1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Dampak Politik Pemilu Thailand

5 April 2006

Dampak dari pemilu parlemen di Thailand dinilai dapat memicu krisis politik dan pemerintahan.

https://p.dw.com/p/CPKi
Pemilu diboikot, tempat pemungutan suara sepi
Pemilu diboikot, tempat pemungutan suara sepiFoto: AP

Perkembangan politik di Thailand setelah pemilu parlemen, juga menjadi sorotan tajam harian internasional. Selama beberapa pekan kelompok oposisi Thailand melancarkan aksi demonstrasi menentang PM Thaksin Sinawatra, dan memboikot pemilu parlemen di negara gajah putih tersebut.

Thailand saat ini memerlukan kejujuran politik, demikian komentar harian Swiss Neue Zürcher Zeitung yang terbit di Zürich.

"Thaksin dinilai tidak dapat menjadi faktor pemersatu politik. Menimbang tamparan keras dari para pemilih, yang mayoritasnya memberikan suara abstain, pengunduran diri Thaksin dari kancah politik Thailand merupakan langkah pertama pada arah yang tepat. Setelah itu, giliran para tokoh politik yang menggebu-gebu memeranginya untuk memegang jabatan. Mereka adalah para elite di perkotaan, yang jika dibandingkan dengan mayoritas pemilih di pedesaan, sudah mengalami pencerahan dan dalam kesadaran politik tergolong modern. Mereka inilah yang nantinya memiliki kewajiban, tidak hanya menyuarakan kesadaran demokrasi, akan tetapi juga mewujudkannya."

Sementara itu harian Swiss lainnya Tages Anzeiger yang juga terbit di Zürich menulis komentar berjudul "Di Thailand terlihat kematangan demokrasi."

"Thaksin Sinawatra memang kepala batu. Ia sama sekali tidak mau mengakui melakukan kesalahan atau kebohongan. Jarang sekali ia mau mengakui melakukan ketidak-adilan. Walaupun begitu, masih banyak warga Thailand yang tidak dapat dibodohi. Mereka tidak menghendaki kemunduran dalam kekuasaan satu partai. Dengan kencang mereka menuntut pengunduran diri penguasa otokratis tersebut, dengan segala cara yang masih bisa dilakukan. Dan semuanya dilakukan secara damai. Inilah tanda dari kematangan demokrasi."

Sedangkan harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina menulis komentar, PM Thaksin hendak menyelamatkan mukanya.

"Yang harus dipertimbangkan adalah seruan oposisi untuk memboikot dengan tujuan untuk menghukum Thaksin. Karena seruan ini dapat berakibat pada krisis konstitusi yang dampaknya sulit diperhitungkan. Walaupun begitu, Thaksin seolah-olah hendak menyelamatkan negaranya dari perpecahan. Terakhir, ia menegaskan akan mengundurkan diri, jika sebuah lembaga tinggi para pakar yang independen menyarankannya untuk berhenti."

Terakhir harian independen Thailand The Nation yang terbit di Bangkok menulis editorial berjudul "Tidak Ada Rekonsiliasi Tanpa Proses Hukum."

"Tingginya suara abstain dalam sejarah demokrasi Thailand membuktikan, bahwa para pemrotes anti Thaksin melancarkan aksinya secara demokratis. Sasaran akhirnya adalah menyingkirkan Thaksin dari panggung politik Thailand. Juga diingatkan, jangan membuat kesalahan dengan melakukan rekonsiliasi nasional yang penuh kompromi. Sebuah lembaga pengusut independen harus dibentuk, untuk menyelidiki tuduhan korupsi serta kolusi yang melibatkan Thaksin, keluarganya serta kroninya."