1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Dianiaya Karena Agama, Bocah Yahudi Terpaksa Pindah Sekolah

3 April 2017

Seorang bocah Yahudi di Berlin terpaksa pindah sekolah karena mengalami penganiayaan bernada kebencian dari rekan sekelasnya. Kasus itu mencuatkan fenomena kuatnya sentimen anti Yahudi di kalangan minoritas muslim Jerman

https://p.dw.com/p/2aXiW
Symbolbild Kippa und Kopftuch
Foto: picture-alliance/dpa/B. Pedersen

Seorang bocah Yahudi terpaksa meninggalkan sekolahnya di Berlin, Jerman, setelah menjadi korban intimidasi anti semitis dari kawan sekelas. Philip (bukan nama sebenarnya) yang berusia 14 tahun melaporkan dirinya serang dianiaya setelah mengaku beragama Yahudi.

"Dengar, kamu adalah anak yang keren tapi saya tidak bisa berteman denganmu," tulis harian Inggris, The Jewish Chronicle," mengutip ucapan rekan sekelasnya. "Semua Yahudi adalah pembunuh," tutur yang lain. Philipp antara lain pernah diancam dengan pistol mainan.

"Kejadiannya buruk sekali. Tapi saya waktu itu tidak berpikir apapun," ujarnya kepada The Chronicle. "Sekarang setelah saya ingat lagi, oh Tuhan."

Harian Yahudi tersebut menulis kasus Philipp "menggambarkan sejarah panjang intimidasi antisemitis terhadap bocah Yahudi, terutama oleh anak-anak berdarah Arab dan Turki."

Pihak sekolah sudah meminta maaf atas kasus yang menimpa Philipp. "Kami ingin mengungkapkan penyesalan dan horor bahwa murid dipaksa mengalami anti semitisme dalam keseharian di sekolah. Kami kehilangan murid yang aktif dan berprestasi."

Kisah Philipp memicu serangan terhadap minoritas Muslim di Jerman dan kebijakan pengungsi Kanselir Angela Merkel.

Meski tidak ada indikasi pelaku penganiayaan adalah murid beragama Islam, namun retorika anti Yahudi sudah menjadi hal lumrah di kalangan minoritas muslim atau kaum ektrim kanan di Jerman. Mai tahun lalu seorang murid Muslim mengaku kepada stasiun radio Deutschlanfdunk, "jika anak Yahudi masuk ke sekolah kami, dia akan dipukuli - saya pun akan memukulinya."

Kepada The Jewish Chronicle, Aaron Eckstaedt, kepala sekolah menengah atas Yahudi di Berlin, Moses Mandelssohn Gymnasium, mencatat setiap tahun "enam sampai sepuluh orang tua" Yahudi berusaha memindahkan anaknya ke sekolah tersebut lantaran sentimen anti-semit yang dialami di sekolah negeri.

Fenomena anti semitisme di Jerman pasca Perang Dunia II bukan hal baru. Studi Universitas Bielefeld 2010 silam mencatat seperlima remaja berdarah Arab mengamini anggapan bahwa "keberadaan kaum Yahudi merusak dunia." Sementara 35,8% remaja berlatarbelakang Arab dan 20.9% Turki menilai "Yahudi memiliki pengaruh terlalu besar di dunia."

Sebaliknya pada remaja tanpa latarbelakang migran, hanya 2.1% yang memiliki tendensi anti-semitisme.

rzn/yf (dari berbagai sumber)