1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bajak Laut Somalia Tidak Bisa Dicegah Kapal Perang

as19 November 2008

Pengerahan beberapa kapal perang di kawasan perairan Tanduk Afrika tetap tidak akan dapat mencegah aksi bajak laut. Penyelesaian masalahnya amat tergantung dari stabilitas dan perdamaian di Somalia.

https://p.dw.com/p/Fy52
Kapal nelayan Cina yang beberapa hari lalu dibajak para perompak Somalia.Foto: picture-alliance/ dpa


Kasus perompakan kapal-kapal dagang dan kapal tanker oleh bajak laut di perairan Somalia menjadi tema komentar dalam tajuk sejumlah harian internasional.

Harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid dalam tajuknya berkomentar :

AS dan Uni Eropa mengirim tambahan kapal perang untuk memberantas aksi bajak laut di perairan Somalia. Tapi aksinya tidak memadai. Untuk mengamankan seluruh jalur pelayaran di kawasan itu, diperlukan satu armada lengkap kapal perang. Negara-negara adidaya dapat dan harus berbuat lebih banyak lagi. Didukung dengan resolusi PBB untuk mengejar para bajak laut. Perompak di kawasan perairan Somalia bersenjata lengkap dan memiliki pengalaman perang lebih dari 20 tahun. Beberapa penerbangan pengintaian saja, tidak akan membuat mereka takut.

Sementara harian Swiss Tagesanzeiger yang terbit di Zürich berkomentar :

Somalia negara yang terus dilanda perang sejak abad ke 17 dan tergolong termiskin di dunia membuat masyarakat internasional kewalahan. Sekarang para bajak laut Somalia hendak menunjukkan keperkasaannya. Aksi perompakannya tidak lagi bersifat amatiran. Dibuktikan dengan pembajakan amat profesional terhadap sebuah kapal tanker jauh di luar kawasan yang diawasi armada kapal perang AS dan Eropa. Aksi bajak laut ini baru dapat dihentikan, jika situasi di Somalia dapat distabilkan. Tapi diperlukan waktu amat lama, untuk menormalisasikan situasi di negara yang sudah sejak lama tidak dapat dikendalikan lagi itu.

Juga harian Jerman Tagesspiegel meragukan keampuhan cara militer untuk mengatasi perompakan di perairan Somalia. Harian yang terbit di Berlin ini berkomentar :

Upaya menanggulangi aksi bajak laut, hanya dengan penjagaan jalur pelayaran menggunakan cara militer akan gagal, selama model bisnisnya tetap sama. Jika para bajak laut di Somalia bisa kayaraya, karena uang tebusan yang dimintanya tetap dibayarkan, maka masalah perompakan tidak akan dapat diselesaikan. Amatlah naif jika memandang masalah bajak laut sebagai masalah utama di kawasan Tanduk Afrika. Akan tiba saatnya, Uni Eropa harus peduli dengan situasi di Somalia, sebelum semuanya terlambat karena para perompak semakin tertarik pada ideologi dan model bisnis kelompok Islam radikal.

Juga harian Jerman lainnya Süddeutsche Zeitung yang terbit di München berkomentar senada :

Memulihkan stabilisasi sebuah negara yang hancur akibat perang amat mahal, sulit dan perlu waktu lama. Tapi bagi Somalia tidak ada alternatif lainnya. Menyerahkan nasib rakyat Somalia yang sudah menderita kepada para panglima perang atau bahkan kepada para bajak laut, berlawanan dengan kepentingan negara-negara kaya, yang lebih mengutamakan keamanannya sendiri. Karena itu PBB harus dilibatkan. Mengirimkan pasukan helm biru serta polisi PBB ke Somalia, untuk membantu pemulihan stabilisasi di negara itu. Beberapa kapal perang negara barat di kawasan perairan Somalia, tidak akan mengubah situasinya. Penyebabnya, bisnis perompakan kapal dagang relatif mudah dan amat menguntungkan. Aksi bajak laut akan mereda, jika Somalia kembali menjadi sebuah negara yang stabil dengan pemerintahan dan sistem hukum yang diakui rakyatnya.