1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Seorang Perempuan Rusia Menjadi Bintang Tari Perut di Mesir

Emily Gordine | Jennifer Pahlke
3 Desember 2019

Ketika industri tari perut di Mesir meredup dirundung konservatisme agama, penari asing berdatangan meramaikan suasana. Seperti Ekaterina Andreeva yang menjadi bintang di tempat kelahiran tarian tradisional Arab itu.

https://p.dw.com/p/3U93I
Screenshot SoMe Bauchtänzerin Ekaterina Andreeva aka Johara
Foto: Instagram/joharabellydancer

Johara jarang tampil sederhana. Setiap kali diundang, penari perut berusia 31 tahun itu mengenakan kostum mewah bertabur pernak-pernik cemerlang, dengan pakaian dalam yang terbuat dari sutra dan rok panjang yang terbelah di bagian sisi dan menyingkap kaki panjangnya. Rambutnya yang hitam tergerai bebas, ikut berguncang mengikuti goyangan tubuh, sementara para pengunung, laki dan perempuan, merekam tariannya dengan ponsel digenggam. 

Hampir setiap hari Johara tampil di kelab malam, pesta atau pernikahan di hotel-hotel mewah. Dan lebih dari satu juta penggemar mengikuti kehidupannya di Instagram.

Screenshot SoMe Bauchtänzerin Ekaterina Andreeva aka Johara
Ekaterina Andreeva di KairoFoto: Instagram/joharabellydancer

Johara yang berarti perhiasan dalam bahasa Arab merupakan nama panggung bagi Ekaterina Andreeva, seorang perempuan Rusia. Sejak beberapa tahun terakhir dia mencari peruntungan di Kairo yang merupakan tempat kelahiran tari perut. Namun bagaimana seorang asing seperti Ekaterina mampu mencatat sukses melakoni tradisi kuno tarian Arab di Kairo?

Ekaterina mulai belajar menari di usia tiga tahun. Pada usia 13 dia kehilangan partner menari lantaran "dibajak" oleh penari lain. Praktik semacam ini lazim di Rusia yang mengalami kelangkaan penari pria. Namun peristiwa itu justru menggariskan nasib baik bagi Ekaterina. Karena tanpa penari pria, dia terpaksa mengambil peran sebagai penari perut di sebuah acara televisi Rusia.

Dan sejak saat itu lah dia  diundang untuk mengajar dan mengikuti kompetisi tari di seantero negeri. Dan ketika dia tuntas memuaskan dahaga karir di negeri sendiri, Ekaterina memutuskan bertaruh nasib di negeri yang melahirkan tari perut, Mesir.

Di sana dia mendapati industri yang mulai meredup. Bintang masa lalu seperti Nagwa Fouad sudah tidak lagi bergoyang. Meski penari legendaris seperti Dina Talaat Sayed atau Fifi Abdou masih digandrungi, lanskap tari perut Kairo mulai berubah dan menjadi lebih ramah buat penari asing yang menjajal nasib seperti Ekaterina.

"Generasi lama penari perut Mesir sudah mulai menua," kata Hany Rasem, pengusaha pesta pernikahan yang kerap menyewa jasa penari perut. "Tidak ada generasi baru penari perut asal Mesir yang bagus," imbuhnya. Dan sebab itu pula Ekaterina bisa diminta tampil di lima pesta pernikahan dalam semalam.

Tapi ada alasan lain kenapa penari asing sepertinya bisa mencetak sukses di Kairo. Seperti kebanyakan masyarakat Arab, penduduk Mesir menjelma kian konservatif dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini tidak banyak perempuan yang bersedia melakoni profesi tersebut. Istilah "anak penari perut" bahkan sudah menjadi semacam hinaan.

"Sebagai orang asing, saya lebih dihormati karena mereka melihat saya sebagai seniman," kata Ekaterina sembari menambahkan kewarganegaraan Rusia melindunginya dari stigma negatif masyarakat.

Namun tidak demikian halnya dengan birokrasi Mesir. Ekaterina harus memohon izin kerja untuk setiap pesta pernikahan yang dibanderol sehara USD 1,365  atau hampir Rp. 20 juta. Namun popularitasnya sedemikian tinggi, para hartawan Kairo yang mengundangnya bersedia membayar ongkos tersebut dari kantong sendiri.

Ironisnya Ekaterina pernah mendekam di penjara lantaran didakwa mengenakan pakaian yang terlalu seronok. Kasusnya memicu kontroversi di seluruh negeri dan videonya saat menari dengan pakaian tersebut ditonton empat juta kali. Saat dibebaskan, Ekaterina jauh lebih terkenal ketimbang sebelumnya. Dan dia terus menari dengan pakaian yang sama tanpa pernah mendapat masalah dengan kepolisian. (rzn/vlz)