1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Badai Nargis Picu Badai Politik di Myanmar

as8 Mei 2008

Rezim militer Myanmar bereaksi amat lambat menanggulangi dampak bencana. Badai Nargis akan memicu tsunami politik yang dapat menumbangkan rezim militer di negara itu.

https://p.dw.com/p/Dwjn
Bantuan kemanusiaan dari Indonesia diangkut pesawat terbang TNI siap diterbangkan ke Myanmar.Foto: AP

Harian-harian internasional menyoroti dengan kritis penanganan dampak bencana di Myanmar.


Harian liberal kiri Perancis Liberation yang terbit di Paris dalam tajuknya berkomentar :


Berbeda dengan kecepatan reaksi dalam menumpas aksi protes para biksu, tentara Myanmar amat lambat menanggulangi dampak badai Nargis. Rakyat semakin marah. Myanmar dalam waktu dekat akan runtuh, karena infrastruktur paling penting yang dimilikinya hancur dilanda badai. Sikap ngotot rezim militer Myanmar untuk tetap menggelar referendum di tengah tumpukan mayat puluhan ribu rakyatnya, akan memicu badai berikutnya. Yakni badai ketidak puasan politik rakyat Myanmar yang sudah menderita sekian lamanya, yang dapat menumbangkan kekuasaan rezim militer.


Sementara harian Spanyol La Vanguardia yang terbit di Barcelona berkomentar :


Junta militer di Myanmar bertanggung jawab langsung bagi tragedi kemanusiaan yang dipicu badai Nargis. Rezim penguasa tidak memberi peringatan maupun persiapan evakuasi. Sekarang ditambah lagi dengan penolakan militer untuk mengizinkan bantuan asing untuk memasuki Myanmar. Birokrasi yang dibuat berbelit-belit semakin memperlambat pemasokan bantuan. Semua itu hanya menunjukkan, rezim militer di Myanmar memang tidak becus, sekaligus tidak mempedulikan nasib rakyatnya.


Sementara harian Jerman General Anzeiger yang terbit di Bonn berkomentar :


Tidak adanya rasa tanggungjawab dari rezim militer, dapat menjadi katalisator untuk tumbangnya penguasa diktatur di Myanmar. Tidak adanya persiapan mengantisipasi badai Nargis, kesengsaraan korban bencana dan ketidak becusan junta militer menanggulangi dampaknya, kini semua mencuat ke seluruh dunia. Dalam jangka panjang, warga Myanmar pasti akan melawan penindasan rezim militer. Aksi protes para biksu tahun lalu yang ditumpas dengan kekerasan bersenjata, barangkali baru awal dari sebuah gelombang besar.


Tema lainnya yang masih disoroti dengan tajam harian-harian internasional adalah pemilu awal partai Demokrat di AS. Hillary Clinton disarankan mengalah, agar kerusakan di tubuh Demokrat tidak bertambah parah.


Harian konservatif Inggris The Times yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar :


Hillary Clinton boleh mengatakan ia pejuang gigih, tapi diragukan akan menang. Sekarang adalah waktu yang amat tepat, untuk menarik diri dari pencalonan, untuk mencegah kerusakan lebih parah di kubu demokrat maupun citra baik clan Clinton. Barack Obama bukan saja kandidat pertama yang menjanjikan perubahan. Namun ia juga merupakan sosok dari perubahan itu sendiri.


Juga harian Swiss Tages Anzeiger menulis komentar senada. Harian yang terbit di Zürich ini dalam tajuknya menulis :


Sekarang belum terlambat bagi Hillary Clinton, untuk mendukung Barack Obama menjadi kandidat pengemban amanat dan harapan partai demokrat. Setelah delapan tahun kegelapan yang diwarnai perang dan penyiksaan, semua berharap ada seseorang yang dapat memoles kembali citra Washington. Yang paling serius adalah Obama. Dialah yang kini menjadi simbol dari seluruh visi Amerika, yang diinjak-injak selama delapan tahun masa pemerintahan Bush.