1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

250408 Bush Abbas

25 April 2008

Presiden AS Bush tak kehilangan harapan akan terwujudnya negara Palestina, sebagai bagian dari solusi konflik Timur Tengah. Sebuah negara yang utuh, tidak berlubang-lubang seperti keju Swiss.

https://p.dw.com/p/DoZT
Presiden Palestina Abbas (kiri) bersama Bush di Gedung PutihFoto: AP

November 2007, pada penutupan konferensi perdamaian di Annapolis yang ia prakarsai, George W. Bush mengumumkan tujuan ambisiusnya. Yaitu, tercapainya perdamaian antara Israel dan Palestina sampai akhir masa jabatannya, Januari 2009. Lima bulan setelah Annapolis, perundingan menemui jalan buntu. Titik utama sengketa, politik pemukiman Israel.

Pada pertemuan dengan Presiden Palestina Mahmud Abbas di Gedung Putih, Bush tetap menunjukkan optimisme. Tujuan yang ia cita-citakan masih bisa tercapai, kata Bush. Ia berkeyakinan, sampai awal tahun depan, batas wilayah negara Palestina sudah ditetapkan. wilayah yang utuh dan tidak berlubang-lubang seperti keju Swiss.

Bush mengatakan, "Negara Palestina merupakan prioritas utama bagi saya dan pemerintahan saya. Sebuah negara yang mampu hidup, tidak tampak seperti keju Swiss, negara yang membawa harapan."

Abbas duduk disampingnya, mengangguk ramah, berterimakasih pada Bush atas dukungannya dan dengan hati-hati mengingatkan semua pihak bahwa waktu terus berjalan, orang harus bergegas jika ingin tujuan Presiden Bush terwujud. Persis itulah yang kini ditunjukkan Bush, ia ingin bertindak cepat. Bulan Mei nanti ia akan kembali bertolak ke Timur Tengah. Kunjungannya yang kedua kali tahun 2008 ini.

Resminya Bush akan ambil bagian dalam perayaan 60 tahun negara Israel. Namun secara tidak resmi ia ingin menggerakkan Perdana Menteri Ehud Olmert untuk menghentikan rencana pembangunan pemukiman Yahudi di Tepi Barat Yordan. Pembangunan itu merupakan halangan utama untuk menghidupkan kembali perundingan yang mandek. Tetapi, pakar seperti Aaron David Miller, yang bertahun-tahun menjadi juru runding AS untuk Timur Tengah, lebih dari sekedar skeptis.

Miller mengatakan, "Saya tidak yakin, Olmert cukup kuat untuk sendirian menghentikan aktivitas pemukiman, dan pemerintahan Bush tidak cukup keras untuk memaksanya melakukan hal itu."

Untuk mengubah itulah sebetulnya tujuan Abbas berkunjung ke Washington. Dalam pidato di depan Institut Arab-Amerika, ia berbicara tentang pebedaan besar antara Palestina dan Israel. Ia kemudian mendesak Menteri Luar Negeri AS Condoleezza Rice berjuang, agar Washington lebih tegas dalam masalah pemukiman.

Tapi yang muncul hanya peringatan presiden, bahwa pemukiman Israel membuat 'lubang-lubang' di wilayah Palestina. Peringatan itu tidak cukup bagi mereka yang skeptis. Mereka tidak terpengaruh optimisme Presiden Bush, dan lebih menyetujui tindakan pendahulunya, Demokrat dan pemenang Nobel Perdamaian Jimmy Carter, yang menuai kritik dari pemerintahan Bush karena misi Timur Tengahnya mencakup pertemuan dengan pemerintah Suriah dan pemimpin radikal Hamas.

Bahkan Carter pada akhirnya harus mengakui, semua orang mengharapkan perdamaian, banyak perundingan dilakukan, tapi hasilnya tidak ada. (rp)