1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

070809 Clinton Somalia

7 Agustus 2009

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton hari Kamis (6.8.) bertemu dengan Presiden Somalia Sheikh Sharif Ahmed di ibukota Kenya, Nairobi.

https://p.dw.com/p/J5VP
Foto: AP / DW Montage

Pada lawatannya ke Afrika, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton meninggalkan isyarat yang kuat. Dalam pertemuannya dengan Presiden Somalia Sheikh Sharif Ahmed di Kenya, ia menjanjikan dukungan pemerintah Amerika Serikat.

Pemerintahan interim Somalia selama ini menghadapi berbagai tekanan yang mengancam stabilitas negara itu, termasuk dari kelompok radikal al Shabaab. Sebagian besar wilayah Somalia di kawasan Tanduk Afrika dikuasai milisi al Shabaab, dan kerap pecah pertempuran antara milisi itu dengan pasukan militer pemerintah.

Clinton menilai situasi ini membahayakan seluruh kawasan, „Amerika Serikat menanggapi ancaman kelompok Al Shabaab secara serius. Ini bukan hanya ancaman bagi rakyat Somalia, melainkan bagi penduduk di negara-negara tetangganya, seperti juga Kenya. Menurut informasi kami, Al Shabaab tidak saja menggunakan milisi dan dana asing, melainkan juga pemikiran dan ide asing.“

Kini selain mantan warga eksil Somalia, banyak warga Afghanistan, Pakistan dan Chehnya yang bergabung dalam milisi Al Shabaab. Kegiatan kelompok ini juga menjadi semacam pelatihan bagi teroris yang berkiprah di tingkat internasional. Pekan ini, Australia berhasil menangkap sejumlah orang yang diduga memiliki hubungan dengan milisi Al Shabaab.

Kaitan-kaitan seperti itulah yang mendorong Clinton untuk menyerukan kerja sama kepada negara-negara tetangga Somalia. Eritrea misalnya, diminta untuk tidak lagi memberikan dukungan kepada milisi Al Shabaab.

"Sudah waktunya bagi Eritrea untuk menghentikan dukungannya kepada Al Shaabab, dan mulai menjadi negara tetangga yang produktif, bukan tetangga yang justru menggoyahkan kawasan ini“, begitu kata Clinton

Sikap Eritrea bagaikan duri menusuk bagi pemerintah interim Somalia, yang menerima dukungan Ethiopia. Kedua negara Ethiopia dan Eritrea merupakan musuh bebuyutan. Kini Somalia menjadi bagaikan lokasi pertempuran kedua negara itu.

Belakangan Presiden Sheikh Sharif Ahmed yang melihat tipisnya peluang bagi pemerintahannya untuk bertahan, mengecam keras Eritrea. "Menyelesaikan masalah dengan menimbulkan masalah baru, bukanlah tindakan yang benar. Dan itulah yang dilakukan Eritrea. Negara ini berusaha menyelesaikan konfliknya dengan Ethiopia dengan membebankan masalah itu ke pundak kami.“

Sheikh Sharif Ahmed dinilai sebagai muslim moderat. Ia menerima pasokan senjata dari Amerika Serikat. Kini Hillary Clinton memberikan lampu hijau kepadanya untuk mendapatkan lebih banyak bantuan. Clinton menawarkan pelatihan khusus bagi pasukan keamanan Somalia, selain itu dukungan logistik.

Bagi rakyat di Somalia, dipenuhinya janji-janji ini masih terlalu lamban. Sejak awal 2007, diperkirakan sudah 18 ribu orang yang tewas akibat konflik di Somalia, sekitar satu juta orang lainnya terpaksa mengungsi dari kawasan itu.

Antje Diekhans / Edith Koesoemawiria
Editor: Dyan Kostermans