1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Batu Bata dari Debu Bulan

Sophie König
5 Mei 2023

Seorang peneliti bahan baku dari Jerman meriset produksi batu bata berbasis material dari bulan. Bata unik ini di masa depan diharapkan bisa digunakan membangun gedung dan jalanan di bulan.

https://p.dw.com/p/4QwDM
Mondoberfläche durch Apollo 8
Foto: NASA/Zuma/picture alliance

Matthias Sperl dari Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman (DLR) sedang mengerjakan visi menciptakan sesuatu di luar bumi. Tepatnya batu bata yang akan digunakan untuk pendirian bangunan di bulan.

Visinya, nantinya di bulan ada rumah tinggal, rumah untuk pembudidayaan tumbuhan, gudang dan jalan-jalan yang diaspal. Selain itu, ada juga dinding pelindung dan fundamen bagi teleskop radio dan alat-alat teknik besar lainnya.

Ini visi besar, karena berarti orang mendirikan bangunan di bawah kondisi ekstrem. Misalnya radiasi kosmis dan perbedaan suhu hingga lebih dari 100°C hingga jauh di bawah -100°C. Mengangkut bahan bangunan ke bulan biayanya akan sangat tinggi. Sehingga hanya satu matarial saja yang bisa diperhitungkan, dan ada di lokasi. Yaitu debu bulan.

Untuk ujicoba yang dialakukan di Bumi, para peneliti material menggunakan debu vulkanik. Dari sifat fisika dan kimia, debu vulkanik hampir serupa debu bulan. 

Matthias Sperl mengatakan, batu-batu buatan ini tentu belum tampak sempurna, dan nantinya juga tidak akan sempurna. Yang penting adalah, metode ini mudah dan tersedia, juga kokoh. Sehingga bisa dipasang tanpa banyak kesulitan, di lokasi di mana tidak ada sumber listrik.

Manfaatkan radiasi matahari

Memang tidak ada listrik, tapi ada cahaya matahari. Dengan cahaya matahari bisa diciptakan suhu tinggi, untuk membakar batu bata, baik di pemukaan bulan, maupun di dalam oven yang beroperasi dengan cahaya matahari, di lokasi penelitian di Pusat Penerbangan dan Antariksa Jerman.

Untuk itu digunakan sebuah Heliostat. Sebuah cermin besar, yang merefleksikan cahaya matahari ke apa yang disebut "konsentrator". Alat ini memiliki 159 cermin dalam pola sarang lebah, dan mengkonsentrasikan cahaya hingga 5.000 kali lipat, dan mengarahkannya ke bagian dalam oven matahari. Ini adalah pancaran cahaya terintegrasi dan sangat terfokus. Alat ini menghasilkan suhu hingga 2.500°C.

Suhu setinggi itulah yang diperlukan untuk memanggang "debu bulan" lembar per lembar. Di atas sebuah meja spesial, yang mencetak sesuai program, tercipta batu bata lewat semacam pencetak 3D. Pancaran cahaya jadi nosel pencetaknya.

"Keuntungan besar metode ini adalah, kalau kita mencetak tiga dimensional lembar per lembar, maka di lokasi, kita bisa jadi lebih fleksibel. Selain itu, kita bisa bisa membangun sesuatu di lokasi dengan bahan lebih sedikit, sesuai apa yang dibutuhkan di situ" ujar peneliti material Matthias Sperl.

Rekayasa bentuk geometris

Untuk merekayasa pembangunan di bulan sesimpel mungkin, para peneliti berusaha menciptakan bentuk geometris yang bisa saling menunjang. Tanpa beton atau kerangka penunjang. Itu semua bahan yang sebelumnya harus diangkut ke bulan.

Tapi apakah yang berfungsi di Bumi juga bisa dilaksanakan di bulan dengan kondisi di sana? Matthias Sperl mengatakan, sebuah parameter penting di bulan adalah tidak adanya udara. Jadi di DLR di Köln, sebagian dari percobaan mereka lakukan di dalam oven bertenaga matahari dengan kamar hampa udara. Dan dengan kamar hampa udara, mereka hendak memastikan, apakah langkah pemanggangan pasir dari bulan sangat tergantung pada adanya oksigen atau tidak.

Hasilnya: walaupun tanpa atmosfir, seperti halnya di bulan, proses ini berfungsi. Akhirnya, dari "debu bulan" terbentuk batu, sekokoh gips. Dengan cara itu, sekarangpun di bulan sudah bisa dibuat dinding tebal, untuk melindungi astronot dari paparan radiasi kosmik. (ml/as)