1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Burma Makin Gawat: 9 Tewas Termasuk Wartawan

27 September 2007

Rezim militer seperti mengacuhkan saja kemarahan dunia. Mereka kembali melancarkan melancarkan tembakan terhadap unjuk rasa yang dipelopori para biksu Budha.

https://p.dw.com/p/CIq7
Foto: AP

Setidaknya 9 orang dilaporkan tewas oleh peluru tentara hari Kamis. Salah satunya adalah seorang juru kamera Jepang. Sisanya adalah rakyat Burma yang turut berunjuk rasa, dan memang sengaja melapisi para biksu. Digambarkan seorang perempuan Burma bernama Lway Aye Nang:

"Para biksu terus berunjuk rasa, dan rakyat makin banyak saja yang terlibat. Tetapi tentara terus melepaskan tembakan. Mereka memukuli warga yang berada di jalanan. Tentzara juga mencegah para biksu yang hendak masuk pusat kota Rangoon. Juga banyak anggota organisasi USDA pendukung pemerintah militer yang menyusup, menyamabr sebagai biksu yang berunjuk rasa di jalanan".

Disebutkannya juga, ratusan biksu ditahan dalam penggerebekan terhadap sejumlah pagoda pada Rabu malam. Lway Aye Nang sendiri sebagai salah satu pimpinan oposisi di pengasingan, Dewan Nasional Burma Bersatu (National Council of the Union of Burma), tidak bisa masuk pusat-pusat kota Burma, dan hanya bisa berada di sekitar perbatasan Thailand. Namun ia memantau keadaan dan mendapat laporan dari menit ke menit langsung dari jaringannya di lapangan

Sementara di lapangan, seorang warga yang turut berunjuk rasa bersama para biksu di Rangoon mengatakan:

"Rakyat di Burma sejak bertahun-tahun lalu harus hidup di bawah todongan senjata dan keadaan darurat. Seakrang rakyat bangkit dan menuntut kebebasan,. Namun rezim militer serta merta menolak. Bahkan mereka berani menembaki para biksu".

Sementara itu, rakyat yang tinggal agak jauh dari pusat kota, tidak bisa ke amna-mana. Seperti misalnya Tin Win yang tinggal di Sanchaung, pinggiran Rangoon:

"Situasinya buruk. Sejak beberapa hari ini ada jam malam. Melaluzi pengeras suara mereka memerintahkan kami untuk tetap tinggal di rumah dari pukul 6 sore hingga pukul 6 pagi. Jadi di malam hari, kami harus tinggal di rumah."

Di New York, para menlu ASEAN bertemu khusus hari ini di sela Sidang Majelis Umum PBBB untuk membahasa situasi Burma. ASEAN diharap bisa bersuara lantang dan bergabung bersama masyarakat international untuk menekan rezim militer Burma yang bertindak brutal terhadap rakyatnya. Tidak seperti sebelumnya yang cenderung bertoleransi terhadap pemerintah militer Burma. Kembali Lway Aye Nang, dari Dewan Nasional Burma Bersatu:

"Kami betul-betul membutuhkan tekanan masyarakat internasional: PBB, Uni Eropa, juiga ASEAN. ASEAN harus bertindak seakrang ini. Mereka selama ini tak pernah menunjukan upaya yang membantu memecahkan masalah Burma. Ini saatnya bagi ASEAN untuk bertindak. Juga PBBB, Uni Eropa dan masyarakat internasional lain, untuk menggulingkan rezim militer ini. Tidak boleh ada rezim militer dan kediktatoran seperti ini lagi di Birma".