1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bincang Singkat Bersama Jurnalis “Antusias” dari Jerman

Muhammad Reza
13 November 2020

Di kampus, kami juga sering kedatangan tamu dari luar negeri, seperti wakil dari kedutaan Amerika, praktisi dari Timur Tengah dan juga dari Jerman. Oleh Muhammad Reza.

https://p.dw.com/p/3lDeP
Muhammad Reza (kiri) dan jurnalis antusias dari Jerman (kanan)
Muhammad Reza (kiri) dan jurnalis antusias dari Jerman (kanan)Foto: Privat

Berbicara mengenai negara Jerman tidak ada habisnya dan ada saja hal yang muncul dibenak setiap orang termasuk penulis. Dari sejarahnya yang begitu menggemparkan dunia sampai menjadi perbincangan yang tiada habisnya. Contohnya kecilnya saja tentang tentara Nazi Jerman yang digambarkan bengis dan populer pada Perang Dunia Kedua.

Muhammd Reza
Muhammd RezaFoto: Privat

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sekarang menjadikan internet sebagai pelayanan primadona. Semua butuh internet supaya tidak ketinggalan informasi dan info terbaru serta terkini. Banyaknya situs dan website informasi yang disebut ‘Media online’ menjadi ladang surat kabar internet yang dibutuhkan banyak orang. Acapkali setiap situs media online melakukan berbagai cara agar banyak dikunjungi untuk meningkatkan traffic.

Memang persaingan selalu terjadi dimana saja, termasuk di dunia internet sendiri. Nah, salah satu cara yang paling sering dilakukan adalah dengan menciptakan Gimmick mengenai saduran sebelumnya. Seperti pemberitaan kisah tentara Nazi Jerman dengan peristiwa pembantaain kaum Yahudi. Penulis pada kesempatan ini tidak membahas demikian, itu hanya pembuka saja.

Baik, menjadi seorang Mahasiswa yang cemerlang pasti dambaan dan keinginan setiap orang. Apapun latar belakang pendidikan, pastinya ingin menjadi mahasiswa sejuta prestasi. Apakah itu melalui perlombaan, kegiatan, berorganisasi ataupun ikut bekerja sampingan. Aktif dalam berbagai hal menjadi kunci untuk membuka segala peluang yang menguntungkan.

Itulah yang penulis lakukan ketika sedang menjalani pendidikan tingkat tinggi selama berkuliah. Di kampus ada saja kegiatan yang dilakukan, tidak hanya pergi dan masuk kelas namun setelah itu ada berbagai kegiatan lain. Ikut seminar, organisasi, event, lomba, dan acara lainnya. Itu semua dilakukan untuk mendapatkan wawasan serta meningkatkan ilmu pengetahuan.

Di kampus kami juga sering kedatangan tamu dari luar negeri, seperti wakil dari kedutaan Amerika Serikat, praktisi dari Jerman dan dari Timur tengah juga. Inilah hal yang selalu dimanfaatkan untuk bisa ikut andil dalam kegiatan tersebut. Selain meningkatkan pengetahuan, juga kesempatan mengasah kemampuan bahasa asing ketika berinteraksi dengan mereka.

Training di Peunayong, Banda Aceh, November  2017
Sedang training di Peunayong, Banda Aceh, November 2017Foto: Privat

Apalagi keadaan provinsi Aceh setelah terjadinya Tsunami bagaikan gerbang yang terbuka. Begitu banyak bantuan serta dukungan dari berbagai belahan dunia yang datang. Serta begitu banyaknya jalinan kerjasama yang terhubung di antara instansi pendidikan dengan kementrian luar negeri. Aceh pun memiliki spesialisasi, yang mana mereka diberikan keringanan dan kemudahan untuk lanjut belajar ke luar negeri.

Sempat pada saat sedang menjalani kuliah mengenai Komunikasi Internatsonal dosen pengajar menghadirkan seorang praktisi video maker dan traveller dari Jerman. Dia banyak berbagi berbagai pengalaman mengenai, menunjukkan bahwa setiap tempat/negara memiliki keragaman dan perbedaan. Kami dapat berinteraksi langsung dengan melakukan tanya jawab singkat mengenai kunjungan ke Aceh pada saat itu.

Memang keadaan Indonesia dengan Eropa cukup berbeda dari kebudayaan, keyakinan, dan tatanan sosial. Inilah salah satu faktor yang menjadikan banyak mahasiwa ingin melanjutkan pendidikan di luar negeri.

Penulis sendiri berkesempatan berbincang dan mengobrol ria bersama salah satu jurnalis dari Jerman. Waktu itu ketika sedang training di sebuah media penyiaran, kedatangan utusan dari Jerman yang ingin meliput Aceh terkait keadaanya setelah tsunami dan kelanjutan perjanjian MoU Aceh–Indonesia. Kebetulan kami sedang berpapasan serta penulis langsung memberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.

Penulis menyebutnya si “Antusias” karena dia sangat baik, ramah, dan selalu tersenyum dan mau mengerti walaupun bahasa Inggris penulis pas-pasan saja. Namanya Sarah Steffen, wartawan dan jurnalis dari kantor agensi siaran Jermsn, Deutsche Welle (DW), diawali dengan perkenalan nama dan sapa pembuka perkenalan. Lalu berlanjut dengan aktivitas yang akan dilakukan selama di Aceh selama seminggu.

Ia melakukan peliputan mengenai keadaan Aceh dan politiknya. Serta juga menyatakan sudah sering mengujungi indonesia, namun baru pertama kali ke Aceh. Da menerangkan, dalam mencari dan menggambarkan sebuah informasi harus selalu sesuai fakta dan berimbang. Tidak boleh melakukan keberpihakan kepada oknum dan objek tertentu, beritakan sesuai keadaan dan fakta.

Selanjutnya, ia menceritakan bahwa karir sebagai jurnalis dulunya dimulai dari penulis skrip, lalu kemudian naik menjadi jurnalis. Kemudian mendapatkan beasiswa untuk pendidikan lanjutan di Amerika Serikat, baru setelah itu ia siap menjadi seorang pekerja jurnalis. Lalu kami bercerita mengenai sejarah Jerman sendiri, mengenai adanya tembok/dinding pembatas yang dulunya memisahkan Jerman timur dan barat pasca Perang Dunia Kedua.

Ia menjelaskan memang benar dulu tembok itu menjadi pemisah antara dua wilayah yang berbeda. Namun, sekarang tembok itu tidak ada lagi, Jerman telah bersatu dan tidak ada lagi blok timur dan barat. Ternyata pemerintah Jerman sekarang memberikan dukungan kepada pemerintah Aceh dengan menghadirkan beasiswa khusus untuk putra dan putri Aceh agar bisa melanjutkan belajar ke sana.

Saking terlalu antusias, penulis sampai tidak bisa berbicara lancar dan malah banyak tertawa dan menggunakan bahasa isyarat ketika berinteraksi. Sampai ia pun sedikit bingung dan tertawa kecil, lalu dengan sigap penulis langsung menggunakan google translate sebagai andalannya.

Tiba-tiba pimpinan datang lalu mengetuk pintu sambil menunjukan waktu, ternyata sudah pukul 2 siang, saatnya makan siang. Penulis pun segera bergegas mengakhiri percakapan serta meminta maaf telah mengambil banyak waktu untuk berbicang. Ia pun mengatakan, “saya pikir baru sebentar berbicara tanpa terasa sudah jam makan siang”. Da pun tertawa dan lupa waktu, saking antusiasnya barangkali bersama penulis.

*Muhammad Reza adalah mahasiswa jurusan komunikasi dan konsentrasi pada bidang jurnalistik di UIN Ar-Raniry Banda Aceh

**DWNesiaBlog menerima kiriman blog tentang pengalaman unik Anda ketika berada di Jerman atau Eropa. Atau untuk orang Jerman, pengalaman unik di Indonesia. Kirimkan tulisan Anda lewat mail ke: dwnesiablog@dw.com. Sertakan 1 foto profil dan dua atau lebih foto untuk ilustrasi. Foto-foto yang dikirim adalah foto buatan sendiri. (hp)