1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJepang

Dobrak Tradisi, Parfum Kian Digemari Pemuda Jepang

3 September 2024

Buat orang Jepang yang gemar mandi, parfum pernah dianggap sesuatu yang mencolok dan berlebihan. Di Jepang, tubuh hanya perlu tidak bau, tapi tidak perlu minyak wangi. Tapi kini, parfum kian digemari pemuda.

https://p.dw.com/p/4kBU2
Beragam parfum dijual di Jepang
Konsumen perempuan menguasai 80% pasar parfum Jepang dan laki-laki menguasai 20%Foto: Julian Ryall

Jepang secara tradisional dianggap sebagai pasar yang sulit untuk menjual parfum, deodoran, dan produk berbasis wewangian.

Namun, analis mengatakan sikap ini "berubah secara mendasar" dalam waktu singkat, dan daya tarik wewangian mulai diterima oleh konsumen.

Wewangian hanya mencakup sekitar 1,6% dari pasar kecantikan Jepang, yang sangat kecil di negara yang menjadi pasar kecantikan terbesar ketiga di dunia ini, kata Yoriko Oka, manajer senior di divisi wewangian dan kosmetik dari perusahaan importir produk mewah, Bluebell Japan Ltd.

"Namun, jelas telah terjadi perubahan dalam pola pikir konsumen," katanya kepada DW.

Studi oleh Fuji Keizai Group, sebuah firma riset pasar, memperkirakan pasar parfum domestik Jepang akan bernilai 54,7 miliar yen (sekitar Rp5,7 triliun) pada 2024, atau naik lebih dari 30% dari tahun 2020. Mereka juga memprediksi adanya pertumbuhan tambahan yang diantisipasi.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Ada beberapa alasan mengapa produk wewangian kian populer, kata Oka.

"Jelas, media sosial telah berkontribusi terhadap minat akan wewangian," kata dia. "Platform media sosial X (dulunya Twitter) sangat berpengaruh di Jepang dan komentar-komentar kecil di sana telah memicu tren."

Pergeseran budaya dan media sosial pengaruhi pasar parfum

Ken Masuno, manajer akun untuk firma analisis riset pasar Tokyoesque, setuju dengan penilaian ini.

"Saya pikir, budaya Jepang telah menjadi 'tempat bertemunya Timur dan Barat' selama beberapa dekade dan gerakan baru ini hanyalah pergeseran lain dalam perpaduan budaya. Media sosial sangat populer di Jepang. Karena itu, saat ini jauh lebih mudah memberikan pengaruh budaya dengan cara memiliki platform atau saluran yang tepat," katanya kepada DW.

Merek lain telah membuat terobosan baru lewat kerja sama dengan bintang pop Korea, yang sangat populer di Jepang. Pasar juga meningkat selama pandemi corona, ketika mayoritas orang di Jepang bekerja dari rumah dan tidak dapat bersosialisasi dengan teman-teman.

Dengan adanya uang yang waktu itu tidak begitu digunakan, perempuan muda mulai bereksperimen dengan membeli parfum secara online. 

Di Jepang, tubuh tidak bau berarti wangi

Namun, mengapa orang Jepang sebelumnya menghindari wewangian dalam kehidupan sehari-hari mereka?

"Jepang mungkin satu-satunya budaya di dunia di mana jika tidak punya bau berarti memiliki bau yang harum," kata Oka.

Parfum menjadi populer di Eropa sejak abad ke-16 terutama sebagai cara untuk menyembunyikan bau tidak sedap dari orang-orang yang jarang mandi. Sementara di Jepang, mandi setiap hari dan perhatian yang cermat terhadap kebersihan telah lama menjadi kebiasaan.

"Salah satu alasan utama mengapa pasar wewangian tidak berkembang di Jepang adalah karena gaya hidup penduduk di wilayah metropolitan," katanya. Menurutnya, wilayah perkotaan adalah tempat orang-orang sering kali harus berada di kereta yang penuh sesak selama perjalanan harian ke tempat kerja.

"Dan karena sifat orang Jepang yang selalu peduli dengan kenyamanan orang lain, mereka memilih untuk tidak memakai parfum dan 'mengganggu' penumpang di sekitar mereka."

Ada pula anggapan yang masih melekat di kalangan orang Jepang yang lebih tua dan lebih konservatif bahwa memakai parfum adalah hal yang "mencolok" dan tidak pantas dalam suasana formal, seperti di tempat kerja.

Namun, generasi ini sudah memasuki masa pensiun dan digantikan oleh pekerja yang lebih muda yang ingin mengekspresikan individualitas lewat parfum.

Emi Izawa, mahasiswa berusia 21 tahun, membeli botol parfum mewah pertamanya yakni Chanel N° 5 di toko bebas bea saat kembali dari perjalanan musim panas ke Eropa.

"Memang benar, saya jarang melihat orang lain memakai parfum di Jepang, tetapi itu sangat umum ketika saya ada di Prancis dan Italia, dan parfum itu wanginya harum," katanya kepada DW. 

Produk wewangian ikut laris manis

"Saya melihat perempuan Eropa sangat elegan dalam cara berpakaian mereka, dan menurut saya, parfum yang mereka pilih adalah bagian dari gaya mereka secara keseluruhan," kata Emi Izawa.

"Banyak anak muda Jepang juga berpakaian bagus, tetapi wewangian yang lembut juga menambah sesuatu yang berbeda. Saya tidak tahu apakah saya akan dapat mengenakan parfum saat bergabung dengan perusahaan pertama saya, tetapi saya pikir sikap orang-orang sudah berubah."

Menurut Oka, konsumen domestik terbesar adalah perempuan berusia 20-an dengan pendapatan yang cukup. Dengan konsumen perempuan menguasai 80% dari total pasar parfum dan pria menguasai 20%, ini adalah angka yang tidak terbayangkan pada satu generasi lalu.

Ada pula kenaikan ke sektor paralel, dengan lonjakan penjualan untuk produk perlengkapan mandi beraroma, produk keperluan rumah tangga, dan bahkan lilin beraroma.

"Saya pikir mungkin terlalu dini untuk mengatakan bahwa apa yang saat ini menjadi tren akan menjadi bagian penting dari budaya Jepang karena hal itu sepenuhnya bergantung pada perusahaan dan konsumen," kata Masuno dari Tokyoesque.

Namun, bagi sebagian orang, utamanya yang lebih kaya dan generasi muda, Masuno mengatakan telah terjadi perubahan mendasar dalam memandang pemakaian parfum dan produk wewangian.

(ae/hp)

Kontributor DW, Julian Ryall
Julian Ryall Jurnalis di Tokyo, dengan fokus pada isu-isu politik, ekonomi, dan sosial di Jepang dan Korea.