1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
OlahragaEropa

Euro 2020: Bangkitnya Italia di Bawah Asuhan Roberto Mancini

12 Juli 2021

Italia sukses menjadi juara Euro 2020 setelah melawan Inggris di Wembley pada Minggu (11/07). Pelatih Roberto Mancini berhasil menyatukan tim berbakat dan menarik Italia keluar dari keputusasaan.

https://p.dw.com/p/3wLaN
Timnas Italia juara Euro 2020
Timnas Italia saat merayakan kemenangan di Stadion WembleyFoto: Nick Potts/PA/dpa/picture alliance

Tentu saja teriakan semacam "Campioni!" dan "Forza Azzurri!", menyemarakkan euforia kemenangan Italia melawan Inggris dalam laga Euro 2020.

"Ole, ole, ole! Spina! Spina!" juga terdengar meriah, saat para penggemar Italia memberi penghormatan kepada Leonardo Spinazzola. Dia adalah bek kiri Roma berusia 28 tahun, salah satu pemain yang menonjol di Euro 2020, yang mengalami cedera tendon Achilles di perempat final melawan Belgia dan terpaksa meraih medali kemenangannya memakai tongkat.

Spinazzola akan absen setidaknya selama enam bulan tetapi rekan satu timnya di timnas tentu tidak melupakannya dan mendedikasikan kemenangan mereka di "final" atau "Spinale" kepadanya.

Kebangkitan Italia di bawah Roberto Mancini

Setelah titik nadir bagi Italia terjadi pada November 2017, ketika kekalahan dari Swedia membuat mereka gagal lolos ke Piala Dunia untuk pertama kalinya sejak tahun 1958, Gli Azzurri tidak berekspektasi tinggi pada Euro 2020.

Tetapi pelatih Roberto Mancini yang mengambil alih pelatihan selama enam bulan setelah playoff mimpi buruk di Milan, berhasil membuat bangga Italia

Roberto Mancini, pelatih di balik kebangkitan Italia
Roberto Mancini, pelatih di balik kebangkitan ItaliaFoto: Pool via REUTERS

"Forza Azzurri!" adalah teriakan yang selalu diucapkan para penggemar Italia. Kata "forza", juga berarti "kekuatan", dan Mancini telah membuktikan dirinya sebagai seorang ahli yang dapat menarik kekuatan dari keputusasaan.

Bagi Mancini sendiri, ini adalah jalan menuju penebusan setelah karier internasionalnya sendiri gagal berkembang seperti yang dia inginkan. Meski mendapatkan status legendaris dengan 168 golnya dalam 566 pertandingan untuk klub Serie A Sampdoria dari tahun 1982 hingga 1997, Mancini hanya berhasil mencetak empat gol dalam 36 penampilan untuk negaranya.

Dia terkenal sebagai pemain penghangat bangku cadangan timnas Italia pada tahun 90-an, dan dengan kejam ditarik keluar dari skuad untuk Piala Dunia di Amerika Serikat tahun 1994, setelah diturunkan ke urutan ketiga di belakang Roberto Baggio dan Gianfranco Zola.

Memberi semua pemain kesempatan

Dengan kualifikasi dari Grup A yang sudah diamankan saat tahap penutupan pertandingan melawan Wales di Roma, Mancini menggunakan empat pergantian pemain yang tersisa untuk memberi Bryan Cristante, Giacomo Raspadori, Gaetano Castrovilli, dan bahkan kiper cadangan Salvatore Sirigu merasakan turnamen sepak bola.

Dia juga memanggil Francesco Acerbi, pemain berusia 33 tahun mantan pemain AC Milan yang gemar berpesta, namun kariernya meredup akibat kanker testis pada tahun 2014. "Saya biasa minum apa saja," kata Acerbi. "Saya serius mempertimbangkan untuk berhenti dari sepak bola. Kanker menyelamatkan hidup saya."

Sekarang, di bawah Mancini, bek Lazio itu telah menjadi bagian penting dari pertahanan Italia. Pengganti yang dapat dipercaya untuk bek tengah veteran Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini. Dia bermain selama 120 menit melawan Austria di babak 16 besar, bahkan memberi umpan gol untuk tendangan Matteo Pessina dengan permainan pertahanan yang rapi di dalam kotak penalti. 

Gianluca Vialli, gol kembar Mancini

Kemenangan Italia di Wembley pada Minggu (11/07), berhasil menggantikan salah satu kenangan kekalahan paling menyakitkan dalam karier sepak bola Mancini, yakni kekalahan saat perpanjangan waktu melawan Barcelona di final Piala Eropa 1992 di stadion yang sama.

Mitra Mancini malam itu adalah Gianluca Vialli, "capo delegazione", atau "kepala delegasi" Italia yang telah berhasil melewati suramnya kemunduran yang jauh lebih serius daripada kekalahan pertandingan sepak bola dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2017, Vialli yang merupakan mantan striker Sampdoria, Juventus, dan Chelsea, yang telah mencetak 16 gol dalam 59 penampilan untuk Italia itu, didiagnosis menderita kanker pankreas.

"Saya menganggapnya sebagai fase hidup saya yang harus dijalani dengan keberanian dan dari situ saya belajar sesuatu," kata Vialli pada November 2018 setelah menjalani delapan bulan kemoterapi dan enam minggu radioterapi.

"Sulit untuk memberi tahu orang lain, memberi tahu keluarga saya; kamu tidak pernah ingin menyakiti orang yang mencintaimu," katanya. "Ada rasa malu, seolah-olah itu salahmu. Saya akan mengenakan sweter di bawah baju saya sehingga orang lain tidak akan melihat (penurunan berat badan), sehingga saya akan tetap menjadi Vialli yang sama seperti yang mereka kenal." 

Pelatih Italia
"I gemelli del gol": "goal twins" Sampdoria Roberto Mancini (tengah) dan Gianluca Vialli (kiri)

Kanker itu kembali pada 2019 sebelum Vialli akhirnya dinyatakan sembuh pada April 2020. Mancini adalah salah satu dari sedikit teman dekat yang dia percayai.

Entah soal kekecewaan di lapangan dengan Sampdoria pada tahun 1992 atau penyakit yang mengancam jiwanya, namun "gemelli del gol", atau "gol kembar", seperti yang mereka kenal di masa-masa pertandingan mereka dulu, tetap bersatu dan bersama menarik kekuatan dari keputusasaan.

Leonardo Spinazzola tahu itu, dan begitu pula Franceso Acerbi. Dan pada Minggu (11/07) malam waktu Inggris, kemenangan Italia menjadi momen bangsa yang terlahir kembali, yang muncul dari masa suram akibat pandemi hingga ke kejayaan. Forza, Azzurri, forza! (Ed: pkp/rap)