1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dialog dan Toleransi Beragama; Bencana Kelaparan di Niger

26 Juli 2005

Bali, Madrid, London, Sharm el Syeikh. Serangan teror yang seolah tiada hentinya mengguncang dunia.

https://p.dw.com/p/CPNU
Bencana kelaparan melanda Niger di Afrika
Bencana kelaparan melanda Niger di Afrika

Soal teror tidak saja jadi sorotan di Eropa, tapi juga di Asia, seperti di Indonesia dan Pakistan. Seperti biasa, sehabis tragedi, sumpah serapah, kutukan, dan bahkan tantangan kepada pelaku kekerasan segera mengemuka. Tetapi, kekerasan tetap saja tak ada yang bisa menghentikan. Kian pasti tidak ada negara yang merasa paling mampu menjaga wilayah dan rakyatnya dari teror bom. Kekerasan datang kapan saja dan menghajar kawasan apa saja. Tempat wisata, mesjid, gereja, pusat perbelanjaan, hotel, sama derajatnya di mata para penyuka kekerasan. Dialog antar umat beragama dan kini menjadi kian penting. Demikian menurut harian Media Indonesia. Lebih lanjut harian ini menulis:

"Karena itulah, para pemimpin dunia dan agama perlu kian meningkatkan dialog guna membangun toleransi. Sebab, ternyata, balasan kekerasan yang membabi buta seperti dilakukan Amerika sama sekali tidak menyurutkan terorisme.

Agama, sudah amat terang benderang, tidak satu pun yang mengajarkan kekerasan. Namun, setiap kali kekerasan terjadi, serta-merta dunia menuding agama tertentu berada di belakangnya. Contoh yang paling nyata pengeboman World Trade Center WTC di Amerika 11 September 2001. Amerika langsung menuduh Islam. Untung Presiden Bush kemudian mengoreksinya. Namun, tak urung menimbulkan luka bagi banyak muslim yang justru menegasi menolak kekerasan dalam syiarnya."

Toleransi beragama, itulah yang ditekankan Perdana Menteri Pakistan, Pervez Musharaf dalam upaya memberantas ekstremis. Ia meminta remaja Pakistan turut berperan dalam perdamaian. Harian Pakistan Times menulis:

"Tidak disangsikan, Pakistan adalah Republik dan negara berideologi Islam, dimana mayoritas penduduknya beragama Islam, tapi warga minoritas juga memiliki haknya. Tapi kita harus mengerti nilai Islam dan harus mampu membedakan ajaran Islam yang membawa kemajuan atau malah mendorong mundur, yang menegaskan dengan jelas pentingnya sikap moderat, keinginan belajar dan toleransi."

Selain pentingnya dialog dan toleransi antar umat beragama, tema sorotan lain adalah bencana kelaparan di Niger. Lebih dulu harus ribuan orang mati seperti sekarang di Niger, sebelum bantuan internasional datang. Demikian komentar harian Süddeutsche Zeitung. Lebih lanjut harian Jerman ini menulis:

"Sampai beberapa hari lalu tidak banyak orang yang tahu bahwa ada negara Niger di Afrika. Setelah pemberitaan di media massa, aksi bantuan mulai berdatangan untuk menolong 150 ribu anak-anak yang kelaparan, dimana ribuan lainnya sudah meninggal. Jika berbicara dengan petugas bantuan yang sudah lama bekerja di Niger, hanya akan terdengar komentar yang menyayat hati. Tidak seharusnya seseorang mati kelaparan atau Mengapa tidak ada yang bereaksi terhadap peringatan kami? Sudah cukup banyak seruan adanya bencana kelaparan yang diumumkan sejak akhir tahun 2004.

Bencana di Niger adalah contoh tragis selanjutnya, tentang fungsi bantuan internasonal. Tanpa daya pikat melalui gambar yang menunjukkan parahnya bencana itu, tidak satupun pemerintah, organisasi internasional atau masyarakat di negara kaya yang bertindak. Hal ini menggambarkan besarnya pengaruh stasiun televisi CNN, juga jika istilah ini sudah kedengaran usang: Seberapa besar kekuatan media sehingga mampu menunjukkan Niger. Anak-anak yang meninggal akibat kelaparan gambarnya diliput kamera stasiun televisi BBC. Tanpa penayangan rekaman gambar tersebut, masih tetap tidak akan ada bantuan."

Sementara Harian Jerman lainnya Rheinische Post berkomentar:

"Afrika terletak sangat jauh. Baru jika ditunjukkan anak-anak korban kelaparan yang meninggal di Niger, kita mengeluarkan sumbangan. Semakin jauh letak kawasan bencana, semakin banyak korban tewas yang dibutuhkan, untuk membangkitkan perhatian kita."