1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dunia Telah Habiskan Jatah Ekologi untuk Tahun 2024

Alistair Walsh
2 Agustus 2024

Untuk mempertahankan tingkat konsumsi saat ini, manusia membutuhkan lebih dari satu setengah planet Bumi. Mungkinkah pemborosan sumber daya menghasilkan kebahagiaan?

https://p.dw.com/p/4j20K
Transportasi sebagai sumber emisi
Transportasi sebagai sumber emisiFoto: Patrick Pleul/dpa ZB/picture alliance

Pada 1 Agustus kemarin, umat manusia telah melampaui jatah konsumsi sumber daya untuk tahun 2024, sesuai dengan daya dukung ekologis di planet Bumi.

Hari Melampaui Batas atau Earth Overshoot Day merupakan kampanye organisasi lingkungan Global Footprint Network, yang mengukur tingkat konsumsi berkelanjutan di seluruh dunia.

Menurut perhitungan LSM asal Amerika Serikat itu, jika penduduk dunia terus menghabiskan sumber daya alam sebanyak dan secepat ini, akan dibutuhkan setara dengan 1,7 Bumi untuk menyediakan jumlah sumber daya yang cukup demi mengakomodasi gairah konsumsi manusia.

Hari Melampaui Batas menandakan tanggal, di mana sebuah negara melampaui jatah ekologi tahunannya.

Pemboros terbesar, seperti Qatar dan Luksemburg, telah menghabiskan jatah tahunan sejak bulan Februari. Negara lain seperti Indonesia, misalnya, baru akan melampaui batas pada bulan November.

Adapun Jerman, negara industri yang sedang menggiatkan transformasi hijau, sudah melampaui batas ekologinya pada 2 Mei silam. Artinya, warga Jerman membutuhkan sebanyak tiga planet Bumi untuk menyediakan sumber daya yang cukup demi mempertahankan laju konsumsi.

Peluang bagi reformasi hijau

Meski demikian, setelah meningkat hampir setiap tahun selama beberapa dekade teakhir, tren teranyar  menunjukkan dunia mungkin telah mencapai titik balik, kata Christoph Bals, direktur kebijakan di LSM lingkungan Germanwatch.

Kapal Kontainer Arungi Samudera dengan Etanol

"Ada banyak indikasi bahwa konsumsi berlebihan akan segera berkurang," katanya dalam sebuah keterangan pers. Pada tahun 2023, Hari Melampaui Batas jatuh pada tanggal 2 Agustus.

Namun, Bals memperingatkan solusi perlindungan iklim dan lingkungan harus "sangat dipercepat untuk menghindari titik kritis iklim dan punahnya spesies secara besar-besaran."

"Hari Melampaui Batas di Jerman adalah pengingat untuk mengubah persyaratan dasar di semua sektor, sehingga perilaku berkelanjutan menjadi sebuah kewajaran," kata Aylin Lehnert dari Germanwatch, pada bulan Mei silam.

Menurut Germanwatch, produksi dan konsumsi daging di Jerman merupakan salah satu pendorong utama penggunaan sumber daya bumi secara berlebihan. Sekitar 60 persen lahan pertanian digunakan untuk produksi pakan ternak, dan jutaan ton diimpor dari luar negeri.

Total impor Jerman menyebabkan kerusakan sekitar 138.000 hektar hutan tropis di seluruh dunia dari tahun 2016 hingga 2018, menurut badan pembangunan internasional GIZ.

Negara-negara berkembang, yang sebagian besar hidup sesuai jatah berkelanjutan, harus menanggung sebagian besar beban konsumsi berlebihan di negara kaya, melalui kerusakan lingkungan dan kerusakan akibat bencana cuaca ekstrem.

Pada bulan Mei, Friends of the Earth Germany, BUND, mengkritik penggunaan tanah, air, dan bahan baku secara sembrono di Jerman.

"Bumi kita kelebihan beban," kata Direktur BUND Olaf Bandt dalam sebuah pernyataan. "Negara, yang mengonsumsi sumber daya sebanyak yang kita habiskan, telah beroperasi dengan buruk dan gegabah," lanjutnya.

BUND meminta pemerintah Jerman untuk memperkenalkan undang-undang perlindungan sumber daya untuk tanah dan lahan, lahan pertanian dan padang rumput, daerah penangkapan ikan, air tanah dan permukaan, hutan dan kayu.

Konsumsi berlebihan tidak jamin kebahagiaan

Menurut Indeks Kebahagiaan atau Happy Planet Index, HPI, yang dirilis awal tahun ini, konsumsi berlebihan tidak serta merta menghasilkan kehidupan yang lebih baik.

Indeks tersebut, yang disusun oleh Hot or Cool Institute, lembaga pemikir kepentingan publik yang berpusat di Berlin, menggabungkan data kesejahteraan, tingkat harapan hidup, dan jejak karbon untuk menilai seberapa baik sebuah negara melayani warganya tanpa membebani Bumi secara berlebihan.

Menyelamatkan Bumi dalam 60 Menit?

Swedia dan Jerman, misalnya, memiliki tingkat kesejahteraan dan harapan hidup yang serupa. Tapi Swedia mencapai taraf tersebut dengan emisi per kapita yang 16 persen lebih sedikit daripada Jerman, bahkan kurang dari setengah jejak emisi per kapita Amerika Serikat.

Kosta Rika memiliki angka yang sebanding untuk harapan hidup dan kesejahteraan, tetapi dampak lingkungannya hampir setengah dari Jerman.

Pemborosan emisi kaum kaya

Vanuatu, Swedia, El Salvador, Kosta Rika, dan Nikaragua tercatat sebagai kelompok negara dengan keseimbangan ekologi dan ekonomi terbaik.

Indeks HPI juga menemukan bahwa 10 persen penduduk terkaya di dunia bertanggung jawab atas hampir setengah dari semua emisi global. Tapi saat yang sama, pemborosan emisi oleh kaum kaya hampir tidak mencatatkan peningkatan dalam kesejahteraan dan kesehatan dibandingkan dengan penghasil emisi rendah.

Contoh lain adalah penggunaan emisi untuk perjalanan udara. Mereka yang sering berpergian dengan pesawat tidak menunjukkan peningkatan kesejahteraan yang signifikan dibandingkan dengan mereka yang jarang terbang.

Di Amerika Serikat, sebuah studi tahun 2020 mengungkapkan bahwa rumah orang kaya memiliki jejak energi 25 persen lebih besar daripada rumah berpenghasilan rendah, dengan tingkat kepuasan hidup yang sama.

Lewis Akenji, direktur eksekutif Hot or Cool Institute, menyerukan agar negara-negara mengkaji ulang prioritas ekonomi. "Kita perlu fokus mengatasi pemborosan dan ketimpangan, yang memperburuk krisis di planet ini," kata Akenji dalam sebuah pernyataan.

rzn/hp