1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Bagaimana Menggiring Putin ke Meja Perundingan?

Roman Goncharenko
5 Juli 2024

Setelah KTT di Swiss, Kyiv mulai merencanakan pertemuan puncak perdamaian lanjutan. Namun diplomat Jerman mengatakan kepada DW mereka ragu Putin siap berunding dalam waktu dekat.

https://p.dw.com/p/4hrjS
Presiden Rusia Vladimir Putin
Presiden Rusia Vladimir PutinFoto: Vyacheslav Prokofyev/ITAR-TASS/IMAGO

Ukraina sudah sibuk menyiapkan pertemuan puncak perdamaian lainnya, setelah konferensi tingkat tinggi pertama digelar di Swiss pertengahan Juni lalu. Sekitar 80 negara ambil bagian dalam konferensi pertama, meskipun Rusia tidak diundang dan Cina menolak hadir.

Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy ingin mempertahankan momen diplomatik ini dan telah mengumumkan langkah-langkah "konkrit baru” untuk bulan Juli. Hal ini tampaknya melibatkan kelompok kerja untuk rencana perdamaian Ukraina. Laporan media menyebutkan Arab Saudi kemungkinan menjadi tuan rumah.

Komunike dari KTT pertama di Swiss menyebutkan, perdamaian di Ukraina "membutuhkan keterlibatan dan dialog antara semua pihak.” Tapi apakah memang ada peluang untuk melakukan perundingan perdamaian di tahun ketiga perang Ukraina?

DW berbicara dengan dua diplomat Jerman untuk mengetahui pendapat mereka tentang cara mengakhiri perang Rusia melawan Ukraina: Rüdiger von Fritsch, mantan duta besar untuk Moskow dan Christoph Heusgen, ketua Konferensi Keamanan München dan mantan penasihat kebijakan luar negeri Kanselir Angela Merkel.

Rüdiger von Fritsch
Mantan duta besar Jerman untuk Rusia, Rüdiger von FritschFoto: DW

Putin 'tidak tertarik untuk mengakhiri perang'

Bahkan sebelum konferensi di Swiss, Presiden Rusia Vladimir Putin sudah menyampaikan visinya untuk gencatan senjata. Syarat yang diajukan Moskow untuk mengakhiri perang adalah: Kyiv harus menarik pasukannya dari empat wilayah di selatan dan timur yang dianeksasi Rusia pada tahun 2022, selain membatalkan niatnya untuk bergabung dengan NATO.

Rüdiger von Fritsch mengatakan, saat ini Putin "sama sekali tidak tertarik untuk mengakhiri perang ini, jika agresinya tidak membuahkan hasil,” dan hal ini yang akan terjadi jika usulannya diterima. Tawaran Putin "sama sekali tidak dimaksudkan serius,” kata Christoph Heusgen, seraya menambahkan bahwa presiden Rusia lebih tertarik untuk "mengulur-ulur waktu.”

Kedua diplomat Jerman itu mengatakan, mereka ragu negosiasi akan dapat dilakukan dalam waktu dekat. Pertama-tama, "Putin harus mengakui pemerintah sah Ukraina dan Presiden Zelenskyy sebagai mitra dalam pembicaraan,” kata Christoph Heusgen.

Namun bulan lalu, Putin mempertanyakan legitimasi Zelenskyy, ketika masa jabatan regulernya sebagai presiden secara resmi diperpanjang secara otomatis sesuai undang-undang Ukraina, yang menyatakan tidak boleh ada pemilu jika darurat militer sedang diberlakukan.

Selain itu, Rusia pertama-tama harus mematuhi Piagam PBB, kata Christoph Heusgen, dan mengakui kedaulatan, kemerdekaan, dan perbatasan Ukraina yang diakui secara internasional – sebuah poin yang juga disampaikan dalam komunike akhir KTT Swiss. "Saya melihat satu-satunya peluang perdamaian adalah jika Ukraina kembali berada pada posisi yang kuat dalam konflik ini,” tambah Heusgen.

Rusia masih jauh dari mengakui posisi Ukraina, jadi kecil kemungkinannya "kita akan mengadakan konferensi pada musim gugur ini dengan partisipasi Rusia,” katanya.

Christoph Heusgen
Mantan penasihat kebijakan luar negeri Kanselir Angela Merkel, Christoph HeusgenFoto: Matthias Schrader/AP/picture alliance

Perkuat Ukraina, lebih banyak sanksi terhadap Rusia

Christoph Heusgen menambahkan, jika terjadi kesepakatan dengan Rusia, Ukraina memerlukan jaminan keamanan yang lebih kuat. "Dalam pandangan saya, perjanjian dengan Rusia hanya dapat diterima oleh Ukraina jika disertai dengan keanggotaan di NATO,” katanya. Ukraina telah mendapat jaminan bahwa mereka akan dapat bergabung dengan NATO sejak tahun 2008, namun hingga kini masih belum memiliki status kandidat.

Rüdiger von Fritsch juga tidak mengharapkan keberhasilan diplomasi yang cepat. Mantan duta besar di Moskow itu mengatakan, Putin hanya akan melakukan negosiasi jika kekuasaannya di Rusia dipertanyakan. "Vladimir Putin harus terus-menerus membeli persetujuan penduduk di dalam negeri. Dia memerintah negaranya dengan penindasan, propaganda, dan penyuapan terus-menerus,” kata von Fritsch.

Meskipun sanksi telah menempatkan perekonomian Rusia di bawah tekanan, Kremlin juga mengkhawatirkan hal-hal yang tidak terduga – seperti pemberontakan yang dapat mengganggu stabilitas kekuasaannya. Rüdiger Von Fritsch menyebut dua contoh yang terjadi pada tahun 1980an: protes ibu-ibu tentara Soviet terhadap perang di Afghanistan, dan demonstrasi massal yang dilakukan serikat pekerja Solidarnosc di bawah pemimpin Lech Walesa, yang meruntuhkan sistem komunis di Polandia.

"Putin takut akan hal itu,” kata Rüdiger von Fritsch. "Dan Anda harus membawanya ke titik ini. Jika dia sampai pada kesimpulan itu, barulah dia akan siap untuk berbicara.” Bagaimana caranya? Perkuat Ukraina dan berikan sanksi lebih lanjut terhadap Rusia, pungkasnya.

(hp/as)