1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Badai Ike di Haiti dan Kuba Tinggalkan Kerusakan Berat

12 September 2008

Ratusan ribu orang mengungsi dari kota Houston menjelang terjangan taufan Ike di kota keempat terbesar Amerika Serikat. Sebelumnya di Haiti dan Kuba badai Ike meninggalkan jejak bencana.

https://p.dw.com/p/FH2N
Gibara, salah satu kota di Kuba, yang diterjang IkeFoto: picture-alliance / dpa

Tanpa sempat pulih dari badai Hanna dan Gustav yang berturut-turut menerpa, Kuba dilanda badai selama 40 jam. Seluruh Kuba merasakan dampak taufan Ike. 30.000 rumah hancur dan sekitar 170.000 rumah lainnya mengalami kerusakan. Begitu tercatat dalam laporan awal. Daftar kerusakannya panjang: jalanan, jembatan, industri, lokasi turisme, pelabuhan, sekolah, rumah sakit dan pusat-pusat kesehatan masyarakat.

Beberapa waktu lalu, Presiden Raul Castro baru berinisiatif untuk meningkatkan produksi pertanian agar Kuba tidak tergantung pada produk impor. Selama ini lebih dari 85% produk pangan Kuba diimpor dari luar negeri. Kini tiga perempat hasil panen musnah. Sebuah pukulan yang betul-betul mengancam persediaan pangan bagi masyarakat untuk setengah tahun ke depan. Meski kini topan Ike sudah melintasi teluk Meksiko menuju Amerika Serikat, jejak bencana yang ditinggalkan masih nyata jelas di kota Bermejas yang masih tergenang banjir.

Dari jalanan yang sudah berupa sungai, para relawan berusaha membantu masyarakat di lokasi. Seorang relawan, Emiliano kehilangan kata-kata ketika menggambarkan bencana ini: „Banjir yang meluas di dataran rendah pedalaman kadang terjadi. Tapi belum pernah terjadi bahwa wilayah perkotaan yang lebih tinggipun mengalami banjir.“

Taufan Ike juga menelan korban. Tiga orang tewas. Rakyat Kuba yang sedikitnya berpenduduk 11 juta orang masih bisa bersyukur bahwa mereka berhasil menyelamatkan nyawanya. Tapi lebih dari itupun tidak. Di Kuba, harga sebuah palu sama dengan gaji satu bulan. Mereka tak akan bisa membelinya. Apalagi membangun kembali rumahnya. Bila tidak disediakan oleh pemerintah, harga bahan bangunan tak mungkin terjangkau.

Di pulau Hispaniola yang bertetangga dengan Kuba, berlangsung pembagian pangan. Menurut PBB, sedikitnya 800.000 penduduk Haiti membutuhkan bantuan asing. Tapi persediaan yang adapun sulit untuk dibagikan, terlalu banyak korban badai yang berada di kawasan yang masih digenangi banjir. Jalan-jalan terputus, karena jembatan yang ambruk atau tertutup tanah longsor.

Listrik padam, bahkan air minumpun tak ada. Begitu laporan Uskup Yves Marie Pean. Ia meminta secepatnya dikirimi pangan, pakaian, air, kelambu dan obat anti kuman. Bersama 500 orang di desanya, ia mengungsi di tingkat atas perumahannya. Di Haiti, Direktur Regional Bantuan Pangan Dunia, Michael Kuhn menggunakan seluruh sumbangan masyarakat untuk mengatasi dampak bencana. Permintaan dana bantuan sebesar 250.000 Euro kepada pemerintah Jerman, ditolak.

Menurut Kuhn, Haiti akan mengalami kerusuhan akibat kelaparan yang bakal meluas. Ia menjelaskan: „Yang menjadi masalah besar, dalam hancurnya siste perairan, Ini artinya produksi pangan di Haiti akan menurun jauh. Dan Haiti akan tergantung pada produk impor yang mahal. Padahal rakyat di sini tidak punya uang cukup untuk membelinya.“

Kuhn memperkirakan, dalam tiga hingga enam bulan ke depan situasi akan bertambah buruk. Sekarang saja, rakyat Haiti berang karena harus menghadapi bencana, tanpa perlindungan. Mereka merasa diabaikan oleh pemerintahya dan masyarakat internasional. (ek)