1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Pakar Desak Audit Laboratorium Penguji Corona Pemerintah

Detik News
17 Maret 2020

Tak ada kasus yang terdeteksi di Indonesia dalam dua bulan pertama penyebaran COVID-19 menjadi alasan pakar desak diadakannya audit bagi laboratorium penguji sampel corona Kemenkes. Audit dilakukan dalam semua fase.

https://p.dw.com/p/3ZYLH
Virus corona laboratorium simbol
Foto: picture-alliance/NurPhoto/M. Ujetto

Dua bulan pertama tak ada satu pun yang terdeteksi positif terjangkit virus corona membuat kinerja laboratorium Kementerian Kesehatan dipertanyakan. Sejumlah pakar meminta dilakukan audit menyeluruh pada laboratorium tersebut. Sebelum memperbanyak laboratorium rujukan yang bisa digunakan untuk menguji sampel.

"Perhatian kita karena zero case dalam waktu dua bulan dari Januari sampai Februari," ujar Peneliti Utama dari Stemcell and Cancer Institute, Ahmad Rusdan Handoyo Utomo, kepada wartawan, Selasa (17/03).

Tak adanya kasus yang terdeteksi dalam dua bulan tersebut menurut Ahmad terbilang ganjil. Pasalnya, sejumlah negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Vietnam sudah menemukan orang yang sudah terkena virus tersebut.

Ahmad menyebut salah satu faktor penyebabnya bisa saja Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tidak melakukan tes dalam jumlah yang banyak. Namun, bisa juga karena berbagai faktor lain. "Karena itu perlu namanya audit. Sebenarnya tujuan untuk memastikan protokol yang diadopsi lab itu konsisten," ujarnya.

Perlu audit untuk semua fase

Doktor ilmu kedokteran molekuler dari University of Texas Health Science Center, Amerika Serikat itu menjelaskan audit laboratorium dilakukan dalam semua fase. Mulai dari preanalisis, analisis, sampai pada pascaanalisis.

"Kalau kita bicara preanalisis, kita bicara sampel belum masuk lab. Saat sampel masih berada di fasilitas kesehatan (faskes). Karena Faskes ini yang ambil sampel. Ini audit yang pertama. Harus diaudit, Litbangkes ini menerima sampel dari mana saja," ujar Ahmad.

Pengambilan sampel pun harus menjadi perhatian. Panduan dari Kemenkes, sampel diambil dari dahak, swab nasofaring atau rongga hidung, swab tenggorokan, dan kemudian Bronchoalveolar Lavage (BAL).

Audit akan melihat apakah sampel yang diambil sudah dikirimkan dalam keadaan utuh. Ahmad menjelaskan virus corona materi genetiknya dalam bentuk RNA bukan DNA. "Materi genetik ini lebih rentan dan mudah rusak," ujarnya.

Menurut panduan dalam test kit Corona yang dibuat Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, untuk mencegah kerusakan, spesimen harus disimpan dalam suhu 4 derajat Celcius dan sampai ke laboratorium 16 jam setelah diambil.

"Sampai di laboratorium harus dicek lagi. Bagaimana kondisi sampel. Masih 4 derajat atau tidak?" ujar Ahmad.

Setelah diterima laboratorium, proses analisis kemudian dilakukan. Menurut Ahmad, Kemenkes harus membuka jenis test kit yang digunakan. Membuka test kit yang digunakan ujar Ahmad penting jika nantinya terjadi kekeliruan. Kalau Kemenkes secara teknis bisa memastikan mematuhi petunjuk dan prosedur pemakaian test kit artinya tanggung jawab berada di manufakturnya.

Selesai fase analisis, hasilnya akan masuk dalam proses laporan dan interpretasi. "Ini relatif lebih gampang," ujar peraih beasiswa postdoctoral dari Harvard Medical School dan Brigham and Women Hospital, Boston, AS itu.

Ahmad menyatakan hasil audit nantinya bisa dijadikan bahan pelajaran bagi laboratorium rujukan yang akan ditunjuk kemudian.

Lockdown di Indonesia

Jumlah pasien positif virus corona di Indonesia kian bertambah. Data terakhir Senin (16/03) ada 134 kasus. Namun, Indonesia tidak menetapkan lockdown seperti yang dilakukan beberapa negara-negara yang terjangkit virus corona.

Ketua Tim Riset Corona dan Formulasi Vaksin dari Professor Nidom Foundation (PNF), Prof. dr. Chairul Anwar Nidom mengatakan, lockdown bisa dilakukan di Indonesia. Namun, tidak berdasarkan wilayah administrasi. Sebab dimungkinkan timbul dampak besar.

"Sebaiknya dilakukan "lockdown kepulauan" (Indonesia negara kepulauan, maka air (laut) sebagai isolator terbaik)," kata Prof Nidom saat berbincang-bincang dengan detikcom, Selasa (17/03).

Menurutnya ini merupakan pekerjaan besar, akan tetapi bisa tuntas. Misalkan di Pulau Jawa, dengan asumsi satu persen penduduk yang terisiko infeksi. Maka dibutuhkan fasilitas untuk satu juta pasien.

"Semoga wabah corona menjadi gerakan solidaritas nasional," ujarnya. (Ed: rap/pkp)

Baca selangkapnya di: Detik News

Pakar Desak Audit Bagi Laboratorium Penguji Corona Pemerintah

Ketua Tim Riset Corona Sebut Lockdown Bisa Dilakukan di Indonesia, Asal ...