1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Forum Ekonomi Dunia di Sharm el Syeikh

20 Mei 2008

Hari Minggu (18/05) hingga Selasa (20/05) di Sharm el Syeikh digelar Forum ekonomi Dunia.

https://p.dw.com/p/E3F8
Bush, Menlu Irak Zebari (kiri) Wapres Irak Abd-al-Mahdi dan deputi PM Salih (kanan) di Sharm El-SheikhFoto: AP

Dalam pertemuan yang terinisiasi dari pertemuan di Davos Swiss, sekitar 1100 wakil bidang politik dan ekonomi dari kurang lebih 50 negara membahas tema peluang dan strategi ekonomi di Timur Tengah. Upaya memajukan sektor swasta, masalah lingkungan juga tentang meningkatnya harga bahan pangan merupakan tema-tema yang dibicarakan dalam Forum ekonomi Timur Tengah tahun di kawasan wisata Mesir, Sharm el Syeikh. Meskipun demikian titik berat pembahasan terletak pada perkembangan situasi di Timur Tengah.

Kemiskinan adalah senjata pemusnah massal paling berbahaya, demikian menurut direktur badan energi atom internasional IAEA Mohamed el Baradei dalam podium diskusi Forum ekonomi dunia Timur Tengah di Sharm el Syeikh. Tema utama pembahasan adalah masalah ekonomi, bagaimana cara meningkatkan sektor swasta dan peranannya di kawasan itu. Tapi sekaligus tidak dapat ditutupi bahwa upaya tersebut selalu terancam krisis yang dialami Timur Tengah. Terutama konflik Israel-Palestina, krisis di Libanon, situasi di Irak dan sengketa atom dengan Iran. Tentang hal ini El Baradei menjamin sejauh ini IAEA tidak menemukan bukti bahwa Teheran mengembangkan senjata atom. Hal utama dalam konflik itu adalah masalah kepercayaan atau kurangnya kepercayaan pihak asing terhadap Iran. Sebaliknya konflik Israel Palestina oleh para peserta forum kali ini, dibanding pertemuan sebelumnya cenderung dipandang sebagai faktor pengganggu yang semakin besar bagi perkembangan di kawasan itu. Hal ini juga tidak terlepas dari pidato Presiden Amerika Serikat George W. Bush di depan parlemen Israel, sebelum mengakhiri rangkaian kunjungannya lima harinya di Timur Tengah dengan membuka Forum ekonomi di Sharm el Syeikh

„Perjanjian perdamaian adalah menyangkut kepentingan Palestina, menyangkut kepentingan Israel, menyangkut kepentingan negara-negara Arab dan menyangkut kepentingan dunia. Dan saya percaya bahwa kita jika para pemimpin didorong melakukannya, dapat mencapai perjanjian perdamaian pada tahun ini.“

Tapi pidato Bush yang pro Israel di Yerusalem pada awal rangkaian lawatannya di Timur Tengah, menyebabkan kekecewaan dan frustrasi dunia Arab. Dan Bush tidak berhasil menghapus perasaan itu di Sharm el Syeikh. Meskipun di sana Bush bertemu dengan Mahmoud Abbas, Presiden Palestina itu tidak menutupi kegusarannya dengan meninggalkan Sharm el Syeikh lebih awal dari yang dijadwalkan. Perdana Menteri Salam Fayyad paling tidak berusaha tetap memberi harapan, bahwa dalam konferensi di Annapolis November lalu, perjanjian perdamaian tahun ini bukan merupakan sasaran, melainkan setidaknya membuka pintu ke arah itu.

Sementara Raja Yordania Abdullah menyerukan untuk kerjasama yang luas di Timur Tengah, namun juga tidak menutupi bahwa pidato Bush di Yerusalem tidak disambut baik di kawasan itu

„Perayaan kemerdekaan tidak berisi selama perdamaian berkepanjangan ditampik karena kesalahan tidak dapat dikoreksi. Hari perayaan sebenarnya baru akan tiba jika keduanya, Palestina dan Israel dapat mengatakan: Saya bebas, saya aman, masa lalu berada di belakang kami.“

Semua itu menunjukkan perubahan yang berlangsung di Timur Tengah beberapa tahun terakhir. Kebanyakan negara Arab pada dasarnya menerima perdamaian dengan Israel dan mereka tahu perdamaian semacam itu akan memberi peluang besar untuk perkembangan ekonomi dan masyarakat selanjutnya. (dk)