1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

190908 Birma Lage

19 September 2008

September tahun lalu, ratusan ribu orang di Birma -dipimpin para biksu Budha- berdemonstrasi menentang rejim militer. Menjelang peringatan setahun perlawanan rakyat, rejim militer memperketat keamanan di Yangun.

https://p.dw.com/p/FLRQ
Biksu dan biksuni berdoa di pagoda Shwedagon, Birma, dalam protes menentang rejim militer, 23 September 2007.Foto: AP

Tampaknya rejim juga memulai serangan online terhadap media-media eksil. Beberapa hari belakangan, situs-situs internet milik media Birma lumpuh akibat serangan yang disebut "Denial of Service“, penolakan layanan. Termasuk diantaranya Radio eksil Suara Demokrasi Birma DVB, dan koran Irrawaddy News.

Banjir data dari alamat-alamat spam membebani server media-media itu dan dengan begitu memblokirnya, kata pemimpin Radio DVB Toe Zaw Latt di Chiang Mai, Thailand.

September tahun lalu, media online dan blogger Birma di pengasingan memainkan peran penting. Mereka menyelundupkan informasi dan gambar perlawanan rakyat Birma, lalu dari luar menyiarkannya kembali ke dalam negeri.

Pada 18 September tahun lalu, untuk pertama kalinya ratusan biksu di Pakkoku berdemonstrasi menentang rejim militer dan diserang oleh aparat keamanan. Setelahnya, jumlah demonstran di jalan-jalan di Yangun terus bertambah, lebih dari 100.000 orang.

Tanggal 27 September tentara memukul mundur dengan kekerasan dan menembaki demosntran, termasuk biksu Budha. Berapa banyak orang yang tewas, tak bisa dipastikan. Ribuan demonstran ditahan.

Hari-hari ini, tentara tampak berjaga-jaga di kawasan di sekitar pagoda Shwedagon di Yangun, di depan balai kota dan banyak titik penting lain, juga persimpangan jalan. Di depan biara-biara yang banyak tersebar di negeri itu, berdiri mata-mata berseragam sipil.

Juga di warung internet. Orang betul-betul diperhatikan dengan seksama, kata seorang saksi mata di Yangun. Setiap pengguna internet diperlakukan sebagai orang yang potensial menjadi musuh negara.

Merujuk ketatnya pengamanan, banyak pemimpin dari gerakan protes tahun lalu yang memilih bersembunyi. Gerakan oposisi di Birma mencoba mempertahankan kekuatan mereka, guna menghadapi pemilu yang akan digelar dalam dua tahun ini, kata pemimpin Radio Suara Demokrasi Birma, Toe Zaw Latt.

"Banyak oposisi Birma mengatakan, kami tidak mau menghambur-hamburkan energi. Kami ingin menjaga kekuatan untuk pemilu 2010. Karena pemilu itu beda. Tidak seperti Referendum, dimana kebanyakan warga tidak mengerti benar apa masalahnya. Banyak oposisi mengatakan, saat ini kami tidak terlalu kuat, tapi pada pemilu 2010 kami ingin siap dan untuk itu harus mempersiapkan diri," tutur Tow Zaw Latt.

Di samping itu, rakyat di Birma masih disibukkan dengan pembangunan kembali setelah bencana akibat badai tropis Nargis, kata Zaw Latt.

Menurut keterangan Program Pangan Dunia WFP, memang masih banyak warga di Delta Sungai Irrawaddy yang butuh pertolongan, namun skenario paling buruk tidak sampai terjadi. (rp)