1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Deportasi Metin Kaplan; Penolakan komisaris Uni Eropa

13 Oktober 2004

Jerman mendeportasi pimpinan esktremis Islam Metin Kaplan ke Turki dan Parlemen Eropa menolak pengangkatan beberapa komisaris baru Uni Eropa

https://p.dw.com/p/CPQa
Pimpinan Islam radikal Metin Kaplan dideportasi ke Turki
Pimpinan Islam radikal Metin Kaplan dideportasi ke TurkiFoto: AP

Hari Selasa lalu pengadilan tata usaha di Köln memutuskan untuk mendeportasikan pemimpin ekstremis Islam asal Turki Metin Kaplan, meski proses revisinya masih berjalan. Kaplan di Jerman telah menjalani hukuman penjara empat tahun karena mengotaki aksi pembunuhan terhadap lawannya. Menteri dalamnegeri Jerman Otto Schily menekankan, keputusan deportasi diambil setelah Turki berjanji akan mengadakan proses pengadilan yang jujur terhadap Kaplan yang dituduh melakukan pengkhianatan terhadap negara. Sementara ini Metin Kaplan telah menghadap ke pengadilan di Turki. Kasus Kaplan mengundang berbagai reaksi di Jerman.

Harian Rheinpfalz yang terbit di Ludwigshafen menulis:

Pokoknya Kaplan tidak dapat menyebarkan lagi kebencian terhadap orang-orang yang berpendapat lain dalam khotbah-khotbahnya di Jerman. Dengan mengdeportasikannya, pihak berwajib di Jerman akhirnya menunjukkan kemampuan dan kesediaannya untuk menindak para ekstremis Islam. Dari penangkapannya sampai pesawat tinggal landas, hanya membutuhkan waktu 90 menit.

Sementara harian Kölner Stadt-Anzeiger mencatat:

Metin Kaplan sudah pergi. Rupanya tidak seorang pun akan menangisinya. Sebab ia seorang penghasut dan rohaniwan yang fanatik. Mengingat perubahan di Turki di waktu belakangan, dapat diharapkan bahwa ia akan mendapat proses pengadilan yang dapat dikatakan jujur.

Harian Westdeutsche Allgemeine Zeitung di Essen menekankan:

Metin Kaplan sementara ini sudah terkenal di dunia seperti pemimpin radikal Kurdi Abdullah Öcalan. Ankara tidak mungkin memelihara dua martir. Bagi Turki kedua laki-laki itu menjadi batu ujian,apakah standar hukum dapat dijamin yang menjadi syarat mutlak bagi keanggotaannya dalam UE.

Tema sorotan lain dalam Sari Pers DW adalah penolakan Parlemen Eropa terhadap beberapa tokoh yang ditunjuk sebagai komisaris baru UE. Komisi Eropa, yakni badan tertinggi Uni Eropa , akan dibentuk akhir bulan Oktober ini. Presiden terpilih Komisi UE José Manuel Durao Barroso, menghadapi kesulitan dengan menyusun timnya. Setelah tokoh Italia, Rocco Buttiglione, ditolak sebagai komisaris urusan intern dan kehakiman UE , kini bakal komisaris urusan energi Laszlo Kovacs asal Hongaria juga ditolak oleh Parlemen UE. Sementara Barrosso sebelumnya menekankan, ia sepenuhnya percaya pada seluruh timnya.

Harian Jerman Thüringer Allgemeine yang terbit di Erfurt mengomentari penolakan terhadap para bakal komisaris UE:

Parlemen Eropa menunjukkan giginya. Untuk pertama kalinya panitia-panita yang berwenang menolak komisaris yang diusulkan beberapa negara. Dengan demikian dibuka sebuah pertarungan kekuatan . Dalam pada itu nyaris tidak diperhatikan hal yang untuk pertama kalinya terjadi, bahwa mantan Menlu Hongaria Laszlo Kovacs , dinyatakan tidak lulus untuk memangku jabatannya sebagai komisaris energi UE. Semakin heboh, ketika wakil Italia , Buttiglione juga ditolak, karena dianggap bersikap terlalu Katolik-Konservatif . Roma menyatakan, Rocco Buttiglione sebagai korban dari gerakan anti-Berlusconi yang berhaluan kiri di Eropa.

Harian konservatif Austria Die Presse mengomentari penolakan Parlemen UE terhadap Buttiglione , disebabkan oleh relasi yang tidak seimbang antara moral dan negara:

Buttiglione, tokoh kanan , wakil sebuah pemerintahan yang tidak simpatik di bawah Silvio Berlusconi. Keterlibatannya dalam Komisi sebenarnya mencerminkan spektrum politik yang menjadi realita di ke-25 negara anggota. Diduga Parlemen Eropa harus mencabut penolakannya terhadap politisi Italia itu. Sebab kalau mau menolak Buttiglione, Parlemen Eropa juga harus menolak seluruh komisi baru di bawah José Barroso . Dan itu akan menimbulkan krisis baru di UE. Bagaimana pun semua itu mengarah ke suatu keputusan yang pelik. Menjalani pemisahan antara agama dan politik dengan segala konsekuensinya. Maka Buttiglione harus ditolak. Namun juga tidak bisa mengadakan perundingan mengenai keanggotaan Turki. Sebab pemerintah Turki mendekati kubu Islam dengan rancangan undang-undang yang bermotif agama.

Sengketa mengenai pengangkatan komisaris baru UE juga dikomentari oleh harian Inggris The Guardian yang berpendapat, pemilihan Komisi UE penting bagi seluruh Eropa.

Gara-gara nominasi Rocco Buttiglione , tokoh politik Italia, yang kontroversial itu , bakal Presiden Komisi UE, José Manuel Barroso, berada dalam krisis. Masalahnya sederhana: Buttiglione yang dipilih oleh PM Silvio Berlusconi , menganggap homoseksualitas sebagai dosa. Pandangannya terhadap perempuan dan keluarga juga sangat konservatif. Siapa yang akan dipilih oleh Barroso menyangkut kepentingan semua . Tentu saja Buttiglione tidak dapat dipaksa untuk bersikap berlawanan dengan hati nuraninya. Namun, ia hendaknya juga jangan menerima jabatan yang demikian penting, apabila pandangannya sangat bertentangan dengan jutaan warga Eropa.