1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dewan HAM Evaluasi Catatan HAM 32 Negara

19 Juni 2008

Dewan HAM PBB merampungkan fase pertama mekanisme "Universal Periodic Review", Rabu (19/06).

https://p.dw.com/p/EMmN
Bendera dengan lambang Dewan HAM PBB di Jenewa, SwissFoto: picture alliance/dpa

Pekan lalu, Dewan Hak Asasi Manusia melakukan penilaian terhadap situasi HAM di 32 negara. Mekanisme ini dikenal sebagai "Universal Periodic Review" (UPR). Tujuannya untuk mengevaluasi catatan HAM ke-192 negara anggota PBB dalam empat tahun.

UPR berbasis pada tiga laporan. Yaitu laporan negara yang bersangkutan, laporan Komisariat Tinggi PBB urusan HAM dan pengamatan LSM seperti Amnesty International.

Heiner Bielefeldt dari Institut HAM Jerman menyatakan, berkat mekanisme UPR, isu HAM mencuat di sejumlah negara dan memicu perdebatan yang hangat. Namun, Bielefeldt juga mengingatkan:

“Dalam Dewan HAM juga duduk negara yang dikuasai kediktaturan, negara dengan sistem pemerintahan setengah otoriter yang mencampur-adukan antar kepentingan politis dengan isu HAM. Ini tidak dapat dihindari. Sebenarnya, ini mirip dengan situasi Komisi HAM. Bila evaluasi UPR dilakukan oleh negara-negara tersebut maka rekomendasi yang dihasilkan kadang agak aneh."

Swiss misalnya mendapat 31 rekomendasi. Padahal, Swiss bukan negara dengan catatan HAM yang buruk. Kritik datang dari wakil Iran yang merujuk pada sejumlah kasus rasisme. Kemungkinan besar, Jerman juga menerima kritik serupa dari Iran, Kuba atau Cina. Kembali Heiner Bielefeldt:

“Rekomendasi yang dihasilkan saat ini kurang meyakinkan. Memang ada alasan untuk merasa kuatir. Tapi ini tak boleh dijadikan landasan untuk menghentikan sama sekali mekanisme evaluasi ini. Sebaliknya, mekanisme UPR harus dilanjutkan dengan kritis sehingga potensinya tergali. Misalnya dengan lebih memperhatikan laporan pihak independen, serta menguatkan posisi LSM. Sehingga kredibilitas politik HAM PBB dapat ditingkatkan."

Memang mekanisme UPR memiliki sejumlah kelemahan, yang terutama disebabkan oleh proses penetapan keanggotan Dewan HAM. Namun, kominsaris HAM PBB Louis Arbour meminta waktu sebelum keputusan akhir mengenai hasil evaluasi catatan HAM tersebut diluncurkan:

“Mekanisme UPR memilki potensi yang besar. Tapi, masih butuh waktu sampai kita dapat menilai apakah mekanisme ini sudah tepat sasaran. "

Sementara, ketua Dewan HAM Doru Costea yang akan melepas jabatannya menggunakan kesempatan terakhirnya di depan media untuk mempromosikan Dewan HAM. Ia mengumpamakan Dewan HAM sebagai rumah yang telah direnovasi melalui mekanisme UPR dan kini mulai ramai penghuninya:

“Dewan HAM memang tidak berhasil memenuhi semua harapan. Tapi kita salah bila menganggapnya sebagai suatu kegagalan."

Indonesia merupakan satu dari 16 negara pertama yang menjalankan mekanisme UPR pada sesi yang berlangsung pada tanggal 7-18 April 2008. Tanggal 10 Juni lalu, Dewan HAM menerima rekomendasi kelompok kerja untuk mekanisme UPR Indonesia. Sejumlah LSM mengangkat isu pelanggaran HAM di Papua dan Timor Leste dan menganjurkan pemerintah Indonesia untuk menyesuaikan aturan hukumnya dengan Konvensi Anti-Penyiksaan PBB.(zer)