1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Diplomasi Hati-Hati Qatar Hasilkan Jeda Pertempuran di Gaza

Cathrin Schaer | Jennifer Holleis
28 November 2023

Kemampuan Qatar untuk berbicara kepada semua pihak dalam konflik di Gaza akhirnya membuahkan hasil. Kesepakatan jeda pertempuran di Jalur Gaza adalah hasil kerja keras "diplomasi pragmatis“ Qatar.

https://p.dw.com/p/4ZVwx
Emir Qatar Tamim Bin Hamad Al-Thani
Emir Qatar Tamim Bin Hamad Al-Thani di Berlin, Oktober 2023Foto: Joerg Carstensen/picture alliance

Pengumuman kesepakatan "jeda kemanusiaan” di Jalur Gaza dapat dianggap sebagai kemenangan besar diplomasi negara kecil Qatar. Negosiasi tentang pembebasan sandera Hamas, yang ditukar dengan tahanan Palestina di Israel, telah berlangsung selama berminggu-minggu. Pada satu titik, pemerintah Israel dilaporkan menolak tawaran serupa dan memilih melancarkan serangan darat ke Gaza. Namun, tekanan komunitas internasional, terutama dari Amerika Serikat, dan dari keluarga sandera di Israel semakin meningkat, yang menuntut agar pemerintah fokus pada pembebasan sandera.

Mesir, yang menandatangani perjanjian perdamaian dengan Israel tahun 1979 dan berbagi perbatasan dengan Israel dan Gaza, juga membantu dalam negosiasi tersebut. Namun Qatar yang memainkan peran kunci dan memimpin mereka perundingan.

Setelah Qatar mengumumkan terjadinya kesepakatan "jeda pertempuran", Presiden AS Joe Biden dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken memposting pesan di X (sebelumnya Twitter) dan berterima kasih kepada Mesir dan Qatar atas "kemitraan penting” mereka dalam negosiasi. Sebelumnya, penasihat keamanan nasional Israel Tzachi Hanegbi sudah memuji peran Qatar. Dia menulis di media sosial bahwa "upaya diplomasi Qatar sangat penting saat ini.”

Namun tidak semua orang begitu senang dengan negara Teluk yang kecil ini. Beberapa komentator mengatakan, para perunding seharusnya berusaha lebih keras untuk menjamin pembebasan lebih banyak sandera. Yang lain berpendapat bahwa karena Qatar telah menjadi rumah bagi para pemimpin politik Hamas sejak tahun 2012, maka Qatar juga harus dipandang terlibat dalam serangan Hamas ke Israel.

Kebijakan luar negeri yang hati-hati

Para ahli sepakat bahwa Qatar mengambil kebijakan luar negeri yang baik, dan berperan sebagai "Swiss di Timur Tengah”, dengan tetap membuka pintu bagi semua pendatang. "Peran Qatar sangat sensitif, karena emirat ini telah mengandalkan peran perantara selama lebih dari dua dekade,” kata Guido Steinberg, peneliti senior di German Institute for International and Security Affairs SWP di Berlin, kepada DW baru-baru ini.

Di masa lalu, Qatar juga bertindak sebagai penengah antara komunitas internasional dan Taliban di Afganistan, yang juga memiliki kantor politik di Doha. Pada saat yang sama, Qatar juga menjadi tuan rumah markas militer AS terbesar di Timur Tengah, yaitu di Pangkalan Udara al-Udeid, yang memainkan peran penting dalam evakuasi dari Afganistan pada tahun 2021. Hal ini menyebabkan Qatar digambarkan sebagai "sekutu utama non-NATO".

Qatar sejak dulu telah menjadi penengah antara Israel dan Hamas– misalnya pada Perang Israel-Gaza tahun 2014. Qatar sempat membekukan hubungan dengan Israel pada tahun 2009, namun diduga mempertahankan hubungan di balik layar. Pada tahun 1996, ketika negara-negara lain di kawasan itu dengan tegas menentang hubungan apa pun dengan Israel, Qatar mengizinkan Israel untuk membuka misi dagang di Doha.

Donor besar di Gaza

"Qatar telah lama memiliki hubungan pragmatis yang menggunakan insentif finansial untuk mengelola dan meredakan berbagai ketegangan dan perang antara Israel dan Hamas,” kata Sanam Vakil, direktur Program Timur Tengah dan Afrika Utara di lembaga think tank yang berbasis di Inggris, Chatham House. Vakil melihat Qatar sebagai "perantara alami untuk mengamankan para sandera dan menemukan titik masuk untuk mengurangi ketegangan dan melindungi orang-orang di lapangan ketika masalah kemanusiaan memburuk.”

Baru-baru ini, Qatar menghabiskan sekitar USD30 juta per bulan untuk Gaza. Namun beberapa pengamat berpendapat bahwa uang Qatar telah mensubsidi sayap militer Hamas dan digunakan untuk tujuan jahat.

Menjawab pertanyaan Reuters tentang dana Gaza bulan lalu, seorang pejabat pemerintah Qatar mengatakan, dana tersebut diperuntukkan bagi keluarga yang membutuhkan dan gaji pegawai negeri, termasuk dokter dan guru di Jalur Gaza. PBB menyebutkan, 80% penduduk Jalur Gaza bergantung pada bantuan internasional, bahkan sebelum krisis saat ini terjadi.

Uang Qatar sebenarnya masuk melalui Israel, kata seorang pejabat Qatar kepada Reuters. Dana tersebut ditransfer secara elektronik ke Israel, yang kemudian diteruskan ke otoritas Gaza yang dikelola Hamas, dan semua pembayaran "sepenuhnya dikoordinasikan dengan Israel, PBB dan Amerika Serikat,” kata mereka.

"Kesepakatan yang dinegosiasikan Qatar antara Israel dan Hamas menandai pencapaian diplomatik penting pertama sejak dimulainya perang,” kata Hugh Lovatt, peneliti senior di tangki pemikir European Council on Foreign Relations (ECFR). "Ini adalah kesempatan untuk membuka ruang memajukan gencatan senjata penuh yang diperkirakan akan terjadi pada jalur diplomatik yang lebih luas,” pungkas Lovatt kepada DW.   (hp/as)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.