1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan HAM PBB, Nilai Kemanusiaan di Persimpangan

12 Mei 2006

Sejumlah harian di Eropa memilih fenomena pemilihan anggota dewan hak azasi manusia PBB itu, sebagai tema utama dalam komentarnya.

https://p.dw.com/p/CPKN
Apakah Dewan HAM PBB mampu menghapus coreng pelanggaran hak azasi?
Apakah Dewan HAM PBB mampu menghapus coreng pelanggaran hak azasi?Foto: picture-alliance/ dpa

Dewan Hak Azasi Manusia Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) akhirnya terbentuk. Namun terpilihnya sejumlah negara, yang justru bepotensi melakukan pelanggaran HAM, menjadi anggota Dewan pengganti Komisi HAM PBB tersebut, menunjukkan sebuah proses pemilihan yang sarat dengan kepentingan politik. Cina, Rusia, Kuba, Arab Saudi dan juga Indonesia, berhasil mengelabui rasa kemanusiaan dunia internasional melalui gencarnya lobi politik yang mereka lancarkan di PBB.

Harian berhalual liberal Hungaria Magyar Hirlap menulis:

"Perserikatan Bangsa Bangsa kembali menyerahkan persoalan hak azasi manusia kepada lingkaran kekuatan politik dan ingin menampilkannya sebagai pemilihan yang demokratis milik ke-191 negara anggota. Hanya saja para diplomat yang hadir dalam pertemuan puncak PBB dan mewakili kepentingan negaranya masing-masing, mereka datang dan pergi. Mempercayakan urusan Hak Azasi Manusia kepada kekuatan politik yang berkuasa dan wakil-wakilannya merupakan kesalahan fatal. Layaknya peribahasa pagar makan tanaman. Jika PBB telah berhasil membentuk berbagai pengadilan internasional yang bebas dan independen, mengapa mereka tidak dapat meletakkan tanggung jawab atas hak paling dasar yang kita miliki ke tangan para ahli yang memang sejak awal sudah terlibat dalam permasalahan ini."

Sementara harian independen Perancis Le Monde menyebut pemilihan anggota Dewan Hak Azasi Manusia yang tidak diikuti oleh Amerika Serikat, sebagai bagian dari peta politik terbaru milik PBB.

"Melalui reformasi ini, PBB telah mempertaruhkan citra baiknya dalam babak terpenting Hak Azasi Manusia. Dan terpilihnya Cina, Kuba serta Arab Saudi menunjukkan, bahwa pelanggaran terbuka terhadap hak Azasi Manusia tidak mampu mencegah negara-negara tersebut untuk masuk ke dalam klub para pendekar HAM, meskipun kosekuensi dari pelanggaran itu adalah dicabutnya keanggotaan suatu negara. Namun dalam hal ini peta politik yang dicanangkan PBB telah menang. Dan Kuba melihat keanggotaannya dalam dewan HAM PBB sebagai kemenangan atas Amerika. Sementara negara lain berusaha mendapatkan sesuatu yang positif dari pembentukan institusi baru tersebut. Human Rights Watch menyebutnya sebagai langkah menuju arah yang benar. Sedangkan para petinggi Kuba menyambut baik integrasi yang berhasil dijalankan pulau komunis tersebut ke dalam skenario dunia internasional, karena dengan begitu mereka mengira dapat menanamkan pengaruhnya di dunia demokrasi. Tetapi masyarakat internasional sebenarnya dapat mengimpikan awal yang lebih baik bagi Dewan HAM PBB ini. Sebuah permulaan yang dapat menyingkirkan keraguan yang ditimbulkannya."

Sedangkan harian berpengaruh Jerman Frankfurter Allgemeine Zeitung juga menurunkan komentar bernada kritik terhadap reformasi dalam institusi HAM PBB.

"Sebuah syarat penting harus menjadi bagian dari program pembaharuan terhadap Komisi Hak Azasi Manusia, yakni bahwa PBB memperhatikan peran negara anggota dalam mendorong perlindungan terhadap Hak Azasi Manusia. Faktanya Cina, Kuba atau Azarbaijan tidak berhasil memenuhi kriteria teresbut, dan mereka pada akhirnya harus membuktikan terlebih dahulu peran humanisnya. Sedangkan kegagalan Venezuela dan Iran, ternyata tidak cukup kuat untuk memaksa negara-negara anggota pertemuan tingkat tinggi PBB untuk menggunakan hak pilihnya secara independen. Namun paling tidak, negara tersebut harus menjalani sebuah ujian seputar hubungannya dengan Hak Azasi Manusia. Bagaimana bentuknya? Hanya Dewan HAM PBB yang dapat menjawab. Dan musuh kemanusiaan dari Minsk sampai Harare akan menyaksikan, apakah Kuba dan konco-konconya mampu mengelabui mekanisme pengamanan tersebut."