1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

040309 EU NATO USA

4 Maret 2009

Menlu AS Hillary Clinton hendak menegaskan awal baru dari kebijakan politik negaranya. Dalam pertemuan NATO, diperkirakan akan diputuskan pengkatifan kembali dewan kerjasama NATO-Rusia.

https://p.dw.com/p/H5gM
Bendera Rusia dan NATOFoto: AP GraphicsBank/DW

Kamis (05/02), Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton akan mengikuti pertemuan NATO di Brussel yang diperkirakan akan memutuskan untuk kembali mengaktifkan dewan kerjasama NATO-Rusia yang dibentuk 2002, namun dibekukan NATO menyusul konflik Georgia. Ini merupakan sinyal perbaikan kembali hubungan dengan Rusia. Clinton juga dijadwalkan bertemu dengan Menlu Rusia, Jumat (06/03) di Jenewa.

Para pemimpin pemerintah di Eropa menyambut pelantikan Presiden Amerika Serikat Barack Obama Januari lalu, dengan sangat antusias. Ketua Komisi Eropa Jose Manuel Barroso dalam sebuah pidatonya saat itu juga mengungkapkan harapan Eropa:

"Saya pribadi berpendapat, pemilihan Presiden Obama adalah sebuah titik balik menentukan bagi Amerika. Ini juga dapat merupakan titik balik bagi dunia."

Perang Irak dari mantan Presiden AS George W. Bush terutama dituding sebagai penyebab retaknya pakta militer NATO dan renggangnya hubungan AS dengan banyak mitra Eropanya. Juga yang berkaitan dengan kemitraan Rusia, pemerintah Bush acap kali berseberangan pendapat dengan mitra NATO terpentingnya di Eropa yang lebih menunjukkan pengertian kepada Rusia. Semua pihak tersebut karena itu berlapang dada mendengar pernyataan Wapres AS Joseph Biden pada Konferensi Keamanan Internasional di München, Februari lalu. Biden mengakui kerenggangan hubungan itu dan mengatakan, sudah waktunya untuk menata kembali kemitraan dengan Rusia.

Menlu AS Hillary Clinton hari Jumat (06/03) akan mengadakan pembicaraan dengan mitra sejabatnya dari Rusia, Sergej Lavrov di Jenewa. Setengah tahun setelah berakhirnya perang antara Rusia dan Georgia, pertemuan itu tentunya menandakan sebuah awal baru. Langkah yang besar pada upaya penurunan ketegangan dapat dikatakan tercapai, bila Washington dan Moskow sepakat dalam soal perisai rudal dan menemukan kompromi dengan Iran.

Uni Eropa juga akan menerima Hillary Clinton dengan tangan terbuka. Seusai pertemuan resminya yang pertama dengan Clinton di Washington pekan lalu, Komisaris Luar Negeri Uni Eropa Benita Ferrero-Waldner memperlihatkan sikap positif dan penuh pujian:

"Kita sebaiknya kembali meningkatkan kerja sama, lebih intensif dari sebelumnya. Jiwa kerjasama yang benar-benar harus ada pada tahap multilateral. Ini menurut saya sangat penting. Kita saling mendengarkan dan kita lebih meningkatkan kerja sama. Saya sangat puas dengan pertemuan pertama ini."

Contoh nyata bagi kerja sama diplomatis antara Amerika dan Eropa adalah mengenai kebijakan politik Timur Tengah. Di Israel hari Selasa (03/03), Clinton menyatakan ingin pembentukan negara Palestina, sementara bakal perdana menteri Israel menolak gagasan itu.

"Usaha untuk mengupayakan penyelesaian dua negara, tampaknya tidak lagi dapat dielakkan. Tapi ini tidak berarti kami tidak menghargai pendapat lain, yang melihat permasalahan berbeda. Tapi menurut perspektif saya dan pemerintahan Presiden Obama, faktor waktu menentukan bagi sejumlah tema, tidak hanya pada ancaman dari Iran." Demikian ditegaskan Clinton.

Pernyataan ini sepenuhnya sesuai dengan garis kebijakan Uni Eropa. Namun, mantan Presiden George W. Bush juga menunjukkan sikap ini. Karena itu, pihak yang pesimis mengatakan, pemerintahan Obama kini harus melakukan tindakan yang sesuai dengan pernyataan-pernyataannya. (cs)