1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bundestag Jerman Tunjukkan Solidaritas terhadap Demonstran Iran

18 Juni 2009

Debat di parlemen Jerman, Bundestag, secara umum menunjukan solidaritas terhadap warga Iran yang melancarkan aksi protes di jalanan. Namun tidak semua fraksi bersuara menghujat proses dan hasil pemilu presiden di Iran.

https://p.dw.com/p/ISqI
Gambar simbol Pemilu di IranFoto: picture-alliance / dpa / DW-Montage

Terutama pidato Werner Hoyer, tokoh politik untuk urusan luar negeri partai Liberal mendapat sambutan paling hangat. Hoyer mengatakan, “Saya angkat topi bagi ratusan ribu warga Iran, yang di bawah ancaman bahaya bagi nyawanya tetap mengangkat suara bagi masadepan yang lebih baik. Mereka menuntut, agar suaranya dihormati, dihitung dan dengan itu menghadapi risiko tinggi. Bagi kita di Eropa yang aman, hal itu membuat kita malu, karena seringkali melupakan penghargaan atas hak suara kita, dengan tidak memberikan suara agar dapat dihitung.“

Sedangkan kandidat kanselir dari Partai Hijau, Jürgen Trittin, menarik kilas balik ke tahun 1979, ketika dilancarkan revolusi Islam di Iran. Tapi sekarang nuansanya berbeda.“Ini bukan perlawanan menentang para Mullah. Banyak ulama bersama kelompok liberal dan konservatif serta generasi muda dan mahasiswa, pedagang dan pekerja yang turun ke jalanan.“

Sementara ketua komisi luar negeri di Bundestag, tokoh politik partai Kristen Demokrat, Ruprecht Polenz, kembali menohok tema manipulasi dalam pemilu. “Bagaimana jalannya pemilu atau cara penghitungan suara, dari awal sudah diketahui ini bukan pemilu demokratis, melainkan pemilu yang direkayasa. Dari 400 kandidat hanya 4 yang boleh tampil, yang lainnya di lewat proses yang tidak transparan dari dewan pengawas tertinggi sudah sejak awal dilarang tampil.“

Namun yang juga menarik, dalam debat di parlemen itu tidak semua fraksi bersuara menghujat proses dan hasil pemilu presiden di Iran. Pembicara dari fraksi Partai Kiri, Norman Paech merupakan satu-satunya yang mengritik sikap mayoritas anggota parlemen terhadap pimpinan di Iran. Ia mengambil analogi dengan pemilu di kawasan Palestina tahun 2006 lalu, yang diakui sebagai berlangsung dengan bebas dan adil.

“Hal ini merupakan titik nadir dari kemunafikan politik, mula-mula mendukung pemilu, tapi kemudian menolak hasilnya dan juga memboikot pemenangnya. Di mana dahulu semua kemarahan itu, kemarahan demokratis dari parlemen?“ Demikian dikatakan Norman Paech.

Menentang keraguan akan hasil pemilu, Paech juga mengajukan prakiraan dari sejumlah institut penelitian independen di Amerika Serikat, mengenai keunggulan tegas Presiden Ahmadinejad. Namun pembicara Partai Kristen Sosialis, Eduard Lintner, membantah adanya jajak pendapat yang menyebutkan, Ahmadinajad akan unggul di putaran pertama. Lintner mengimbau pimpinan religius Iran, yang berjanji akan mengkaji ulang hasil pemilu. "Pimpinan religius juga di Iran selalu memiliki kewajiban menyampaikan kebenaran. Tuntutan ini hendaknya juga dirasakan oleh pimpinan religius Khamenei menyangkut sikap yang tepat dalam pemilu di Iran."

Walaupun semua pihak menahan diri menyangkut tuduhan kecurangan, namun fraksi Uni Sosial Kristen CSU menegaskan, jika kelompok tertentu di Iran yakin akan menang, tidak ada untungnya melakukan kecurangan pemilu.

Peter Stützle/Agus Setiawan

Editor: Yuniman Farid