1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

250308 Dalai Lama Porträt

25 Maret 2008

Di Cina ia dikutuk. Di luar negeri ia dipuja-puja. Dalai Lama, bintang di antara pemimpin agama dunia.

https://p.dw.com/p/DUFG
Foto: AP

Sejak berumur dua tahun hidupnya telah diatur sepenuhnya sesuai keinginan Budha. Tenzin Gyatso, begitu nama asli Dalai Lama, mendapat tanggung jawab besar, yaitu memimpin dan mewakili seluruh rakyat Tibet. Itu terjadi tahun 1937. Dua tahun setelahnya, ia menaiki tahta di ibukota Lhasa dengan upacara megah. Sejak saat itu ia menyandang telar kehormatan Dalai Lama, yang dalam Bahasa Mongolia berarti: guru yang sama dengan samudra.

Nasib Buruk

Kemudian terjadilah Perang Dunia II. Selama beberapa waktu wilayah Tibet menjadi daerah yang terlupakan di peta dunia. Sampai negara itu diduduki tentara pembebasan Cina tahun 1950. Dalai Lama mejalankan kewajiban yang dipikulnya. Ia beberapa kali mengadakan pertemuan dengan pemimpin komunis Cina, Mao Zedong, di Beijing, untuk mencari jalan keluar dari konflik Tibet. Tetapi perundingan tidak mendatangkan hasil.

1959 adalah tahun yang menentukan nasib Dalai lama yang masih sangat muda. Rakyatnya berdemonstrasi di ibukota Lhasa untuk kebebasan negara dari kekuasaan Cina. Protes itu ditindak dengan kekerasan oleh militer Cina. Dengan berat hati Dalai Lama meninggalkan negaranya menuju pengasingan di India. Namun demikian ia selalu yakin, bahwa satu waktu nanti rakyatnya akan hidup dalam kebebasan.

Dinilai Separatis

Dalai Lama mengatakan, bukan hanya warga Tibet di luar negeri, melainkan juga yang di dalam negeri harus tegas memperjuangkan hak-hak dasar mereka, jadi seluruh rakyat, terutama generasi muda. Pada dasarnya Tibet bukan ingin memisahkan diri, melainkan ingin menjadi daerah otonomi. Demikian Dalai Lama.

Di Beijing, Dalai Lama dikutuk dan dinilai separatis. Bahkan memasang fotonya di dinding juga dilarang di Tibet. Sedangkan di luar negeri ia disanjung dan dipuji-puji sebagai duta perdamaian. Dengan tak kunjung henti ia menunjukkan kepada dunia nasib buruk rakyat Tibet. Dan 1989 lalu, untuk perannya bagi perdamaian, Dalai Lama mendapat hadiah Nobel.

Tentang Boykot Olimpiade

Olimpiade tahun 2008 yang akan diadakan di Beijing adalah kesempatan bagi Dalai Lama. Walaupun belakangan ini terjadi kekerasan di Tibet, ia menentang boykot Olimpiade. Dan itu dikatakannya juga setelah kekerasan dimulai.

Dalai Lama mengatakan, pendapatnya masih tetap sama. Namun demikian ia ingin mengingatkan, bahwa untuk menjadi tuan rumah Olimpiade yang benar-benar baik, sejumlah hal masih harus diperbaiki. Kerusuhan terakhir di Tibet dan propinsi-propinsi lain yang berbatasan dengan Tibet sangat buruk bagi citra Cina di mata dunia. (ml)