1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dianggap Merendahkan, Sistem Peradilan Korea Utara Dikecam

Seerat Chabba
19 Oktober 2020

HRW merilis sebuah laporan terbaru yang menyoroti sistem penahanan praperadilan Korea Utara. Disebutkan sistem memperlakukan orang-orang secara tidak manusiawi dengan kejam, penuh represi, dan siksaan secara sistematis.

https://p.dw.com/p/3k7Ne
Kim Jong Un
Foto: KCNA/AP Images/picture-alliance

Sebuah laporan terbaru yang dipublikasikan pada hari Senin (19/10) oleh organisasi HAM terkemuka Human Rights Watch (HRW) yang berbasis di Amerika Serikat (AS) mengungkapkan, sistem peradilan Korea Utara telah melakukan penyiksaan dan pemaksaan sistematis dengan memperlakukan tahanan secara tidak manusiawi.

"Sistem penahanan dan penyelidikan praperadilan Korea Utara dilakukan secara sewenang-wenang, penuh kekerasan, kejam, dan merendahkan martabat," kata Brad Adams, yang menjabat sebagai Direktur Asia HRW.

"Warga Korea Utara mengatakan mereka hidup dalam ketakutan terus-menerus karena terjebak di dalam sistem di mana prosedur resmi biasanya tidak relevan, dianggap bersalah, dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui suap dan koneksi," tambah Adams.

Terlepas dari tuduhan berulang atas pelanggaran hak asasi manusia oleh badan-badan internasional, informasi tentang sistem peradilan pidana di negara pemilik senjata nuklir itu sangat terbatas.

Martabat lebih rendah dari binatang

Melalui laporan berjudul "Worth Less Than an Animal": Pelecehan dan Pelanggaran dalam Penahanan Praperadilan di Korea Utara", HRW mengandalkan informasi yang dikumpulkan dari 22 tahanan Korea Utara serta beberapa mantan pejabat pemerintah yang melarikan diri dari negara tersebut.

Menurut mantan pejabat pemerintah, partai yang berkuasa di Korea Utara menganggap para tahanan sebagai manusia yang lebih rendah, mereka lebih dikenal dengan angka atau nomor yang tertera pada seragam penjara, bukan nama.

"Peraturan mengatakan tidak boleh ada pemukulan, tapi kami butuh pengakuan selama penyidikan dan pemeriksaan," kata seorang mantan polisi. "Jadi, Anda harus memukul mereka untuk mendapatkan pengakuan."

Mantan tahanan mengatakan mereka tidak memiliki akses ke pengacara atau upaya hukum seperti banding setelah mereka ditahan. Mereka dipaksa untuk hidup dalam kondisi yang sangat tidak higienis, sulit untuk mandi dan tidak memiliki akses fasilitas dasar seperti sabun, perlengkapan menstruasi, atau selimut, sehingga menderita penyakit gatal yang disebabkan oleh kutu busuk.

Tahanan juga sering dipaksa duduk di lantai selama hampir 16 jam sehari dan tidak boleh bergerak. Setiap gerakan sekecil apapun akan mengakibatkan hukuman bagi individu dan kelompok tahanan, seperti dipukul hingga kerja paksa yang tidak dibayar.

"Jika saya atau orang lain gerak atau pindah (di dalam sel), para penjaga akan memerintahkan saya atau semua teman satu sel untuk mengulurkan tangan melalui jeruji sel dan mereka akan menginjak tangan kami berulang kali menggunakan sepatu bot," kata mantan tahanan Park Ji Cheol.

Beberapa wanita yang pernah disiksa juga melaporkan kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan.

Laporan yang dikeluarkan HRW meminta Korea Utara untuk melakukan reformasi sistem peradilan. Rekomendasi lainnya adalah pembentukan satuan kepolisian independen yang sejalan dengan standar internasional.

Terlepas dari tekanan komunitas internasional, Pyongyang membantah melakukan kesalahan dan menegaskan kembali bahwa Barat tidak dapat menetapkan standar hak asasi manusia menurut versi mereka. Sebaliknya, negara komunis tersebut mempertahankan bahwa ia mempromosikan "hak asasi manusia yang sejati."

ha/as