1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikFilipina

Eropa Incar Filipina sebagai Jangkar Keamanan di Asia

David Hutt
6 Juli 2023

Hubungan strategis antara negara-negara Eropa dan Filipina tumbuh seiring meningkatnya kepentingan bersama para pemimpin untuk melawan aktivitas militer Cina yang di dekat Taiwan dan Laut Cina Selatan.

https://p.dw.com/p/4TTde
Penjaga pantai Cina di pesisir Filipina
Cina ingin melakukan kontrol atas Laut Cina Selatan dan sumber dayanyaFoto: Aaron Favila/AP/picture alliance

Di tengah peningkatan hubungan militer dengan Amerika Serikat dan Jepang, Filipina tampaknya siap memasukkan negara-negara Eropa dalam strategi keamanannya guna meningkatkan kewaspadaan terhadap Cina di Laut Cina Selatan.

Sebuah subkomite baru Uni Eropa dan Filipina untuk kerja sama maritim dibentuk minggu lalu, hampir bersamaan waktunya dengan kunjungan seorang pejabat militer Prancis senior ke Manila dalam rangka memohon kerja sama militer yang lebih luas.

Analis berpendapat bahwa di bawah kepemimpinan Ferdinand Marcos Jr., Filipina telah kembali ke keberpihakan pro-Barat dan mengambil sikap yang lebih tegas di Laut Cina Selatan, wilayah maritim yang memiliki kepentingan ekonomi global.

Cina mengklaim hampir seluruh Laut Cina Selatan sebagai wilayahnya. Ketegangan berlangsung seiring meningkatnya kontrol penjaga pantai Cina atas sengketa sumber daya maritim, misalnya di kawasan tempat penangkapan ikan.

Sebagai respons atas sikap Cina, Amerika Serikat dan negara-negara Barat lainnya melakukan latihan "kebebasan navigasi" di perairan yang dipersengketakan.

Pada awal Maret lalu, Washington mengumumkan bahwa pihaknya terlibat dalam pembicaraan dengan Manila untuk mengadakan patroli bersama di Laut Cina Selatan dengan Filipina, mengikutsertakan Australia dan Jepang.

Eropa incar peran keamanan yang lebih besar

Sementara itu, saat kunjungan ke Manila, utusan khusus Uni Eropa untuk kawasan Indo-Pasifik, Richard Tibbels, mengatakan bahwa ada "kepentingan yang kuat untuk memastikan bahwa kebebasan navigasi dan penerbangan terus berlanjut dan bahwa sistem perdagangan global tidak terpengaruh oleh meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut."

Untuk itu, Subkomite UE-Filipina untuk Kerja Sama Maritim yang baru dibentuk minggu lalu "guna memperkuat kerja sama dalam masalah maritim", demikian menurut sebuah laporan yang diterbitkan setelah pertemuan ketiga Komite Gabungan UE-Filipina yang berlangsung di Brussel pada tanggal 30 Juni lalu.

"Uni Eropa dan Filipina sepakat untuk terus bekerja sama secara erat dan membela tatanan internasional berbasis aturan, prinsip kedaulatan, integritas wilayah, dan nonagresi,” demikian ringkasan pascapertemuan.

Juga minggu lalu, Komandan Gabungan Prancis untuk Asia-Pasifik dan Angkatan Bersenjata Prancis, Laksamana Muda Geoffroy d'Andigne, mengunjungi Manila untuk menggarisbawahi kepentingan Prancis dalam meningkatkan hubungan keamanan.

Selama pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo, d'Andigne dilaporkan mengundang Angkatan Darat Filipina untuk ikut serta dalam latihan bersama di Polinesia Prancis dan Kaledonia Baru untuk pelatihan penanggulangan bencana, dan untuk meningkatkan kemampuan berbagi informasi mereka.

Infografik klaim di Laut Cina Selatan
Klaim sejumlah negara di Laut Cina Selatan

Mempertahankan kebebasan maritim di sekitar Filipina

Angkatan laut negara-negara Eropa telah terlibat dalam latihan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan, dan Jerman mengumumkan pada bulan Mei bahwa mereka akan mengirim gugus tugas dua kapal ke wilayah tersebut tahun depan.

Duta besar Jerman untuk Filipina, Anke Reiffenstuel menjanjikan lebih banyak dukungan dari Berlin. "Kita perlu memperkuat kemitraan dengan negara-negara yang berpikiran sama di kawasan. Bentuknya bisa berupa kerja sama keamanan maritim, berbagi informasi, latihan militer bersama, dan upaya kerja sama diplomatik,” kata Duta Besar Anke Reiffenstuel.

Tahun lalu, Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perdagangan dan Pembangunan memperkirakan total perdagangan bernilai sekitar $3,26 triliun atau 21% dari total perdagangan global, melewati Laut Cina Selatan pada tahun 2016.

"Uni Eropa dan Eropa memiliki kepentingan vital dalam menegakkan kebebasan navigasi di Laut Cina Selatan, jalur komunikasi penting bagi Eropa,” kata pakar hubungan internasional Indo-Pasifik di Universitas Wina. Alfred Gerstl.

Namun, saat ini, merupakan perjuangan berat bagi negara-negara Eropa untuk membuktikan komitmen mereka. Bahkan kehadiran maritim Prancis di kawasan ini, yang terkuat di antara kekuatan Eropa, masih "sangat terbatas," kata Gerstl kepada DW. "Oleh karena itu, kerja sama angkatan laut dan keamanan dengan negara-negara Asia Tenggara sangat penting,” tambahnya.

Membangun kepercayaan melalui perdagangan

Menteri Perdagangan dan Industri Filipina, Alfredo Pascual, mengatakan pekan lalu bahwa ia mengharapkan pembicaraan mengenai perjanjian perdagangan bebas, yang terhenti pada tahun 2017, bisa dimulai kembali dalam tiga tahun. Diharapkan kesepakatan ini akan diselesaikan pada tahun 2028.

Pascual, yang bertemu dengan Wakil Presiden Komisi Eropa dan Komisaris Perdagangan Valdis Dombrovskis di Brussels pekan lalu, juga menekan UE untuk memperluas pencantuman Filipina dalam skema perdagangan preferensial GSP+ UE.

Pencantuman itu berakhir pada akhir 2023 dan meskipun Komisi Eropa telah mengusulkan undang-undang untuk memperpanjangnya hingga 2033, tetap saja dibutuhkan persetujuan dari Parlemen dan Dewan Eropa.

Jika tidak diperpanjang hingga saat itu, pengenaan tarif dan bea akan memengaruhi perdagangan Filipina-UE, yang bernilai sekitar €16 miliar pada tahun 2022. Menteri Perdagangan Pascual mengunjungi Den Haag minggu lalu untuk menggalang lebih banyak investasi dari Belanda.

(ap/ha)