1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan PersAsia

Bagaimana Cina Pengaruhi Pemberitaan Media di Luar Negeri

Alexander Matthews
10 September 2022

Laporan Freedom House mengungkap upaya masif Cina mempengaruhi pemberitaan dan membungkam kritik di luar negeri. Kampanye Beijing bahkan menggunakan taktik intimidatif berupa perundungan terhadap jurnalis.

https://p.dw.com/p/4GdSn
Bendera Cina
Bendera CinaFoto: Xu Chang/Xinhua/picture alliance

Kritik tidak pernah ditanggapi secara bijak oleh Partai Komunis Cina (PKC), baik di dalam maupun di luar negeri. 

Kendati Indeks Kebebasan Pers mengindikasikan kebijakan ekstrem yang diambil Partai Komunis untuk membingkai arus informasi di Cina, mendikte narasi media di dunia bukan perkara sederhana.

Meski demikian, riset lembaga wadah pemikir AS, Freedom House, mengungkap bagaimanaCina menggiatkan kampanye media di luar negeri. Antara 2019 dan 2021, PKC terbukti mempengaruhi pemberitaan media di 18 dari 30 negara demokrasi di dunia.

Dari semua negara, sebanyak 16 negara mencatatkan tingkat pengaruh "tinggi” atau "sangat tinggi,” yang mengindikasikan bahwa Cina menggunakan berbagai metode untuk menekan media.

Cara-cara itu antara lain mencakup intimidasi terhadap jurnalis dan kantor berita, mengirimkan konten propaganda kepada media asing, meggencarkan kampanye pro-Cina di media sosial, mengawasi pertukaran informasi di kalangan diaspora Cina dan memperkuat kontrol pemerintah terhadap platform media sosial.

Kebijakan itu diambil untuk mengontrol citra Cina di dunia, menurut peneliti Freedom House, Angeli Datt. 

"Dengan menggencarkan kampanye global yang mahal dan agresif ini, Beijing ingin membentuk opini publik dan mendiktekan pandangan yang positif tentang Partai Komunis dan kebijakan-kebijakan represifnya,” kata dia kepada DW.

Taktik agresif Cina

Intimidasi dan sensor adalah upaya Cina yang paling mencolok untuk mengontrol pemberitaan media internasional, tulis Freedom House. Laporan tersebut merujuk pada maraknya kasus sensor oleh jurnalis dan pelaku bisnis, antara lain di Israel, Ghana, Inggris, Argentina, Brasil, Malaysia, Taiwan dan India.

Kasus terbesar melibatkan praktik perundungan siber terhadap seorang jurnalis Amerika dan peneliti Australia berdarah Cina. 

Upaya Beijing mempengaruhi media global tidak selamanya berdampak negatif. Ekspansi tersebut hanya dimungkinkan karena Cina giat mengucurkan kredit pembangunan infrastruktur telekomunikasi di negara-negara berkembang 

"Cina tidak akan bisa mencapai kesuksesannya saat ini jika tidak terlebih dahulu menanggulangi masalah-masalah dasar,” dalih Freedom House.”Ketersediaan teknologi seluler dan layanan televisi digital oleh Cina memperluas akses informasi dan komunikasi bagi jutaan orang, terutama di Afrika dan Asia Tenggara.

Berita propaganda untuk Afrika

Afrika adalah lahan paling subur bagi pengaruh Cina. Hal ini dimungkinkan oleh rendahnya kemampuan finansial media-media nasional, yang ditambah dengan lemahnya institusi pemerintahan dan demokrasi.

Analis media Nigeria, Emeka Umejei, pernah mengkaji pengaruh Cina dalam salah satu bukunya. Dia mencatat betapa Beijing membanjiri media-media Afrika dengan berita dan konten yang dibuat stasiun televisi pemerintah Cina. 

Dia mencontohkan pemberitaan negatif media Afrika terhadap kunjungan Ketua Parlemen AS, Nancy Pelosi, ke Taiwan, yang mengikuti narasi buatan Beijing. "Ada perjanjian pembagian konten antara media Cina dan Afrka,” kata Umejei.

"Sebagian besar media Afrika terikat di dalam perjanjian ini. Mereka tidak akan menurunkan laporan kritis terhadap Cina,” imbuhnya. "Hal ini diperkuat dengan kemitraan antara kedutaan Cina dan media loka. Relasi ini terjadi di penjuru Afrika.”

Sasaran jangka panjang

Kendati kampanye yang masif, Freedom House dan lembaga lain mencatat persepsi publik terhadap Cina lebih negatif ketimbang pada awal 2019, ketika pertama kali digencarkan Beijing.

"Saat itu lah muncul gelombang kecaman global yang diawali dengan pelanggaran HAM berat di Xinjiang, protes di Hong Kong dan sejak 2020 pandemi Covid-19,” kata Datt. 

"Banyak tindakan Beijing yang justru memusatkan perhatian global pada tindakan represif partai,” imbuhnya.

Namun menurut Umejei, pemerintah Cina tidak membidik keuntungan cepat. "Kemitraan dengan Cina mempengaruhi peliputan di lapangan. Saya sering berkata, hari ini memang cuma soal kepentingan sesaat, tapi jika kita melihat 10 atau 15 tahun ke depan, kita akan melihatnya dengan cara berbeda.”

rzn/hp