1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan HAM PBB Kaji Kondisi di Afghanistan

11 Mei 2009

Pemerintah Afghanistan menyadari kurangnya kesadaran akan HAM di negara itu. Korupsi dan diskriminasi terhadap perempuan masih merajalela.

https://p.dw.com/p/Ho4F
Sidang Dewan HAM PBB di JenewaFoto: picture-alliance/ dpa

30 tahun Afghanistan dilanda konflik dan kekacauan. Komisariat Tinggi Urusan HAM mengemukakan, masalah paling mendesak yang kini dihadapi adalah keadaan darurat perang yang tidak memungkinkan warganya untuk hidup secara manusiawi. Wakil menteri kehakiman Afghanistan Muhammad Qasim Hashimzai memanfaatkan kesempatan di depan Dewan HAM PBB itu guna meminta pengertian masyarakat internasional agar memberikan bantuan. Afghanistan dikatakannya sudah memulai langkah untuk melakukan perbaikan, tetapi jalan yang harus ditempuh masih sangat panjang. Contohnya dalam soal hak bagi perempuan. Menurut Hashimzai: "Dalam tujuh tahun terakhir Afghanistan berhasil meningkatkan hak perempuan. Tetapi kondisi keamanan yang buruk di berbagai provinsi menyebabkan munculnya budaya bebas hukuman. Kesadaran akan hak bagi perempuan belum mendarahdaging, juga di kalangan perempuan sendiri. Tradisi yang merugikan serta tidak adanya peluang untuk bekerja, merupakan masalah utama kaum perempuan di Afghanistan."

Mendengar hal itu Sima Samar yang duduk di tengah-tengah para pengamat, tertawa. Dia adalah ketua Komisi HAM Independen Afghanistan. Sebagai mantan menteri urusan perempuan dalam kabinet Karzai, Sima Samar yang berusia 52 tahun mengetahui seluk-beluk permasalahannya. Kepada Deutsche Welle dikatakannya: "Memang sejak kekuasaan Taliban berakhir ada kemajuan dalam soal hak perempuan. Tetapi itu belum seberapa. Di bawah Taliban ada UU yang melarang perempuan memperoleh pendidikan, ada peraturan berpakaian yang ketat dan dia tidak boleh ke luar rumah tanpa dampingan muhrim prianya. Resminya UU itu memang tidak ada lagi, tetapi di daerah pedesaan, kondisinya masih belum berubah."

Para diplomat yang hadir menyimak laporan wakil menteri kehakiman Afghanistan itu dengan seksama. Para wakil dari 59 negara memberikan tanggapan dan menunjuk pada hal-hal yang perlu diperbaiki. Walaupun soal diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan juga disinggung, tetapi sorotan utama terletak pada kebebasan mengemukakan pendapat. Semua berupaya untuk tidak menuding Afghanistan secara terbuka. Diplomat Jerman Michael Klepsch menyampaikan dua anjuran 'antar teman', seperti dikatakannya: "Jerman pertama-tama menganjurkan pengusutan atas kasus penyiksaan dan pelecehan yang dilakukan oleh polisi dan petugas keamanan. Kedua, ditingkatkannya upaya agar semua pelanggaran hukum ada sanksinya."

Komisi HAM Independen Afghanistan dalam laporannya mengemukakan bahwa kondisi keamanan di negara itu terus memburuk. Tidak adanya keamanan dan kestabilan mengakibatkan terjadinya pelanggaran HAM tanpa pelakunya dikenakan sanksi hukum. Sima Samar ketua komisi tsb mengatakan: "Hak atas keamanan dan hidup tanpa rasa takut, sama sekali tidak ada. Kalau kita keluar rumah, maut selalu mengintai. Tiap saat bisa terjadi serangan bunuh diri atau ada roket yang jatuh menimpa rumah dan menewaskan seluruh keluarga."

Tetapi Sima Samar memperingatkan agar kondisi keamanan tidak dijadikan alasan untuk menganggap HAM mustahil diwujudkan di Afghanistan. Oleh sebab itu menurut pendapatnya: "HAM tidak boleh diabaikan dengan mengatakan stabilitas dan keamanan harus diutamakan. Keamanan untuk manusia atau untuk cadas dan gunung? Kami menginginkan keamanan bagi warga Afghanistan. Jadi HAM harus ditempatkan paling atas."

Di depan Dewan HAM di Jenewa pemerintah Afghanistan terlihat menyadari permasalahan yang ada. Sima Samar berharap semua tidak hanya tinggal kata-kata belaka.

Claudia Witte / Dewi Gunawan-Ladener
Editor: Hendra Pasuhuk