1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Badai Nargis Paksa Rezim di Myanmar Poles Citra

as6 Mei 2008

Ada berkah di balik bencana. Rezim militer di negara yang dahulu bernama Birma itu, kini harus mencoba memoles citranya. Salah satunya menangguhkan referendum konstitusi.

https://p.dw.com/p/DuSb
Bekas ibukota Yangun yang porak peranda dilanda badai Nargis.Foto: picture-alliance / dpa

Bencana badai Nargis yang melanda Myanmar dan diperkirakan menewaskan lebih dari 15.000 orang disoroti dengan tajam harian-harian internasional.


Harian Italia Corriere della Sera yang terbit di Milano dalam tajuknya berkomentar:


Gambar-gambar dari desa-desa yang hancur, kini menarik perhatian AS ke negara yang diperintah oleh diktatur militer tsb. Kini sasarannya adalah menetapkan situasi darurat atas Myanmar, sama seperti Darfur, Tibet, penyakit AIDS atau kanker payudara. Dengan begitu, gelombang aksi demonstrasi untuk demokrasi yang terjadi tahun lalu, diharapkan kembali diaktifkan. Akan tetapi hingga kini kendali di Myanmar masih tetap berada di tangan junta militer.


Sementara harian Inggris The Times menulis komentar yang mengkaitkan bencana taufan Nargis dengan rencana referendum konstitusi di Myanmar. Harian yang terbit di London ini selanjutnya menulis :


Rezim militer Myanmar dapat sedikit memperbaiki posisinya di dunia internasional, jika mereka membatalkan referendum konstitusi yang akan digelar Sabtu mendatang, menimbang bencana angin taufan tsb. Amat kentara junta militer punya niat buruk, dengan berusaha melakukan kombinasi antara menyogok rakyat sekaligus menipu dan mengintimidasinya, agar memperoleh persetujuan dalam referendum. Juga rezim di Myanmar kelihatannya bersikeras hendak menggelar referendum, tanpa mempedulikan bencana alam yang melanda rakyatnya. Sekarang, rakyat memerlukan bantuan internasional untuk bangkit dari dampak bencana. Nanti, diharapkan mereka dapat bangkit sendiri, untuk membebaskan diri dari bencana kemanusiaan yang diciptakan junta militer selama beberapa dekade.


Sedangkan harian Jerman Tageszeitung yang terbit di Berlin berkomentar :


Walaupun dilanda bencana taufan hebat, junta militer Myanmar tetap bersikeras akan menggelar referendum konstitusi hari Sabtu mendatang. Masyarakat internasional harus memaksa penangguhan referendum. Di garis depan, bantuan untuk korban yang selamat dari bencana taufan Nargis harus menjadi prioritas. Sementara di sisi lainnya, sebuah referendum yang jujur dan dapat dipercaya, mustahil dapat dilaksanakan di kawasan bencana. Di lokasi, dimana tidak ada air bersih, bahan makanan dan obat-obatan, prioritasnya adalah menyediakan kebutuhan elementer rakyat. Tindakan lainnya, hanya akan membuat junta militer Myanmar semakin dibenci.


Terakhir harian Perancis L'Independant du Midi yang terbit di Perpignan berkomentar :


Seperti lazimnya di negara yang diperintah secara diktatur, rezim para jenderal di Myanmar memerlukan waktu cukup lama untuk bereaksi menanggapi bencana. Bagi para jendral referendum konstitusi yang akan digelar hari Sabtu, jauh lebih penting dari bencana yang menelan korban tewas ribuan orang. Dalam kondisi seperti ini, jangan diharapkan bantuan internasional datang dengan cepat. Yang diperlukan rakyat Myanmar sekarang adalah beras dan air bersih. Setelah itu, diperlukan angin taufan baru yang menyapu bersih diktatur militer dari negara tsb.