1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Dilema Regulasi dan Kebijakan bagi Ojek Online

Rizki Akbar Putra
15 April 2020

Permenhub nomor 18 tahun 2020 yang mengizinkan ojek online membawa penumpang dinilai kontraproduktif di tengah pandemi virus corona saat ini.

https://p.dw.com/p/3aw6w
Gojek dengan penumpang
Foto ilustrasi: Ojek onlineFoto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi dalam Rangka Pencegahan Penyebaran COVID-19, sontak memicu polemik. Masalahnya, dalam pasal 11 ayat 1d disebutkan bahwa dalam hal tertentu untuk melayani kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan pribadi,sepeda motor dapat mengangkut penumpang dengan ketentuan harus memenuhi protokol kesehatan seperti disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan sesudah digunakan, menggunakan masker dan sarung tangan, dan tidak berkendara jika suhu tubuh di atas normal.

Padahal menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang diterbitkan lebih dahulu, dalam pasal 15 disebutkan bahwa ojek daring hanya boleh beroperasi mengangkut barang, bukan orang.

Regulasi Menkes ini pun sudah diadaptasi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam Peraturan Gubernur Nomor 33 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan COVID-19 di Provinsi DKI Jakarta.

"Ini berlaku juga untuk kegiatan lain yang menggunakan roda dua. Jadi, bagi anggota keluarga yang bersama menggunakan roda dua, kalau dari rumah yang sama, alamat KTP yang sama, bepergian sama-sama, tidak masalah. Tapi, kalau angkut penumpang untuk usaha tidak diizinkan, karena potensi penularan menjadi tinggi,” ungkap Anies di Balai Kota Jakarta, Senin (13/04) malam.

Namun, Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan, yang menandatangani Permenhub Nomor 18 tahun 2020 mengatakan, penerapan peraturan tersebut dikembalikan lagi ke setiap daerah.

"Aturan Permenhub itu dibuat untuk seluruh Indonesia, sehingga Pemda bisa atur sendiri kebutuhannya. DKI nggak bolehkan ya silakan urusan dia, Pekanbaru misalnya dia bolehkan, kan tiap daerah punya lebihnya," ujar Luhut dalam video conference bersama awak media, Selasa (14/04).

Ambigu dan kontraproduktif

Kepada DW Indonesia, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, Permenhub Nomor 18 tahun 2020 bersifat ambigu dan kontraproduktif.

"Apabila diterapkan, siapa petugas yang akan mengawasi di lapangan dan apakah ketentuan tersebut akan ditaati pengemudi dan penumpang sepeda motor? Bagaimana teknis memeriksa suhu tubuh setiap pengemudi dan penumpang?" terang Djoko.

Djoko yang juga merupakan akademisi Universitas Katolik Soegijapranata, menilai peraturan tersebut harus segera dicabut dan direvisi.

"Pasti ribet urusan di lapangan dan mustahil dapat diawasi dengan benar. Apalagi di daerah, tidak ada petugas khusus yang mau mengawasi serinci itu. Jika dilaksanakan akan terjadi kebingunan petugas di lapangan dengan segala keterbatasan yang ada," papar Djoko lebih lanjut.

Ojek online jadi anak emas?

PT Pertamina juga mengeluarkan kebijakan kepada angkutan ojek online (ojol) Selasa (15/04), berupa pemberian cash back sebesar 50 persen untuk pembelian bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi. PT Pertamina mengungkapkan bahwa kebijakan ini ini untuk meringankan beban hidup para pengendara ojol di tengah pandemi virus corona.

Kementerian Pertanian juga menggandeng perusahaan aplikator transportasi online untuk pembelian sembako. Ojol merupakan satu-satunya sektor transportasi yang diajak bekerja sama. Hal ini berbeda dengan perusahaan-perusahaan transportasi lainnya yang harus berupaya mandiri.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga mengumumkan pemberian kelonggaran pembayaran kredit kendaraan selama satu tahun bagi masyarakat yang bekerja di sektor informal seperti pengendara  ojol. Bahkan, para pengemudi ojol juga akan mendapatkan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari pemerintah di saat pandemi virus corona ini.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, berpendapat bahwa sederet "bantuan" yang diberikan pemerintah hanya menguntungkan pihak pengendara ojol namun tidak melirik pengemudi transportasi umum lainnya.

"Pengemudi ojek daring masih punya peluang mendapatkan penghasilan dengan membawa barang. Sementara pengemudi angkutan umum lainnya tertutup peluang itu. Karena mobilitas orang berkurang dan moda yang digunakan dibatasi jumlah penumpangnya," papar Djoko kepada DW Indonesia, Rabu (15/04).

Berdasarkan data Direktorat Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, terdapat 3.650 perusahaan bus/angkutan di tahun 2019.

"Jika pemerintah dan BUMN mau adil, tidak hanya pengemudi ojek daring yang mendapatkan cash back untuk pembelian BBM atau bentuk bantuan lainnya, akan tetapi bantuan diberikan pula pada seluruh pengemudi transportasi umum yang lainnya," terangnya.

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Indonesia, Agus Pambagio, dalam kesempatan terpisah juga mengimbau pemerintah untuk memperhatikan nasib pengendara tranportasi umum lainnya.

"Angkutan umum yang lain harus diurus, bukan hanya ojol. Ojol ini sudah banyak menyusahkan pemerintah karena tidak mau diatur. Sebenarnya bukan pengendara ojolnya tapi operatornya. Kenapa dia saja yang dikasih fasilitas? Semua supir angkutan umum, bajaj, bemo kalau masih ada, angkot harus dikasih juga. Mereka tidak punya penumpang lagi," ujar Agus kepada DW Indonesia.

Membela ojol layak diperhatikan

Menanggapi polemik ini, Ketua Presidium Nasional Gabungan Aksi Roda Dua (Garda) Igun Wicaksono berpendapat bahwa pengendara ojol layak diperhatikan, karena saat ini pengendara ojol tetap beraktivitas untuk masyarakat di tengah ancaman pandemi virus corona.

"Saat ini kan ojol beraktivitas buat masyarakat juga ya, kami masih kirim makanan dan kebutuhan yang sulit dijangkau di tengah bahaya corona. Ya kami minta perhatian lah," ujar Igun dilansir detiknews, Rabu (15/04).

Lebih lanjut ia mempersilakan berbagai pihak untuk beropini terkait perhatian lebih yang didapat pengendara ojol. "Ini kan opini masyarakat, ya silakan, mungkin karena memang kami terus bersuara baik kepada pemerintah maupun lembaga lain agar ojol diperhatikan. Kelompok lain juga kan bisa aja silakan bersuara terus," jelas Igun.

rap/as (dari berbagai sumber)