1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Clinton Prioritaskan Kerjasama Ekonomi ketimbang Isu HAM di Cina

21 Februari 2009

Krisis keuangan global mendominasi agenda pembahasan selama lawatan Menlu Amerika Serikat, Hillary Clinton di Cina. Sebaliknya pelanggaran HAM terkait masalah Tibet dan Taiwan tidak lagi membebani hubungan kedua negara

https://p.dw.com/p/Gye7
Hillary Clinton bersama Perdana Menteri Wen Jiabao di BeijingFoto: AP

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton bertemu dengan mitra kerjanya Menteri Luar Negeri China, Yang Jiechi, Sabtu ini (21/2). Dalam pertemuan itu, tema krisis keuangan global den penyelesaian sengketa nuklir Korea Utara mendominasi agenda pembicaraan. Pembahasan lainnya menyangkut masalah perubahan iklim, situasi di Taiwan dan Tibet.

Seusai bertemu dengan menlu China, Hillary Clinton berjumpa dengan Dewan Negara Dai Bingguo, yang telah bertahun-tahun disibukkan dengan isu sengketa nuklir Korea Utara. Menlu AS itu menginginkan adanya penyesuaian pandangan dengan negara-negara tetangga Korut untuk mencapai kemajuan dalam penyelesaian sengketa Korut.

Tema krisis keuangan menjadi agenda utama kunjungan Clinton. Baik Amerika maupun Cina terkena dampak krisis keuangan global. Perekonomian Cina mulai goyah setelah nilai ekspor ke Amerika menurun drastis pasca krisis. Ratusan pabrik ditutup, jutaan tenaga kerja di Cina menjadi pengangguran.

Namun di sisi lain, Cina merupakan negara yang paling banyak membeli obligasi internasional Amerika. Dengan begitu sebagian Anggaran Belanja Amerika bergantung pada aliran dana dari Cina.

Tidak ada negara lain selain China yang memiliki dana sangat besar untuk dipinjamkan, dana obligasi China sendiri mencapai sekitar 585 milyar dollar AS. Pemimpin China oleh sebab itu menegaskan bahwa dapat saja menggunakan cadangan devisa-nya yang mencapai 2 triliyun dollar AS.

Namun Clinton berhasil menghalau kecemasannya. Beijing diperkirakan akan menginvestasikan dananya untuk AS. "Saya sangat menghargai, kepercayaan besar yang dimiliki Cina terhadap obligasi internasional Amerika Serikat. Saya kira, kepercayaan tersebut beralasan. Kami memiliki alasan yang tepat untuk meyakini, bahwa perekonomian Cina dan Amerika akan segera pulih dan kami bersama-sama akan memainkan peran penting untuk membantu pemulihan perekonomian dunia," ujarnya.

Sebelum melawat ke Cina, Clinton berulangkali mengisyaratkan hubungan erat dengan pemerintah Cina lebih penting ketimbang isu pelanggaran HAM yang sering dikait-kaitkan dengan Beijing.

Menurutnya, perbedaan pandangan antara kedua negara terkait masalah Tibet dan Taiwan tidak seharusnya menjadi rintangan bagi kerja sama yang lebih erat. "Menteri Luar Negeri Yang Jiechi dan saya telah melakukan pembicaraan menyeluruh yang berangkat dari premis sederhana, bahwa Cina dan Amerika Serikat harus memiliki hubungan yang positif dan dilandasi oleh kerja sama erat."

Dalam lawatan dua hari ke negara tirai bambu tersebut, Clinton juga bertemu dengan perdana menteri China Wen Jiabao dan presiden China Hu Jintao.

Hillary menandaskan ingin memperdalam dan membangun hubungan dengan negara berpenduduk terbanyak di dunia tersebut, seraya menambahkan bahwa Presiden AS Barack Obama juga bermaksud bertemu dengan Presiden China Hu Jintao, bulan April mendatang dalam pertemuan negara-negara G20 di London. (rzn)