1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Tidak Tanggapi Seruan Boikot Olimpiade

25 Maret 2008

Boikot Olyimpiade mungkin tidak akan mengubah sifat dasar rezim di Beijing. Tapi tanpa tekanan Cina tidak akan mengubah sikap.

https://p.dw.com/p/DU6F
Warga Tibet mengajak boikot Olimpiade BeijingFoto: AP

Seruan untuk mengkaitkan konflik Tibet dengan pemboikotan Olimpiade Beijing menjadi tema komentar sejumlah harian internasional.

Harian liberal Austria Der Standard dalam tajuknya juga menyoroti seruan boikot Olimpiade Beijing. Harian yang terbit di Wina ini berkomentar:

Memang benar, pemboikotan pesta akbar olahraga itu tidak akan mengubah sifat dasar rezim di Cina. Sejarah membuktikan, boikot semacam itu pada tahun 1980 tidak menyurutkan invasi Uni Sovyet ke Afghanistan, atau pada tahun 1984 juga tidak membuat Ronald Reagan membatalkan strategi perang dingin barunya. Akan tetapi, tanpa tekanan dari Barat, Cina tidak akan bergerak menuju demokratisasi, melainkan ke sebuah rezim kapitalis otoriter.

Harian Prancis La Croix yang terbit di Paris berkomentar senada:

Kebanyakan meyakini, boikot Olimpiade Beijing adalah tindakan yang kontra-produktif. Sebaliknya Barat hendak memanfaatkan Olimpiade Beijing, yang keuntungan besarnya akan dipetik oleh Cina, untuk mengajukan tuntutan tegas bagi pengakuan formulasi hak asasi manusia. Namun strategi untuk tetap mengikuti Olimpiade secara kritis, dengan cepat akan menghadapi batasan. Agar berdampak besar, Barat harus bertindak langsung, khususnya di Tibet. Bila penindasan di Tibet dalam beberapa pekan mendatang terus meningkat, maka seruan untuk memboikot Olimpiade dapat dipertajam. Tidak hanya dalam cabang olahraganya saja, melainkan juga di sektor ekonomi dan politiknya.

Sementara harian kiri Hongaria Nepszava menyoroti dampak negatif boikot Olimpiade Beijing. Harian yang terbit di Budapest ini dalam tajuknya berkomentar:

Walaupun dilakukan penindasan brutal aksi protes di Tibet, sebuah boikot Olimpiade hanya akan memperkuat kelompok garis keras di Beijing. Juga Cina akan mempertanyakan, hak khusus apa yang dimiliki Inggris dan Prancis sehingga dahulu diizinkan menggelar Olimpiade? Padahal jelas-jelas kedua negara ini memiliki masalah dengan negara jajahannya. Dengan memboikot Olimpiade Beijing, perkembangan demokrasi, yang berjalan lambat namun dapat dirasakan memang dilakukan di negara komunis itu, akan kembali macet. Jika masyarakat dunia hendak menunjukkan niat baiknya secara simbolis, dapat dilakukan dengan cara tidak mengarak obor Olimpiade melalui Tibet.

Dan harian Jerman Süddeutsche Zeitung yang terbit di München berkomentar:

Argumen pelanggaran hak asasi di Tibet yang digunakan untuk seruan boikot Olimpiade Beijing terlalu lemah. Banyak atlit mengusulkan aksi protes pada saat pesta akbar olahraga tersebut. Namun Komite Olimpiade Internasional mengingatkan bahwa mereka terikat janji atlit, yang melarang menggelar demonstrasi politik pada saat dilaksanakannya pesta olahraga. Pemerintah di Beijing tidak terpengaruh dengan semua ancaman dan melanjutkan propagandanya dengan menyatakan obor Olimpiade tetap akan dibawa melintasi Tibet. Artinya, tekanan penghormatan hak asasi melalui ancaman boikot Olimpiade akan bernasib sama seperti tekanan lewat jalur ekonomi dan politik, yakni tidak akan dihiraukan oleh penguasa Cina. (as)