan elite partai tertentu yang membuat keputusan tanpa melibatkan akar rumput," kata Tamliha kepada wartawan, Selasa (18/6).

Loyalis eks Ketum PPP Suharso Monoarfa ini mengungkit proses pergantian ketum di PPP era Suryadharma Ali dan Romahurmuziy atau Rommy yang menurutnya membawa kemunduran pada Partai Kakbah itu.

"Cukup sudah pergantian Suryadharma Ali dan Suharso Monoarfa sebab Ketua Umum hasil Muktamar dipecat di tengah jalan yang berakibat kursi DPR RI terjun bebas dari 39 kursi 2014 menjadi 19 kursi saat dipimpin Romahurmuziy 2019," ujar Tamliha.

"Dan saat ini setelah Suharso dipecat oleh 'mukernas abal-Abal' malah tidak lolos PT. Pelakunya hanyalah segelintir elite yang oportunis dan pragmatis yang masuk PPP dengan 'menjebol Kakbah dari belakang'," lanjutnya.

Tamliha pun menyerahkan respons desakan itu kepada pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP. Kendati demikian, dia menyebut Rapimnas PPP telah menolak apa yang disarankan oleh dewan majelis.

"Namanya juga pertimbangan, terserah pengurus harian untuk melaksanakan atau tidak. Yang jelas Rapimnas yang dihadiri oleh DPW se-Indonesia terkesan menolak saran dan pendapat oknum-oknum majelis," kata dia. (rs)

 

Baca detiknews, 

Selengkapnya "Muncul Desakan Muktamar Usai PPP Gagal Tembus ke Senayan"