1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

“Game of Thrones Versi Islam“ Laku Keras di Pakistan

Atif Baloch
3 Juli 2020

Drama Turki, Dirilis Ertugrul yang disebut sebagai “Game of Thrones Versi Islam“ berhasil meraup jutaan pemirsa televisi terutama dari Pakistan. Apa istimewanya dan apa pula efeknya?

https://p.dw.com/p/3ekFF
Patung tokoh Turki
Patung dari serial baru ErtugrulFoto: Reuters/M. Raza

Drama televisi tentang sejarah Turki, Dirilis Ertugrul (Kebangkitan Kembali Ertugrul)  sangat populer di Pakistan, terutama saat wabah COVID-19 merebak, di mana orang dibatasi untuk ke luar rumah, maka serial ini jadi pilihan jutaan pemirsa untuk duduk terpaku di depan layar kaca. 

Namun serial ini juga menerima banyak kritik bukan hanya karena berisi konten kekerasan, dan nasionalis, tetapi juga soal ketidakakuratan sejarah. 

Kanwal K. adalah seorang guru sekolah di kota Rawalpindi di Provinsi Punjab Pakistan. Kanwal mencoba mendedikasikan waktunya sebanyak mungkin bagi ketiga anaknya di samping bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. 

Putranya yang berusia 14 tahun, Ali, baru-baru ini membeli pedang mainan baru dan mewariskan pistol mainan lamanya kepada adik lelakinya yang menerimanya dengan gembira.  

Sementara itu, Nadia, saudara perempuan mereka yang berusia 10 tahun, mengatakan bahwa dia sama sekali tidak tertarik pada permainan kekerasan, tetapi melihat saudara-saudaranya bermain dengan senjata mainan tetap membuatnya merasa "bangga" karena ia menganggap "senjata mainan itu cocok untuk anak laki-laki." 

Kanwal mengatakan dia tidak mengerti mengapa kedua putranya suka bermain dengan mainan senjata tetapi dia memperhatikan bahwa "anak-anak sangat suka menonton film laga." Baru-baru ini, drama sejarah Turki "Ertugrul" adalah favorit terbaru di kalangan anak muda Pakistan. 

"Film itu tidak terlalu vulgar dan semua anggota keluarga dapat menikmati saat menontonnya," kata Kanwal sambil menambahkan bahwa dia berpikir film itu juga telah meningkatkan kesadaran di antara anak-anak tentang sejarah mereka. 

Dijuluki "Game of Thrones versi Muslim," Dirilis Ertugrul (Kebangkitan Kembali Ertugrul) drama televisi itu telah meraup banyak penggemar di Pakistan. 

Perdana Menteri Pakistan Imran Khan, bahkan memujinya dan mengatakan dia sendiri telah mendorong sesama warga Pakistan untuk menonton serial ini, Kanwal berharap kisah dalam film ini seharusnya akurat secara historis dan bisa bermanfaat bagi anak-anaknya. 

Alternatif untuk Hollywood dan Bolllywood? 

Hanya dalam kurun waktu dua bulan, lebih dari 58 juta orang melihat episode pertama Ertugrul disiarkan di saluran YouTube Pakistan Television Cooperation (PTV). Serial ini telah menyedot lebih dari 250 juta pemirsa hingga saat ini. 

Drama epik ini menceritakan kehidupan protagonis Ertugrul Bey, ayah pendiri Kekaisaran Utsmaniyah, Osman Bey. Berlatar sejarah abad ke-13, penggalan pertama serial ini menampilkan kampanye Turki melawan Tentara Salib di Anatolia, penggalan keduanya menampilkan pertempuran melawan bangsa Mongol, dan pada penggalan ketiga, perang dengan tentara Kristen, Bizantium. 

Disiarkan jaringan televisi pemerintah Turki TRT 1, seri blockbuster ini menampilkan lokasi yang eksotis, karakter yang megah dan karismatik dari wilayah tersebut, serta efek khusus berteknologi tinggi yang memukau. Ertugrul dianggap sebagai alternatif yang menarik bagi film-film Hollywood dan Bollywood di Pakistan. 

Tetapi kehadiran serial yang laris ini bukannya tanpa kritik. Tidak hanya keakuratan faktualnya yang dipertanyakan, drama ini juga dituduh mempromosikan fundamentalisme Islam dan nasionalisme Turki, di mana tema-tema utama serial ini sesuai dengan seruan populis Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. 

Wartawan dan pembuat film Pakistan yang berbasis di London, Mazhar Zaidi mengatakan Ertugrul adalah bagian dari upaya global untuk menciptakan kembali narasi "revisionis" dan mengglorifikasi aspek sejarah, guna memenuhi kebutuhan rezim populis Turki saat ini. 

"Sama sekali bukan hal baru bahwa partai politik dan rezim dari segala macam bentuk dan ideologi telah melakukannya di masa lalu. Masalahnya sekarang adalah bahwa hal itu dilakukan secara sengaja dengan mengecualikan pandangan alternatif sejarah lainnya. Ruang untuk suara lainnya sedang dirambah dan produksi populis seperti itu dipaksakan pada masyarakat," kata Zaidi. 

Namun demikian, pemerintah Pakistan memuji serial ini. Sementara, warga Lahore bahkan telah mendirikan dua patung di kota timur laut untuk memberi penghormatan kepada pemimpin Turki pada masa abad pertengahan, yang menjadi daya tarik wisata populer bagi penduduk setempat dan penggemar film itu. 

Khan menganjurkan penggunaan film 

Dalam upaya mempromosikan budaya dan nilai-nilai Islam di kalangan pemuda Pakistan, Khan telah mengeluarkan instruksi khusus kepada lembaga penyiaran negara untuk menyiarkan serial ini. 

"Di sini, kita biasanya menonton film Hollywood lalu Bollywood dan bolak-balik seperti itu - budaya pihak ketiga dipromosikan dengan cara ini," Khan merujuk pada pengaruh film asing di Pakistan. 

Dalam pertemuan tiga pihak dengan Erdogan dan Mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad di bulan September lalu di sela-sela sidang Majelis Umum PBB, Khan mengusulkan gagasannya untuk meluncurkan saluran televisi untuk melawan persepsi Islam yang dianggap tidak akurat serta islamofobia di dunia barat. 

Setelah pertemuan itu, Khan menulis di akun Twitter-nya, "Kesalahpahaman yang membawa orang bersama-sama melawan muslim harus diperbaiki; masalah penistaan ​​harus dikontekstualisasikan dengan benar; akan diproduksi film tentang sejarah muslim untuk mendidik rakyat kita sendiri dan dunia; Muslim harus diberikan tempat di media yang terdedikasi.“ 

Iffat Omar, seorang aktris populer, mengatakan kepada DW bahwa dengan menayangkan Ertugrul, PTV bekerja sama dengan agenda pemerintah. "Hal yang sama terjadi pada era Jenderal Zia ul Haq (di tahun 1980-an). Sekali lagi, kita diajari versi sejarah Islam yang terdistorsi. Imran Khan menganggap dirinya sebagai karakter heroik dalam sejarah Islam. Ia meyakini bisa menyelesaikan semua masalah dunia muslim dengan kepribadian karismatiknya."  

Omar mengatakan pemerintah Pakistan sebagai gantinya "seharusnya fokus pada film dan drama yang mempromosikan perdamaian dan koeksistensi," Ia menambahkan: "Kami telah banyak menderita gara-gara kebencian." 

'Cuci otak' bagi anak-anak? 

Sementara beberapa kalangan melihat drama itu sebagai suguhan hiburan yang tidak berbahaya dan mengalihkan pikiran dari kemumetan situasi di Pakistan saat ini, sebaliknya para ahli kesehatan mental memperingatkan bahwa Erugrul dapat memiliki dampak psikologis yang berpotensi bertahan lama pada anak-anak. 

Nancy Hartevelt Kobrin, seorang ahli psikoanalis dan pakar sastra Islam, mengatakan kepada DW bahwa film-film seperti Ertugrul menormalkan kekerasan dan perilaku chauvinis. Dia mengatakan anak-anak berisiko terjebak dalam fantasi kekerasan dari pemaparan film yang menonjolkan kekerasan dan cenderung meniru karakter tersebut dalam permainan-permainan mereka. Dia menambahkan bahwa tema-tema membela kehormatan dan rasa malu dalam Ertugrul juga dapat terbukti merusak kesejahteraan anak. 

"Rasa malu menghancurkan jiwa seorang anak sejak dini. Seringkali drama seperti itu dikatakan 'cuci otak,' tapi bisa jauh lebih buruk daripada itu karena menyulut fantasi kekerasan bersama secara bersamaan," demikian Kobrin memperingatkan. "Seorang anak belum belajar untuk bisa memisahkan antara fantasi dari kenyataan dan dalam menyebutkan kata-kata untuk meneror. Drama semacam itu menghasut kekerasan secara real time terhadap 'yang lain' - baik terhadap mereka yang nonmuslim atau mereka yang dianggap  tidak cukup 'radikal'." 

Pembuat film Zaidi mengingatkan bahwa seri seperti Ertugrul dapat memiliki dampak abadi pada generasi yang akan datang. "Di Pakistan, seluruh generasi yang tumbuh pada  era 1980-an yang mengonsumsi eulogi serupa dari Islam yang diimajinasikan dan diproduksi oleh lembaga penyiaran negara. Generasi itu tidak memiliki nuansa sejarah dan masih kebingungan." 

 

 

ap/as