1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eropa Bukan Lagi Hanya Sebagai Kakitangan AS dalam NATO

3 April 2009

Dewasa ini, pengaruh Eropa dalam NATO semakin besar. Motto bahwa NATO terdiri dari satu negara adidaya dan 27 negara kakitangannya, tidak lagi berlaku.

https://p.dw.com/p/HPmC
Upacara kehormatan menyambut kedatangan Obama dalam pertemuan NATOFoto: AP

NATO tetap merupakan instrumen terpenting bagi Amerika Serikat untuk dapat menjaga kepentingan pertahanan trans-Atlantiknya di Eropa. Dalam waktu bersamaan, keanggotaan AS dalam NATO juga amat menentukan bagi kelanjutan berdirinya aliansi pertahanan ini. Demikian diungkapkan mantan penasehat Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher yang kini aktif dalam yayasan “Heritage Foundation“, Nile Gardiner:

“AS merupakan satu-satunya negara adidaya yang tersisa, dengan anggaran pertahanan sekitar 3,6 persen dari pendapatan domestik bruttonya, jauh di atas rata-rata anggaran pertahanan negara-negara Eropa. AS memainkan peranan penyangga dalam NATO dan juga misalnya dalam perang di Afghanistan. Tapi AS juga mengharapkan ditingkatkannya kontribusi, khususnya dari Jerman, untuk penugasan di Afghanistan dan misi lainnya.“

Akan tetapi, dewasa ini pengaruh Eropa dalam NATO semakin besar. Motto bahwa NATO terdiri dari satu negara adidaya dan 27 negara kakitangannya, tidak lagi berlaku. Hal ini diungkapkan Stephen Larrabee dari RAND Corporation di Washington, sebuah kelompok pemikir yang memberikan konsultasi masalah keamanan kepada pemerintah AS.

“Jika anda melihat KTT NATO terakhir di Bukarest, ketika Presiden Bush menyarankan agar Georgia dan Ukraina diterima menjadi anggota, Jerman dan Perancis memblokir usulan ini, artinya negara kakitangan AS itu, kini memainkan peranan cukup penting.“ Larrabee memberi contoh.

Lain halnya dengan penugasan pasukan di Afghanistan, AS tetap merupakan pengirim pasukan terbanyak. Pengumuman Presiden AS Barack Obama untuk mengirimkan pasukan tambahan, meningkatkan jumlah serdadu AS menjadi dua kali lipat dibanding seluruh jumlah serdadu mitra NATO di negara itu. Tapi Larrabee mengatakan; “Hal itu bukan karena AS memang menghendakinya. Melainkan karena negara-negara Eropa menolak mengirimkan lebih banyak serdadu ke Afghanistan.“

Hal itu juga disadari oleh Presiden Barack Obama. Dalam pidatonya menyangkut strategi baru di Afghanistan menjelang KTT NATO, Obama mengatakan: “Dari negara mitra dan aliansi NATO kami tidak hanya menuntut tambahan pasukan, melainkan kemungkinan kontribusi yang jelas definisinya. Dukungan bagi pemilu di Afghanistan, pendidikan aparat keamanan serta partisipasi lebih besar bagi pembangunan warga sipil Afghanistan.“

Walaupun begitu, dalam waktu bersamaan, Eropa juga mengembangkan politik keamanan dan pertahanannya sendiri di bawah payung Uni Eropa. Juga negara-negara yang bukan anggota NATO, dirangkul dalam sistem Eropa ini. Walaupun begitu, Presiden Perancis Nicolas Sarkozy sudah menegaskan, sistem tersebut bukan saingan bagi NATO dalam usianya yang memasuki 60 tahun. “Eropa memerlukan keduanya. Politik keamanan dan pertahanan Eropa akan menjadi pelengkap bagi NATO“, kata Sarkozy menegaskan.

Sementara isu, keretakan di dalam NATO yang mencuat selama era pemerintahan AS di bawah George W.Bush, kini juga tidak terdengar lagi. Dengan terpilihnya Obama sebagai presiden dan dilakukannya perubahan gaya kepemimpinan di Washington, Eropa dan AS kembali saling mendekat dan keretakan lebih lanjut dapat dicegah.

Christina Bergmann/Agus Setiawan

Yuniman Farid